Sama seperti Indonesia, kebanyakan — jika tidak semua — negara-negara di Asia Tenggara merupakan negara mobile-first. Kebanyakan dari masyarakat Indonesia mengenal internet melalui smartphone. Jadi, jangan heran jika di Tanah Air dan negara-negara tetangga, mobile game menjadi lebih populer daripada game PC dan konsol.
Menurut Newzoo, sekitar 82% masyarakat di Asia Tenggara bermain game. Sebanyak 80% merupakan mobile gamer. Sementara itu, pemasukan industri gaming di Asia Tenggara mencapai US$4,4 miliar pada 2019, naik 16% dari tahun sebelumnya. Dari total pendapatan industri gaming, US$3,1 miliar atau sekitar 70%, berasal dari mobile game.
Selain bermain game, para gamer di Asia Tenggara juga senang menonton pertandingan esports. Diperkirakan, jumlah penonton esports di ASEAN mencapai 30 juta orang pada akhir 2019, naik 22% dari tahun sebelumnya. PUBG Mobile menjadi salah satu game esports yang paling banyak ditonton. Selain itu, game esports lain yang populer adalah Mobile Legends: Bang Bang. Menariknya, negara-negara di Asia Tenggara punya preferensi yang berbeda-beda. Keragaman ini menjadi salah satu daya tarik Asia Tenggara bagi para investor.
EVOS Esports Dapat Investasi US$12 Juta
Banyaknya perusahaan non-endemik yang tertarik untuk menjadi sponsor turnamen dan organisasi esports menjadi salah satu bukti dari pesatnya pertumbuhan industri esports. Bukti lainnya adalah semakin banyak investor, termasuk venture capital, yang melirik para pelaku industri esports. ONIC Esports dan EVOS Esports merupakan dua organisasi esports asal Indonesia yang pernah mendapatkan investasi dari venture capital sebelumnya. Belum lama ini, EVOS kembali mendapatkan kucuran modal.
Pada 13 Oktober 2020, Attention Holdings Pte. Ltd., perusahaan induk dari EVOS Esports, berhasil mengumpulkan investasi seri B senilai US$12 juta. Ronde pendanaan kali ini dipimpin oleh Korea Investment Partners. Beberapa investor lain yang juga ikut serta dalam ronde pendanaan kali ini antara lain Mirae Asset Ventures, Woowa Brothers, dan IndoGen Capital. Insignia Ventures Partners, yang memimpin ronde pendanaan seri A untuk EVOS pada tahun lalu, juga ikut dalam ronde pendanaan ini.
“Esports tumbuh pesat dalam beberapa tahun belakangan,” kata Sang-Ho Park, Executive Director of Korea Investment Partners dalam pernyataan resmi dari EVOS Esports. “Dan Attention Holdings berhasil menjadi platform esports paling maju di Asia. CEO EVOS, Ivan Yeo dan timnya berhasil menunjukkan pada kami rencana mereka di masa depan. Kami percaya, mereka akan dapat membangun ekosistem esports di Asia.” Melalui investasi ini, Sang-Ho Park juga akan menjadi bagian dari dewan direktur di Attention Holdings.
Sebagai organisasi esports, EVOS memang punya tim yang tangguh. Tim Mobile Legends mereka berhasil menyabet gelar juara dunia setelah memenangkan Mobile Legends: Bang Bang World Championship (M1) pada tahun lalu. Sementara tim Free Fire mereka berhasil memenangkan Free Fire World Cup 2019. Meskipun dikenal sebagai organisasi esports asal Indonesia, EVOS juga punya tim dari negara lain. Saat ini, mereka punya dua tim Thailand, yaitu EVOS Debut yang bertanding di Arena of Valor dan EVOS Insight yang berlaga di Free Fire.
Membangun tim yang kuat memang penting bagi organisasi esports. Namun, EVOS tak hanya fokus dalam memperkuat roster mereka, tapi juga divisi hiburan mereka, yang berisi para streamer dan influencer. Mereka bahkan punya manajemen influencer sendiri, yaitu WHIM Management Indonesia. EVOS mengungkap, saat ini, mereka bertanggung jawab atas 160 gaming influencer. Sementara itu, total subscriber mereka di YouTube menembus 64 juta orang dan total pengikut Instagram 62 juta orang. Setiap bulannya, mereka mendapatkan lebih dari 350 juta view di Asia Tenggara.
