Sesuai namanya, fungsi utama dari game engine adalah untuk membuat game. Meskipun begitu, sekarang, beberapa game engine juga bisa digunakan untuk kepentingan lain, seperti dalam pembuatan film. Contohnya, game engine Unity tidak hanya digunakan oleh kreator Pokemon Go, Niantic Games dan Tencent, tapi juga oleh BMW, sutradara film Jon Favreau, dan juga perusahaan konstruksi, Skanska. Padahal, pada awal sejarahnya, game engine itu dibuat hanya untuk kalangan developer game yang menggunakan Mac.
Awal Berdirinya Unity
Unity didirikan di Copenhagen, Denmark, oleh tiga orang, yaitu Nicholas Francis, Joachim Ante, dan David Helgason. Sejarah perusahaan ini berawal dari forum OpenGL yang diadakan pada Mei 2002. Di sana, Francis membuat pengumuman bahwa dia sedang mencari rekan kerja sama untuk membuat shader-compiler open source bagi developer game yang menggunakan Mac. Salah satu orang yang menjawab panggilan Francis adalah Ante, yang saat itu masih menjadi siswa SMA di Berlin, Jerman.
Dalam kerja sama tersebut, Francis fokus pada elemen grafik dan gameplay dan Ante melengkapinya dengan membuat arsitektur back-end yang intuitif. Saat itu, sebenarnya, Ante juga sedang mengembangkan game dengan tim lain. Tapi, karena pengembangan game itu tersendat, dia pun memutuskan untuk berkolaborasi dengan Francis. Walau sudah bekerja sama, baik baik Francis maupun Ante juga tetap mengerjakan proyek game engine mereka masing-masing. Namun, setelah mereka bertemu langsung, mereka memutuskan untuk menggabungkan game engine yang sedang mereka buat.
Dalam proses untuk menyatukan kode dari masing-masing game engine mereka, Francis dan Ante tinggal di apartemen Helgason selama beberapa hari. Helgason sendiri sedang ada di luar kota. Francis dan Ante memang ingin membuat studio game. Tapi, mereka juga ingin membuat teknologi yang lisensinya bisa dijual.
Sementara itu, Helgason dan Francis sudah saling kenal dan bekerja sama sejak mereka masih SMA. Keduanya juga telah membuat berbagai proyek pengembangan situs. Mereka bahkan sempat mencoba untuk membuat film. Namun, Helgason memutuskan untuk keluar dari University of Copenhagen ketika dia bekerja sambilan sebagai developer. Dia pun menawarkan bantuan pada Francis dan Ante, walau hanya sebisanya. Beberapa bulan kemudian, dia memutuskan untuk fokus membantu Francis dan Ante. Dia bahkan menjual sahamnya di perusahaan pengembangan web.
Menurut Ante, dari mereka bertiga, Helgason adalah orang yang paling supel. Tak hanya itu, dia juga relatif lebih fokus pada sisi bisnis dari proyek mereka. Karena itulah, setelah mereka gagal dalam menemukan orang yang tepat untuk menjadi CEO, posisi itu pun diberikan pada Helgason. Menariknya, Helgason baru mendapatkan saham di perusahaan dua tahun kemudian.
Pada awalnya, Francis, Ante, dan Helgason mencoba untuk membuat prototipe game engine dari berbagai ide. Karena itulah, prototipe yang mereka buat bisa digunakan untuk berbagai hal. Kemudian, ketiganya pun fokus untuk memonetisasi game engine mereka. Untuk itu, mereka sadar bahwa mereka harus membuat game populer yang bisa menunjukkan kemampuan game engine yang mereka buat.
Saat itu, salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh developer game indie adalah mereka harus membuat engine baru setiap kali mereka punya ide game baru. Jika mereka bisa menggunakan satu engine untuk banyak game, mereka akan bisa memangkas waktu pembuatan game dan akhirnya, membuat lebih banyak game.
