10 Perusahaan yang Sibuk Kembangkan Chatbot AI Pesaing ChatGPT

Mulai dari Microsoft, Google, sampai sejumlah startup yang kurang begitu dikenal, masing-masing tidak mau ketinggalan momentum tren chatbot AI yang dipopulerkan ChatGPT

Peluncuran ChatGPT pada November tahun lalu memantik hype seputar teknologi artificial intelligence (AI) selama beberapa bulan terakhir. Chatbot AI besutan OpenAI tersebut berhasil menggaet jutaan pengguna dalam kurun waktu yang relatif singkat, dan sejak itu AI pun terus menjadi sorotan publik, terutama berkat kemampuannya yang di luar ekspektasi.

Melihat popularitas ChatGPT sekaligus tren AI yang meledak, raksasa-raksasa teknologi pun tidak mau tinggal diam. Mulai dari Microsoft, Google, sampai sejumlah startup yang masih baru, masing-masing sibuk mengembangkan chatbot AI-nya sendiri yang tidak kalah cerdas dibanding ChatGPT.

Berdasarkan laporan The Verge, saat ini sudah ada beberapa perusahaan dan chatbot AI yang siap menjadi pesaing ChatGPT besutan OpenAI. Berikut daftar lengkap perusahaan yang terlibat dalam 'Perang AI'.

1. Microsoft

Microsoft memperkenalkan chatbot AI-nya melalui peluncuran versi baru mesin pencari Bing. Ya, ketimbang membuat sebuah layanan terpisah, Microsoft memilih untuk mengintegrasikannya langsung ke Bing sekaligus browser Edge.

Satu hal yang menarik adalah, Microsoft memanfaatkan language model GPT-4 — yang menjadi otak di balik ChatGPT — untuk menjadikan chatbot Bing lebih kapabel lagi. Microsoft memang merupakan salah satu investor terbesar OpenAI, dan kedua perusahaan pun belum lama ini juga sudah memperpanjang kemitraan strategisnya.

Respons publik terhadap chatbot Bing ini bisa dikatakan cukup terpolarisasi. Di satu sisi, banyak yang terkagum dengan kemampuannya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang cukup kompleks. Di sisi lain, chatbot Bing rupanya punya cukup banyak celah yang dapat dieksploitasi sehingga perilakunya jadi berubah drastis dari apa yang sejatinya diinginkan oleh tim pengembangnya.

Terlepas dari itu, sejauh ini chatbot Bing adalah salah satu alternatif terdekat ChatGPT yang sudah bisa diakses oleh publik. Microsoft pun terus menghadirkan sejumlah pembaruan ke chatbot Bing, seperti salah satunya kemampuan menggambar ala generative AI.

Di luar Bing, Microsoft juga aktif menyelipkan AI ke berbagai produknya. Yang terbaru, mereka menghadirkan integrasi GPT-4 ke layanan Microsoft 365 untuk membantu pengguna dalam kegiatan produktivitas.

2. Google

Saat ChatGPT pertama diluncurkan tahun lalu, banyak yang melihat potensi chatbot AI untuk menjadi pengganti dari search engine. Hal ini jelas membuat Google kebakaran jenggot, dan mereka pun bergerak cepat dengan mengumumkan chatbot AI bernama Bard pada awal Februari kemarin.

Bard dibuat dengan memanfaatkan large language model bikinan Google sendiri, LaMDA. Secara kemampuan, Bard unggul dalam hal matematika sekaligus memberikan informasi yang sifatnya lokal secara akurat. Namun tentu saja ia tidak luput dari kekurangan, dan sama halnya seperti ChatGPT, Bard juga memiliki kecenderungan untuk mengarang jawaban alias berhalusinasi.

Sayangnya belum banyak yang bisa kita ketahui mengenai Bard, sebab Google hingga kini baru membatasi aksesnya ke sejumlah pengguna saja. Seperti halnya Microsoft, Google belum lama ini juga menghadirkan integrasi AI di layanan produktivitasnya, namun lagi-lagi aksesnya pun masih sangat terbatas.