Dalam mengembangkan divisi hiburannya, EVOS juga serius. Buktinya, saat mereka mengumpulkan US$4,4 juta pada pendanaan seri A pada tahun lalu, mereka menggunakan dana itu untuk mengembangkan divisi hiburan mereka. Tak hanya itu, pada Mei 2020, WHIM mengumumkan kerja samanya dengan TikTok. Pada Q2 2020, viewership para talents di bawah EVOS naik 1.000% dari kuartal sebelumnya. Sepanjang Q2 2020, total view yang didapatkan oleh EVOS mencapai 700 juta view.
Alasan Insignia Ventures Partners dan IndoGen Capital Investasi di EVOS
IndoGen Capital merupakan salah satu investor baru EVOS Esports. Faktanya, kali ini adalah pertama kalinya mereka masuk ke industri game dan esports. Ketika saya menghubungi Chandra Firmanto, Managing Partner, IndoGen Capital dia menjelaskan, komunitas fans esports Indonesia yang kuat jadi salah satu alasan mengapa IndoGen tertarik untuk menjajaki industri esports.
“Setelah kita pelajari industri game/esports, kita lihat kalau game maker Indonesia masih harus bersaing dengan perusahaan asing. Tapi, Indonesia punya komunitas yang kuat. Jadi, tim esports yang akan sukses,” kata Chandra melalui pesan singkat. “Pasalnya, kekuatan Indonesia memang di komunitas karena jumlah penduduk usia muda kita banyak dan spending mereka cukup kuat.”
Jika IndoGen memang ingin mendukung tim esports Indonesia, EVOS bukan satu-satunya pilihan yang mereka punya. Mereka bisa saja mendukung RRQ yang berhasil memenangkan MPL tiga kali berturut-turut atau Bigetron yang berhasil merebut gelar juara di PMCO Global Open 2019. Terkait hal ini, Chandra menjelaskan mengapa IndoGen memilih untuk menanamkan modal di EVOS.
“EVOS sudah punya atau akan punya jaringan di semua negara utama di Asia Tenggara. Dengan itu, mereka jadi pemain regional yang sangat penting bagi branding, sponsorship, atau pihak-pihak yang mau masuk ke pasar ASEAN,” ujar Chandra. “ASEAN punya total penduduk usia muda yang luar biasa dan GDP-nya terus naik. Selain itu, industri gaming serta hiburan sedang sangat hot sekarang. Semua investor melirik ke sini. Apalagi esports itu pandemic proof. Walau sedang pandemi, traksinya terus naik.”
Sebagai investor lama, Insignia Ventures Partners punya alasan lain mengapa mereka kembali menanamkan modal di EVOS. Melalui email, Yinglan Tan, Founding Managing Partner, Insignia Ventures Partners, menjelaskan bahwa alasan mereka kembali mengucurkan dana untuk EVOS adalah karena organisasi esports itu dapat menempatkan diri sebagai rekan yang tepat bagi merek global, platform, atau game yang ingin menjangkau fans esports di Asia Tenggara.
“Tahun ini, VISA bekerja sama dengan EVOS untuk masuk ke pasar esports di Asia Tenggara. Sementara TikTok dan Lazada juga menjalin kerja sama dengan mereka untuk mendukung pertumbuhan esports di Indonesia,” ujar Yinglan. “Kami melihat EVOS punya potensi yang besar. Dan perusahaan induk EVOS, Attention, akan mendorong pertumbuhan ekosistem esports di Asia Tenggara sehingga para fans, influencer, dan pemangku kepentingan lainnya bisa saling berinteraksi secara online.”
Insignia Siapkan Teknologi, IndoGen Bantu Ekspansi
Venture capital punya peran penting dalam membantu startup tumbuh. Seiring dengan semakin berkembangnya industri game, semakin banyak pula VC yang tertarik untuk menanamkan investasi di perusahaan game. Selain modal, hal lain yang bisa VC berikan pada startup yang mereka dukung adalah koneksi.
Yinglan dari Insignia mengatakan, selain memberikan modal, Insignia juga akan membantu Attention, perusahaan induk EVOS, untuk menemukan talenta serta rekan strategis yang tepat agar mereka bisa mengembangkan bisnis mereka. “Kami juga akan menawarkan keahlian tim internal kami terkait bidang teknologi untuk membantu mereka mengembangkan produk,” ungkapnya.