Selama tiga tahun setelah mereka memutuskan untuk membuat game engine, Francis, Ante, dan Helgason bertahan hidup menggunakan uang dari tabungan mereka, investasi sebesar EUR25 ribu dari ayah Ante, dan gaji Helgason yang bekerja paruh waktu di cafe. Pada 2004, akhirnya mereka membuat perusahaan untuk menaungi proyek mereka. Perusahaan itu dinamai Over The Edge Entertainment. Dan satu tahun kemudian, pada 2005, mereka merilis game pertama mereka, yang berjudul GooBall.
Ante mengatakan, GooBall adalah game yang “terlalu sulit untuk dimainkan”. Alhasil, game tersebut kurang diminati. Dan ketiga pendiri pun sadar, mereka tampaknya lebih berbakat dalam membuat tools untuk membuat game daripada membuat game komersil. Mereka pun memutuskan untuk membuat game engine bagi komunitas developer game berbasis Mac, yang jumlahnya tidak banyak. Game engine tersebut dinamai Unity, untuk menunjukkan kemampuannya dalam membuat game cross-platform.
Peluncuran Unity
Secara garis besar, sejarahnya sebagai perusahaan bisa terbagi ke dalam lima tahap. Di setiap tahap, perusahaan mengambil keputusan bisnis yang memperbesar jangkauan konsumen mereka. Dan setiap keputusan tersebut punya satu kesamaan: mereka fokus pada segmen pelanggan niche yang sering tidak dianggap oleh game engine lain. Faktor kunci lain di balik kesuksesannya adalah karena mereka menyadari betapa pentingnya fitur untuk melakukan export game dari satu platform ke platform lain.
Tahap pertama dimulai dengan peluncuran Unity. Di Juni 2005, tiga pendiri tadi memperkenalkan game engine mereka di hadapan komunitas developer Mac dalam WWDC State of the Union. Ante menyebutkan, mereka bisa mendemonstrasikan kemampuan dari game engine mereka dengan baik. Namun, mereka hanya mendapatkan satu pelanggan, yang membayar lisensi sebesar US$200.
Unity 1.0 tidak punya banyak fitur. Tak hanya itu, di awal sejarahnya, game engine tersebut hanya bisa digunakan untuk membuat game di Mac OS X. Satu tahun kemudian, game engine itu mendapatkan update, memungkinkannya untuk melakukan export game ke Windows atau ke PC sebagai web-based game. Mengingat popularitas game kasual tengah memuncak saat itu, keputusan tersebut adalah keputusan yang tepat. Apalagi, karena developer game berbasis Mac memang tidak punya banyak opsi dalam memilih game engine.
Satu hal yang membedakan Unity dengan game engine lain adalah workflows-nya. Kebanyakan editor untuk game engine dibuat setelah engine itu selesai. Dalam kasus Unity, yang terjadi adalah sebaliknya. Ketiga pendiri tadi membuat bagian editor terlebih dulu, sebelum mereka menyesuaikan kode pada game engine itu. Workflow memudahkan developer dalam membuat berbagai proyek. Selain itu, Unity juga memudahkan developer untuk melakukan import aset, termasuk aset visual dan audio.
Helgason mengatakan, tujuan para pendiri adalah untuk “mendemokratisasi proses pengembangan game“. Karena itu, daripada membuat game engine yang ditujukan untuk studio-studio game besar — yang biasanya ingin rendering grafik dan performa sistem yang maksimal — Unity fokus untuk memenuhi kebutuhan para developer game indie. Salah satunya, memudahkan developer untuk membeli lisensinya.
Sebelum kemunculan Unity, ketika developer game ingin membeli lisensi dari game engine, mereka harus menelpon kreator dari game engine tersebut. Setelah itu, sang developer harus menjelaskan proyek yang hendak mereka buat dan membayar lisensi untuk menggunakan game engine yang mereka mau. Mereka menggunakan pendekatan lain. Mereka tidak hanya menawarkan pembelian lisensi melalui situs, mereka bahkan menyediakan masa uji coba gratis.
