Pesatnya perkembangan teknologi AI didukung oleh proyek riset terbuka yang dilakukan oleh banyak perusahaan. Salah satu contohnya adalah Meta, yang pada Februari lalu merilis language model bernama LLaMA untuk membantu komunitas periset AI yang tidak memiliki akses ke infrastruktur berskala besar. Tujuan tersebut sepertinya telah tercapai, sebab belum lama ini para periset di Stanford University berhasil menyulapnya menjadi rival ChatGPT dengan bujet yang sangat minimal.
Dilaporkan oleh New Atlas, tim periset dari Center for Research and Foundation Models (CRFM) di Stanford telah berhasil menciptakan pesaing ChatGPT dengan modal kurang dari $600. Dijuluki Alpaca, proyek ini direalisasikan dengan melatih LLaMA 7B, language model paling sederhana dan paling murah besutan Meta tadi.
LLaMA 7B sendiri sebenarnya sudah dilatih oleh Meta dengan 1 triliun token, akan tetapi kapabilitasnya jelas jauh di bawah ChatGPT yang telah menjalani beragam fase pelatihan lebih jauh. Untuk itu, tim dari Stanford mencoba melatih LLaMA 7B lebih jauh dengan sederet input dan output, yang prosesnya diautomasi menggunakan API dari OpenAI.
Tahap pelatihan tersebut menghasilkan sekitar 52.000 sampel percakapan, dengan ongkos tidak lebih dari $500. Data tersebut kemudian dipakai untuk proses finetuning menggunakan 8 GPU superkomputer, yang biayanya diperkirakan tidak lebih dari $100. Dari situ, Alpaca pun resmi lahir, dan berdasarkan pengujian internal yang dilakukan, kinerjanya rupanya tidak kalah dibanding ChatGPT.
Namun sama seperti ChatGPT, Alpaca juga tidak luput dari sejumlah kekurangan, utamanya kecenderungan untuk menyampaikan tanggapan yang salah sebagai fakta, alias berhalusinasi. Respons yang cenderung ofensif juga umum dijumpai dalam percakapan bersama Alpaca, dan itulah mengapa timnya memutuskan untuk menarik versi demo-nya tidak lama setelah merilisnya ke publik.
Kecenderungan AI untuk berhalusinasi ini juga yang menjadi fokus OpenAI dalam menyempurnakan ChatGPT. Saat merilis GPT-4 pekan lalu, OpenAI mengklaim bahwa versi barunya itu punya kecenderungan 40% lebih tinggi untuk memberikan tanggapan yang faktual. CEO OpenAI, Sam Altman, belum lama ini juga menyampaikan kekhawatirannya akan sistem AI mirip ChatGPT yang dirancang tanpa adanya protokol keamanan yang mencukupi.
Singkat cerita, membuat sistem AI ala ChatGPT yang cerdas itu sebenarnya bukan pekerjaan yang sulit ataupun mahal, dan itu sudah dibuktikan sendiri oleh tim periset Stanford lewat Alpaca. Yang sulit adalah memastikan bahwa AI tersebut aman untuk digunakan oleh publik secara luas.
Gambar header: Freepik.