Sementara itu, Chandra mengungkap, IndoGen akan membantu EVOS untuk menembus pasar esports di Jepang. “Kita sudah ada venture partner Jepang yang akan membantu untuk menghubungkan EVOS ke giant gaming companies di Jepang,” akunya. “Esports sendiri baru dilegalisasi oleh pemerintah Jepang pada awal tahun ini. Jadi, pertumbuhan esports di sana justru lebih lambat dari Indonesia. Hal ini jadi peluang bagus bagi EVOS untuk masuk ke pasar esports di Jepang.”
Ada beberapa cara bagi sebuah organisasi esports untuk masuk ke negara baru. Salah satunya adalah dengan mengakuisisi tim lokal dan melakukan rebranding. Hal ini dilakukan oleh Fnatic ketika mereka mengakuisisi tim PUBG Mobile di India. Ketika ditanya apakah EVOS akan menggunakan strategi ini, Chandra menjawab, “Lebih ke partnership pasti. Jadi, joint venture dulu dengan perusahaan lokal. Nanti, apakah EVOS mau training untuk bentuk tim, bisa dibicarakan kembali. Pastinya, komunitas esports di Jepang, kita yang akan bangun.”
Untuk masalah waktu, Chandra mengungkap, ekspansi EVOS ke Jepang ditargetkan akan direalisasikan pada awal tahun depan. “Baru bisa visit Jepang pada Januari atau Februari. Tapi kita sudah curi start, kita akan buat event dengan Japanese Trade Organization untuk mempromosikan EVOS dan esports di Indonesia. Baru nanti, akan kita atur untuk tur ke Jepang,” katanya. Bentuk kegiatan yang Chandra maksud berupa webinar.
Saat ditanya mengapa IndoGen ingin membantu EVOS menembus pasar Jepang, Chandra mengungkap, “Karena Korea sudah dibantu oleh investor lain, seperti Mirae, KIP, dan Woowa. Kita bantu untuk masuk Jepang. Karena di Asia, pasar gaming pasti kan Jepang, Korea, dan Tiongkok,” ujarnya. Ke depan, tak tertutup kemungkinan IndoGen juga akan membantu EVOS masuk ke pasar esports Tiongkok. Namun, menurut Chandra, pasar Jepang dan Korea Selatan jauh lebih mudah untuk dimasuki. “Karena investor-investor dari sana sudah pada nyari ke sini,” katanya.
Chandra menjelaskan, para investor Jepang dan Korea Selatan sangat berminat dengan pasar esports Indonesia karena dianggap berpotensi besar. Memang, jumlah populasi muda di Indonesia cukup besar. Hal ini kabar baik bagi pelaku esports karena kebanyakan pelaku dan penikmat esports memang datang dari kalangan Milenial dan Gen Z. “Selain itu, sudah banyak perusahaan dari Jepang dan Korea yang menanamkan investasi ke sini dan terbukti sukses. Makanya, kita kebanjiran produk-produk dari mereka,” ujar Chandra sambil tertawa. “Termasuk produk makanan dan pop cultture. Jadi istilahnya, cinta bersambut.”
Chandra memberikan contoh, masyarakat Indonesia sudah terbiasa mengonsumsi pop culture Jepang, seperti manga dan anime. Begitu juga dengan media hiburan Korea Selatan, seperti drama dan K-Pop. “Mereka juga sudah merasa dekat dengan kita. Apapun yang mereka pasarkan, pasti laku di Indonesia. Dan hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di semua negara ASEAN. Fenomena serupa juga terjadi di Singapura, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina,” ungkap Chandra
Potensi Esports di ASEAN
Esports memang digadang-gadang akan menjadi industri yang besar. Namun, saat ini, tidak banyak pelaku industri esports yang sudah mendapatkan untung. Hal ini tidak menghentikan IndoGen — atau VC lain — untuk berinvestasi di organisasi esports.
Ketika ditanya mengapa VC tetap tertarik untuk masuk ke industri esports, Chandra menjawab, “Semua fund pasti investasi karena ingin mendapatkan untung. Kami merasa, esports punya potensi yang bagus karena pertumbuhannya masih panjang. Namun, sebagai VC Indonesia, kami juga bangga dengan EVOS. Mereka juga komunitas yang kuat di Indonesia, jadi kami merasa terpanggil untuk membantu mereka menjadi pemain besar di pasar Asia dan dunia.”