Helgason mengatakan, model bisnis yang mereka gunakan adalah “cheapium“. Artinya, mereka menawarkan harga lisensi sebesar US$200 untuk para hobbyist, tapi menjual lisensi seharga US$1,5 ribu untuk para profesional.
Unity 2.0
Dirilis pada Oktober 2007, Unity 2.0 menawarkan fitur-fitur penting yang ada dalam kebanyakan game engine lain, seperti terrain engine, character rendering, dynamic shadows, directional lights, dan lain sebagainya. Dengan peluncuran versi terbaru ini, game engine ini berhasil meningkatkan pangsa pasar mereka kalangan developers Mac. Ante mengatakan, hal ini tidak aneh, mengingat Unity adalah satu-satunya game engine untuk pengguna Mac.
Akhirnya, tiga pendiri pun bisa mempekerjakan staf baru, walau keuangan mereka saat itu juga masih pas-pasan. Di tahun yang sama, pada 2007, mereka juga mengganti nama perusahaan, menjadi Unity, sama seperti nama dari game engine yang mereka buat.
Mengingat pelanggan utama mereka adalah developer indie, game engine itu dibuat sedemikian rupa agar ia tetap bisa beroperasi bahkan di perangkat dengan daya komputasi yang terbatas. Pasalnya, tiga pendirinya ingin agar game-game yang dibuat bisa dimainkan di perangkat dengan spesifikasi kentang sekali pun.
Di 2007, Unity pun sudah memiliki fitur porting untuk Nintendo Wii, platform terbaru yang disokong oleh game engine tersebut. Namun, karena Wii hanya memiliki RAM 88MB, tidak banyak developer yang tertarik membuat game Wii, walau konsol buatan Nintendo itu laris manis. Tapi, dengan ini, mereka mendapatkan pengalaman tentang cara membuat game engine untuk game yang akan dimainkan di perangkat berukuran kecil.
Munculnya Mobile Game
Dalam sejarahnya, semangat mereka menjadi berkobar ketika iPhone diluncurkan di 2007. Karena, sejak awal, ketiga pendiri memang sudah menjadi fans Apple dan menargetkan developer Mac dengan game engine mereka. Dan saat diluncurkan pun, iPhone cukup terbuka dengan aplikasi buatan developer pihak ketiga. Masalahnya, iPhone pertama memiliki ukuran yang sangat kecil dan belum dilengkapi dengan App Store. Kabar baiknya, iPhone generasi ke-2, yang dirilis pada Juni 2008, tidak hanya sudah memiliki power layaknya Wii, tapi juga sudah punya App Store. Jadi, tidak lama kemudian, Unity pun memperkenalkan fitur export ke iOS.
Awalnya, tidak banyak developer game yang tertarik untuk membuat game iOS. Pasalnya, spesifikasi smartphone itu jauh lebih payah jika dibandingkan dengan konsol atau PC. Alhasil, para kreator game engine pun tidak melirik iOS. Bahkan, ketika jumlah penjualan iPhone sudah menembus 1 juta unit dan kemudian, 10 juta unit, berbagai game engine populer tidak terlalu mempedulikan pasar mobile game.
Pihak yang berbondong-bondong untuk membuat mobile game adalah developer indie. Mereka bahkan membanjiri App Store dengan game-game yang mereka buat menggunakan Unity. Helgason mengatakan, dia tidak menyangka, keberadaan App Store akan mendorong pertumbuhan pengguna mereka. Faktanya, ketika Unity merilis porting untuk iOS, dia merasa, mereka telah terlambat.
Namun, mereka berhasil masuk ke pasar mobile game sebelum ia berkembang pesat. Lima tahun setelah iPhone pertama diluncurkan, pada 2012, pasar mobile game memberikan kontribusi sebesar 18% dari total pemasukan industri game di dunia. Angka ini naik menjadi 51% pada 2018. Pada Maret 2010, Unity merilis versi 3.0. Versi terbaru ini dapat melakukan export game ke Android. Dengan begitu, pangsa pasar mereka di mobile game terus bertambah.
