Di Balik Rencana Besar EA Suguhkan Konten ke Pasar Mainstream

EA merasa, saat ini, konten esports hanya bisa dinikmati oleh para gamer.

Pada 2020, jumlah penonton esports diperkirakan hampir mencapai 500 juta orang. Memang, dalam beberapa tahun belakangan, industri esports telah berkembang pesat. Tidak jarang, esports dibandingkan dengan olahraga tradisional, seperti sepak bola atau basket. Hanya saja, ada satu perbedaan besar antara esports dan olahraga konvensional. Anda harus mengerti game yang diadu untuk bisa menikmati konten esports.

Misalnya, League of Legends. Game MOBA buatan Riot Games itu merupakan salah satu game esports paling populer di dunia. Meskipun begitu, tidak semua orang mengerti game tersebut. Di Indonesia, League of Legends bahkan kalah populer dari Dota 2. Jika konten esports hanya bisa dinikmati oleh pemain game-nya yang diadu, hal itu berarti, potensi pasar fans esports akan terbatas pada jumlah keseluruhan pemainnya.

Menyadari hal ini, Electronic Arts ingin membuat esports menjadi lebih mainstream.

EA Ingin Esports Bisa Ditonton Semua Orang

"Visi kami adalah untuk membuat esports menjadi hiburan yang mainstream," kata Todd Sitrin, ‎Senior Vice President and General Manager, Competitive Gaming Division, EA, seperti dikutip dari Protocol. Lebih lanjut dia menjelaskan definisi "mainstream", yaitu ketika konten esports bisa dinikmati oleh semua orang, termasuk orang-orang yang tidak memainkan game esports. Dia membandingkan konten esports dengan reality show, The Great British Bake-Off. "Saya tidak suka memasak, tapi saya menonton The Great British Bake-Off karena acara itu memang seru," ujarnya.

EA punya game-game berdasar pada olahraga konvensional.

Visi EA untuk membuat konten esports bisa ditonton non-gamer sejalan dengan portofolio game yang mereka miliki. Selama ini, EA telah meluncurkan berbagai franchise game yang didasarkan pada olahraga konvensional, seperti FIFA untuk sepak bola atau Madden untuk american football. Selain itu, EA juga menyelenggarakan berbagai kompetisi esports dari game-game mereka, seperti FIFA Global Series.

Sitrin menjelaskan, target penonton utama mereka untuk kompetisi esports FIFA adalah para core gamer dari game sepak bola tersebut. Target audiens mereka berikutnya adalah para pemain game FIFA, yang mencapai 100 juta orang. Setelah itu, EA lalu akan menargetkan para fans sepak bola. Sitrin merasa, fans sepak bola adalah penonton potensial untuk konten esports FIFA. Jika dibandingkan dengan jumlah fans esports, jumlah penggemar sepak bola jauh lebih banyak, mencapai 4 miliar orang.

"Selama 20 tahun terakhir, konten esports disajikan dengan cara yang sama," kaat Sitrin. "Dua orang akan menjadi komentator. Salah satunya akan memberikan penjelasan tentang apa yang sedang terjadi, sementara seorang lainnya akan memberikan analisanya." EA merasa, cara penyajian konten seperti ini sama seperti model presentasi dari kompetisi olahraga tradisional. Dan mereka menganggap, sudah waktunya model ini berubah.

 

Konten Esports yang EA Buat

Salah satu contoh kompetisi esports dari EA adalah FIFA eWorld Cup. Sama seperti kebanyakan kompetisi esports lainnya, FIFA eWorld Cup fokus untuk mengadu para gamer profesional terbaik dunia. Namun, ke depan, EA juga ingin menonjolkan elemen hiburan dari konten esports. Tujuannya agar semua orang bisa menikmati konten esports,

Salah satu contoh konten esports buatan EA yang fokus pada elemen hiburan dan bukannya kompetisi adalah Derwin James vs. The World. Seri tersebut menampilkan pertandingan antara Derwin James, pemain liga american football NFL dengan berbagai selebriti di game Madden. Konten seperti ini bisa menarik para non-gamer yang merupakan fans Derwin James atau selebriti yang diundang. Salah satu harapan EA membuat konten yang fokus pada elemen hiburan adalah untuk mendapatkan pemasukan via sponsorship atau menjual hak siar dari konten mereka. Pada saat yang sama, mereka juga ingin menarik para penonton untuk memainkan game mereka.

Derwin James vs. The World mengadu pemain profesional NFL melawan para selebritas.

"Kami mengakuisisi penonton baru melalui konten yang fokus pada sisi hiburan," ujar Sitrin. "Misalnya, seseorang menjadi tertarik menonton karena dia adalah fan dari selebriti yang kami undang. Kemudian, kami akan menunjukkan pada para penonton bahwa para atlet profesional pun ikut terjun di esports. Rencana kami adalah untuk membuat orang-orang yang awalnya tidak tertarik menonton menjadi penonton, lalu kami akan membuat para penonton menjadi seorang penggemar."

Selain Derwin James vs. The World, EA juga membuat reality show dari The Sims. Dalam reality show berjudul The Spark'd itu, ada 12 peserta yang bertanding untuk menyelesaikan berbagai tantangan desain dalam The Sims. Hadiah yang ditawarkan dalam The Spark'd mencapai US$100 ribu.

"The Spark'd adalah contoh sempurna dari strategi kami untuk menampilkan konten esports yang menonjolkan aspek hiburan," jelaa Sitrin. Dia membanggakan, The Spark'd lebih inklusif dari kebanyakan kompetisi esports. "Hampir 90% dari peserta The Spark'd adalah perempuan. Jumlah peserta perempuan di sini jauh lebih banyak dari kompetisi-kompetisi esports lain."

The Spark'd adalah salah satu contoh konten esports EA yang fokus pada hiburan.

Keputusan EA untuk mengakuisisi Codemasters juga sejalan dengan strategi esports mereka. Selama ini, Codemasters dikenal sebagai developer dari berbagai franchise game balapan, mulai dari DiRT, GRID, sampai F1. Mengingat proses akuisisi Codemasters oleh EA telah selesai, di masa depan, EA akan bisa mengadakan kompetisi esports balapan berdasarkan game balapan buatan Codemasters. Kabar baiknya, ekosistem esports balapan tumbuh pesat pada tahun lalu dan diperkirakan masih akan berkembang pada tahun ini.

Secara teori, rencana EA untuk membuat esports bisa ditonton lebih banyak orang memang bagus. Namun, pekerjaan rumah mereka masih banyak. Pasalnya, jumlah penonton dari kompetisi esports yang mereka adakan masih relatif sedikit.

FIFA 21 Challenge -- yang memasangkan pesepak bola terbaik dunia dengan pemain esports FIFA profesional -- merupakan kompetisi esports EA terpopuler sepanjang sejarah. Jumlah Average Minute Audience (AMA) dari kompetisi itu mencapai 254 ribu orang. Hanya saja, angka itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan jumlah penonton babak final dari League of Legends World Championship Final, yang mencapai 23 juta orang.