Chandra menjelaskan, hal yang wajar bagi sebuah VC untuk menanamkan investasi di industri yang model bisnisnya masih belum jelas. “Kalau skemanya sudah bagus, ya semua orang akan mau investasi,” ujarnya sambil tertawa. “Sebagai VC, kita harus bisa memprediksi industri mana yang akan bagus. Kita betting early ke sana.” Dia mengungkap, ada tiga hal yang memungkinkan sebuah VC untuk exit dari perusahaan yang mereka investasikan. Pertama, jika mereka menjual saham kepemilikan mereka. Kedua, jika perusahaan yang menerima investasi melakukan penawaran saham perdana (IPO). Terakhir, jika perusahaan penerima investasi diakuisisi atau merger dengan perusahaan lain.
“Kalau EVOS pegang ekosistem esports Asia Tenggara, perusahaan asing pasti juga akan berlomba-lomba untuk merger atau akuisisi,” ungkap Chandra. “Kemungkinan IPO juga selalu terbuka.” Sejauh ini, telah ada dua organisasi esports yang melakukan IPO, yaitu Astralis Group dan Guild Esports — walau keputusan Guild Esports untuk melakukan IPO dipertanyakan komunitas esports.
“Kalau sekarang organisasi esports belum mendapatkan untung, ya sama seperti ketika Ultimate Fighting Championship baru dimulai. Memang pada awalnya, siapa yang mau menonton UFC? Pada tahun 70-an dan 80-an, harga tim-tim NBA juga murah-murah,” jelas Chandra. Baik UFC dan NBA kini terbukti sukses. Esports juga dipercaya akan sukses di masa depan. Alasannya, jumlah penonton esports secara global sudah mencapai ratusan juta orang. Dan angka ini masih akan terus naik.
“Semakin besar komunitas, maka semakin banyak penonton,” ujar Chandra. “Berikutnya, akan ada kontrak dengan stasiun televisi. Dan TV memang sudah paying attention ke esports. Sponsorship itu memang baru akan datang setelah terkenal, tapi datangnya akan seperti tsunami.” Memang, di tengah pandemi, ada beberapa stasiun televisi yang menayangkan kompetisi esports untuk menggantikan pertandingan olahraga yang harus dibatalkan. Misalnya, FOX Sports menayangkan eNASCAR iRacing Pro Invitational Series sementara Eurosport mendapatkan hak siar atas The Race All-Star Series. Di Indonesia, Mobile Legends Professional League Season 5 ditayangkan di RCTI+.
Soal potensi esports di Asia Tenggara, Yinglan mengaku, esports memang tumbuh di kawasan ASEAN selama beberapa tahun belakangan. Pertumbuhan esports secara global menjadi salah satu pendorongnya. Selain itu, semakin populernya mobile-first gaming juga membuat esports menjadi semakin populer di Asia Tenggara. Faktor lain yang membuat esports tumbuh adalah dukungan dari pemerintah di negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.
“Niko menyebutkan, ada 510 juta fans esports di Asia dan 595 juta pemain esports,” ujar Yinglan. Fans esports dikategorikan sebagai orang-orang yang menonton pertandingan esports setidaknya sekali dalam sebulan. “Sementara viewership siaran esports naik sekitar 75-100% di Asia pada tahun lalu. Selain itu, sekitar 50-75% gamer menghabiskan waktu lebih banyak untuk bermain selama pandemi.” Semua ini menjadi bukti dari besarnya potensi esports di ASEAN.
Namun, Yinglan sadar, selama pandemi, pertumbuhan esports tak sebaik subsektor lain dari industri gaming. Pasalnya, pandemi membuat turnamen esports tak bisa diselenggarakan secara offline. Dan hal ini memengaruhi belanja para penonton. Memang, pada tahun ini, Newzoo menurunkan nilai industri esports akibat pandemi. “Meskipun begitu, karena munculnya tantangan-tantangan baru ini, ada potensi besar industri esports akan beralih menggunakan platform online untuk menghubungkan para influencer dengan dengan fans dan memonetisasi kegiatan tersebut,” ucap Yinglan. Kegiatan tersebut bisa berupa kegiatan virtual atau social commerce yang interaktif.
Penutup
Sepanjang 2020, EVOS mungkin “hanya” dapat memenangkan Free Fire Indonesia Masters 2020 dan Arena of Valor Star League. Namun, dari sisi bisnis, mereka berhasil mendapatkan sejumlah rekan kerja sama strategis, seperti Lazada, TikTok, dan tentu saja, VISA. Selain itu, mereka juga berhasil mendapatkan pendanaan seri B. Saya rasa, hal ini adalah “kemenangan” tersendiri untuk EVOS.
Sumber header: ONE Esports