Ekspansi ke Windows
Kebanyakan developer game menggunakan PC berbasis Windows. Tapi, lain halnya dengan developer mobile game. Kebanyakan dari mereka justru menggunakan Macs demi bisa memanfaatkan Unity. Pada 2009, perusahaan mereka pun mengambil langkah penting lain dalam sejarah perusahaan, yaitu merilis Windows runtime di Game Developers Conference pada 2009. Dengan ini, developer yang menggunakan Windows pun bisa membuat game dengan Unity.
Ante, yang menjabat sebagai Chief Technology Officer Unity, mengatakan, timnya harus membuat ulang sebagian besar editor dari game engine agar bisa digunakan di Windows. Tugas itu tidak mudah. Tapi, dengan itu, jumlah pengguna mereka meningkat pesat. Unity pun mulai mencari dana investasi dari pihak ketiga. Mereka mendapatkan investasi Seri A sebesar US$5,5 juta dari Sequoia Capital. Ketika itu, perusahaan hanya memiliki sekitar 25-30 karyawan. Dengan kucuran dana tersebut, mereka memutuskan untuk membuka kantor baru di San Francisco, Amerika Serikat dan menambah tim mereka.
Helgason mengenal tim Sequoia dari pendiri VMWare, Diane Greene, yang menggunakan Unity untuk merealisasikan ide startup edukasinya. Helgason mengajukan proposal pertama pada investor di hari Jumat. Dan pada hari Senin, dia akan memberikan presentasi di depan semua calon investor. Pada hari Minggu sebelumnya, dia membahas proses fundraising ini dengan seorang teman di cafe di San Francisco.
Diskusi itu didengar oleh Matthew Rabinowitz, CEO Natera, yang memang duduk di meja yang berdekatan dengan Helgason. Dia pun memberikan endorsement akan Unity pada Roelof Botha, Partner di Sequoia dan salah satu anggota dewan direksi di Natera. Setelah itu, ketika Botha dan Helgason bertemu pada hari Senin, keduanya langsung akrab dengan satu sama lain. Pada akhirnya, Botha membantu mereka untuk mendapatkan investasi dan dia pun menjadi anggota dewan di perusahaan.
Dari Cheapium ke Freemium
Unity kembali membuat keputusan besar dalam sejarah perusahaan pada Oktober 2009. Keputusan itu adalah menggratiskan versi paling dasar dari game engine mereka, yang akan mendorong jumlah pengguna. Botha mengatakan, ketika Sequoia memberikan investasi, mereka percaya, Unity akan semakin berkembang jika mereka menggunakan model freemium.
“Jika Anda ingin menjadi perusahaan yang mendukung ekosistem developer, Anda akan menginginkan sebanyak mungkin developer menggunakan platform Anda,” kata Botha, dikutip dari TechCrunch.
Dengan menggratiskan versi dasarnya, hal ini tidak hanya menambah jumlah pengguna game engine tersebut, tapi juga menumbuhkan ekosistem developer game. Namun, Botha mengatakan, memang tidak mudah bagi para eksekutif Unity untuk mengambil keputusan tersebut.
Faktanya, para eksekutif membutuhkan waktu beberapa bulan sebelum setuju untuk menjadikan versi dasar Unity gratis. Keputusan itu berbuah manis. Botha mengklaim, pada hari pertama setelah menawarkan versi paling dasar secara gratis, jumlah pengguna aktif bertambah hingga dua kali lipat.
Seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna, komunitas developer pengguna game engine itu pun ikut berkembang. Dan komunitas menjadi salah satu hal yang membedakan Unity dengan game engine lain. Karena, ada banyak developer yang membuat video how-to, artikel blog, atau bahkan diskusi di forum tentang cara menggunakan game engine tersebut. Tentu saja, hal ini memudahkan para developer untuk belajar dari satu sama lain, yang berujung semakin banyak developer yang tertarik untuk menggunakan Unity.