3. Meta

Demam metaverse sudah mulai surut, induk perusahaan Facebook dan Instagram ini pun kini menarget AI sebagai fokus terbarunya. Sejauh ini, Meta sudah menelurkan sejumlah proyek AI, meski kebanyakan lebih dimaksudkan untuk keperluan riset.

Salah satu proyek pertama mereka adalah Galactica, sebuah language model yang dirancang secara spesifik untuk membantu meringankan pekerjaan para ilmuwan dan periset, menyuguhkan ringkasan jurnal akademik maupun menjawab soal-soal matematika kompleks ketika dibutuhkan.

Meta mengklaim Galactica telah dilatih dengan lebih dari 48 juta jurnal, buku teks, dan berbagai sumber pengetahuan ilmiah lainnya. Namun sayangnya, kinerja Galactica di dunia nyata tidak sebaik yang dibayangkan, dan Meta pun langsung menutup aksesnya hanya tiga hari setelah meluncurkannya.

Meta juga memiliki proyek AI lain bernama BlenderBot 3. Sayangnya, proyek ini juga bisa dikatakan kurang begitu berhasil karena kinerjanya jauh di bawah GPT-3, yang merupakan versi lama language model bikinan OpenAI sebelum akhirnya dikembangkan menjadi ChatGPT.

Namun Meta menolak untuk menyerah, dan pada akhir Februari kemarin, mereka meluncurkan LLaMA, sebuah language model yang didesain untuk membantu komunitas periset AI yang tidak memiliki akses ke infrastruktur berskala besar. Baru-baru ini, tim peneliti Stanford membuktikan bahwa dengan modifikasi lebih lanjut, LLaMA pun bisa dibuat menjadi sepintar ChatGPT.

Ke depannya, kita pasti akan melihat lebih banyak inisiatif berbasis AI dari Meta, termasuk yang diintegrasikan ke sejumlah produk untuk konsumennya.

4. Anthropic

Anthropic adalah perusahaan riset AI yang didirikan di tahun 2021 oleh eks karyawan OpenAI. Dari sini saja kita tidak perlu heran kalau produk pertamanya adalah sebuah chatbot AI yang siap bersaing langsung dengan ChatGPT. Anthropic menamainya Claude, dan chatbot tersebut sekarang sedang diuji secara terbatas.

Keunikan Claude terletak pada metode pengembangannya, yang oleh Anthropic disebut dengan istilah "Constitutional AI". Dari kacamata yang paling sederhana, metode ini dirancang agar Claude bisa dilatih hingga menjadi AI yang tidak berbahaya tanpa perlu mengandalkan umpan balik dari manusia.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan platform data AI Scale, Claude disebut punya potensi besar untuk menjadi penantang serius ChatGPT, meski ia pun masih tidak luput dari sejumlah kekurangan. Menariknya, Claude juga disebut lebih teguh pendirian, terutama ketika diminta untuk merespons permintaan yang kurang pantas.

5. You.com

Didirikan oleh mantan karyawan Salesforce, You.com melabeli dirinya sebagai "mesin pencari yang Anda kendalikan". Sepintas ia memang kelihatan seperti search engine konvensional, namun ternyata pengembangnya turut menyematkan chatbot AI seperti yang terdapat pada versi anyar Bing.

Dinamai YouChat, chatbot ini punya cara kerja yang cukup mirip dengan chatbot Bing. Ia dapat menjawab pertanyaan dengan menarik informasi dari berbagai sumber di internet, membuat ringkasan artikel, menuliskan kode pemrograman, menulis makalah, dan masih banyak lagi.

Juga mirip adalah kemampuan YouChat untuk menyulap deskripsi teks yang pengguna cantumkan menjadi sebuah gambar. Untuk mewujudkannya, You.com menyematkan beberapa generative AI sekaligus, termasuk halnya Stable Diffusion 1.5, Stable Diffusion 2.1, dan Open Journey.

6. Alibaba

Raksasa e-commerce Tiongkok ini juga tidak mau ketinggalan momentum dalam tren chatbot AI. Februari lalu, CNBC melaporkan bahwa Alibaba tengah menguji chatbot AI versinya sendiri secara internal. Dan yang lebih mengejutkan, Alibaba rupanya disebut sudah bereksperimen dengan generative AI sejak 2017. Sayangnya sejauh ini belum banyak yang diketahui soal proyek AI Alibaba tersebut.

