Dark
Light

Total Hadiah Turnamen Esports Saingi Kompetisi Olahraga Tradisional

1 min read
October 2, 2019
Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono

Esports semakin diakui sebagai olahraga. Pada tahun lalu, esports menjadi pertandingan eksibisi dalam Asian Games. Sementara pada tahun ini, esports menjadi cabang olahraga bermedali dalam SEA Games. Indonesia juga mengirimkan tim perwakilan di cabang esports. Salah satunya, Hendry ‘Jothree’ Handisurya yang akan bertanding di cabang Hearthstone. Esports bahkan dijadikan pre-event Olimpiade 2020. Namun, apakah itu berarti esports memang mulai dapat disandingkan dengan olahraga tradisional?

Sebagai industri, esports tumbuh dengan cepat. Pada 2014, industri esports hanya bernilai US$194 juta. Empat tahun kemudian, angka itu naik lebih dari empat kali lipat menjadi US$845 juta. Tahun ini, industri esports diperkirakan akan menembus US$1 miliar untuk pertama kalinya dan industri esports masih diproyeksikan akan tumbuh menjadi US$1,8 miliar pada tahun depan. Satu hal yang harus Anda ingat, esports saat ini hanya berisi fans hardcore. Seseorang mungkin tetap tertarik untuk menonton Piala Dunia meski dia bukan fans sepak bola. Namun, orang-orang yang menonton The International pasti fans Dota 2. Ini menunjukkan, turnamen esports hanya diminati oleh gamers, setidaknya untuk saat ini, menurut laporan Talk Esport.

Selain itu, total hadiah turnamen esports juga tidak kalah dengan hadiah dari turnamen olahraga tradisional. Misalnya, Fortnite World Cup yang menawarkan total hadiah US$30 juta atau The International yang menyediakan total hadiah US$34,3 juta. Kyle “Bugha” Giersdorf, pemuda 16 tahun yang memenangkan kategori solo di Fortnite World Cup berhasil membawa pulang US$3 juta. Sementara tim OG yang memenangkan The International tahun ini membawa pulang US$15,6 juta. Itu artinya, setiap pemain OG membawa pulang lebih dari US$3,1 juta. Sebagai perbandingan, Tiger Woods “hanya” membawa pulang US$2,07 juta ketika memenangkan 2019 Masters. Sementara pemenang kategori single di Wimbledon, Novak Djokovic dan Simona Halep, masing-masing mendapatkan US$2,9 juta.

Tim PSG.LGD | Sumber: Talk Esport
Tim PSG.LGD | Sumber: Talk Esport

Menariknya, ini tidak serta merta membuat tim olahraga tradisional menganggap esports sebagai musuh atau pesaing. Sebaliknya, tidak sedikit klub sepak bola Eropa yang justru menggandeng tim esports untuk bekerja sama. Manchester City adalah salah satunya. Pada akhir September lalu, klub Inggris itu mengumumkan kerja samanya dengan FaZe Clan. Dalam kerja sama ini, FaZe dan City akan membuat konten bersama. Selain itu, mereka juga akan mengadakan acara jumpa fans dan membuat produk co-branded bersama. Beberapa klub sepak bola lain yang juga menggandeng tim esports antara lain PSG, West Ham, AS Roma, FC Schalke, dan Ajax. Kerja sama dengan tim esports mungkin membuat sebagian para fans bingung, tapi manajemen klub sepak bola percaya, ini akan membantu mereka untuk mendapatkan eksposur di kalangan gamers.

Dari segi pendapatan dan total hadiah turnamen, esports kini memang mulai menyaingi olahraga tradisional. Namun, untuk saat ini, olahraga tradisional masih lebih populer. Tidak tertutup kemungkinan, hal ini akan berubah di masa depan. Menurut laporan Kepios, esports dan game populer di generasi pada rentang umur 16 sampai 24 tahun. Di rentang umur itu, jumlah orang yang tertarik menonton turnamen esports sedikit lebih tinggi dari jumlah orang yang tertarik dengan olahraga tradisional.

PBNC PBIC 2019
Previous Story

Grand Final PBNC & PBIC 2019 Dimeriahkan JKT48 serta Segudang Hiburan Lain

Ideafest 2019
Next Story

IdeaFest 2019 Suguhkan Topik yang Lebih Luas, Termasuk tentang Wellness, Brand Journey, hingga Komunitas Hype

Latest from Blog

Don't Miss

Valve Buat Regulasi Baru di CS:GO, Apa Dampaknya ke Ekosistem Esports?

Selama bertahun-tahun, Valve jarang turun tangan untuk menentukan arah perkembangan

Peran Mobile Esports Dalam Pertumbuhan Industri Esports Global

Beberapa tahun belakangan, industri esports memang tumbuh pesat. Setiap tahun,