Problemnya adalah kebijakan sensor internet yang sangat ketat yang diberlakukan oleh pemerintah Tiongkok. Laporan dari Nikkei mengatakan bahwa pemerintah Tiongkok telah menginstruksikan Tencent dan Ant Group (anak perusahaan Alibaba) untuk membatasi akses chatbot AI-nya. Alasannya, pemerintah khawatir chatbot AI ini bisa memberikan akses ke konten yang dilarang.

7. Baidu

Raksasa teknologi Tiongkok lain yang juga terlibat dalam Perang AI adalah Baidu. Baru-baru ini, Baidu memamerkan chatbot AI-nya yang bernama Ernie, yang rupanya sudah dikembangkan sejak tahun 2019 dan dilatih secara intensif menggunakan data yang masif.

Sayangnya, lagi-lagi kebijakan sensor internet Tiongkok menjadi kendala, dan bukannya disingkap ke publik, Ernie justru baru didemonstrasikan di hadapan mitra-mitra perusahaan Baidu saja. Hasil pengujian yang dilakukan Washington Post juga menunjukkan bahwa Ernie akan selalu menghindar ketika ditanya mengenai hal-hal yang bersinggungan dengan kondisi politik Tiongkok, mengindikasikan keputusan Baidu untuk main aman di hadapan pemerintahnya.

8. Snapchat

Kalau ChatGPT bisa dibuat menjadi layanan berlangganan, kenapa media sosial yang sudah punya layanan berlangganan tidak bisa membuat chatbot AI-nya sendiri? Mungkin seperti itu pemikiran Snap Inc. ketika memperkenalkan chatbot AI Snapchat belum lama ini.

Snap menjulukinya "My AI", dan ini dikarenakan pengguna didorong untuk memberinya nama sendiri. My AI ibaratnya merupakan ChatGPT mini yang hidup di dalam aplikasi Snapchat. Pengguna dapat memintanya untuk membuatkan rekomendasi resep masakan, merencanakan liburan saat long weekend, ataupun menuliskan haiku.

Secara keseluruhan, kapabilitas My AI lebih terbatas dibanding ChatGPT, sebab ia telah dilatih agar tidak melanggar kebijakan privasi Snapchat. Untuk sekarang, My AI baru bisa diakses oleh pengguna yang berlangganan layanan Snapchat Plus. Pun begitu, Snap sudah punya rencana untuk memperluas aksesnya ke semua pengguna Snapchat.

9. Character.AI

Character.AI adalah chatbot AI unik yang dibangun menggunakan language model LaMDA ciptaan Google. Saat berkunjung ke situsnya, Anda bisa memilih untuk berbincang dengan berbagai chatbot yang didesain untuk menirukan gaya bicara sejumlah sosok terkenal, mulai dari orang betulan seperti Elon Musk dan Mark Zuckerberg, sampai karakter fiktif macam Tony Stark.

Fungsi Character.AI tentu tidak lebih dari sekadar lucu-lucuan. Pun demikian, ada pula sejumlah karakter di Character.AI yang dirancang untuk menirukan profesi-profesi seperti psikolog, instruktur fitness, maupun otaku kelas hardcore.

10. NetEase

Terakhir, ada perusahaan game asal Tiongkok NetEase yang juga punya rencana besar seputar AI. Berdasarkan laporan dari analis Niko Partners, NetEase berniat menyematkan tool ala ChatGPT ke salah satu game MMO-nya yang berjudul Justice Online Mobile.

Kabarnya, kehadiran tool ini bakal memungkinkan pemain untuk bercakap-cakap dengan NPC (non-playable character) dan mendapatkan reaksi yang unik dari mereka. Contohnya, pemain bisa bilang ke seorang karakter bahwa rumahnya sedang kebakaran, dan karakter tersebut bakal bergegas pulang. Selain teks, input-nya juga bisa berupa suara.

NetEase sejauh ini hanya punya satu demo saja, sehingga belum ada yang bisa memastikan apakah tool AI ini bakal benar-benar dibawa ke versi final game-nya.

Gambar header: Choong Deng Xiang via Unsplash.