Selain itu, Unity juga digunakan di universitas sebagai alat untuk belajar tentang pengembangan game. Dengan begitu, banyak fresh graduate yang sudah mengerti cara menggunakannya.
Di November 2010, Unity memperkenalkan Asset Store, tempat yang memungkinkan developer untuk menjual aset digital yang mereka buat. Keberadaan Assets Store memungkinkan para developers untuk menghemat waktu dalam membuat aset untuk game. Contohnya, ketika developer memerlukan background atau sound effect tertentu, mereka harus selalu membuatnya dari nol. Mereka bisa saja langsung mencari aset yang mereka perlukan.
Pada awalnya, versi gratisnya memiliki fitur yang terbatas. Namun, ketika Unity 5.0 diluncurkan pada 2015, perusahaan memperbarui versi gratis dari game engine mereka. Setelah versi 5.0 rilis, versi gratis Unity — alias versi Personal Edition — sudah memiliki fungsi serupa dengan versi Professional Edition. Syarat yang Unity tetapkan tentang penggunaan dua tiers tersebut adalah, developer yang berhasil mendapatkan lebih dari US$100 ribu harus menggunakan Professional Edition.
Pada 2016, Unity kembali mengganti model bisnis mereka, dari menjual lisensi freemium, menjadi model berlangganan. Keputusan ini sesuai dengan tren di kalangan perusahaan software B2B, yang biasanya, juga menggunakan model Software-as-a-Service (SaaS). Dengan menggunakan model bisnis langganan, pengguna Unity tidak lagi harus membeli lisensi baru ketika ada update, secara otomatis, mereka akan terus mendapatkan akses ke versi terbaru dari game engine itu.
Visi Unity
Pada akhirnya, Unity berhasil menjadi salah satu game engine yang paling banyak digunakan, bahkan sebelum studio-studio game besar menggunakan game engine tersebut. Dan pada 2011, Unity kembali mendapatkan investasi, sebesar US$17 juta. Unity menggunakan dana tersebut untuk membuka kantor baru dan menambah pekerja mereka.
Seiring dengan bertambahnya karyawan, tingkat birokrasi perusahaan pun bertambah. Hal ini membuat Helgason merasa, dia tidak lagi menjadi orang yang cocok untuk memimpin Unity. Pada November 2013, dia merekrut John Riccitiello, mantan CEO Electronic Arts, sebagai anggota dewan. Saat itu, Helgason juga mulai mengajukan ide untuk turun dari jabatannya sebagai CEO.
“Riccitiello bukan anggota dewan yang hanya datang setiap empat bulan sekali. Dia sangat aktif,” kata Helgason. “Kami sering berpergian bersama. Kami juga sering bertemu, setidaknya satu kali dalam seminggu.”
Pada Oktober 2014, Riccitiello menggantikan Helgason sebagai CEO. Saat itu, Helgason masih berperan aktif sebagai penasehat, tapi dia tidak lagi punya tugas harian. Sementara itu, Francis — yang mendapatkan posisi sebagai Chief Creative Officer di Unity — mundur dari perusahaan pada 2013. Alasannya, karena dia ingin fokus membuat game-nya sendiri. Saat ini, Ante adalah satu-satunya pendiri Unity yang masih bekerja di perusahaan.
Sebagai CEO, Riccitiello punya visi sendiri untuk mengembangkan Unity. Dia terus mengembangkan kemampuan teknis Unity dan memperkaya jenis produk yang mereka tawarkan. Dia juga berhasil membuat Unity sebagai alat untuk membuat konten 3D selain gaming.
Setelah itu, Riccitiello kembali mencari dana untuk mengembangkan tim perusahaan. Ketika dia ditunjuk sebagai CEO, Unity hanya mempekerjakan 100 orang. Pada 2019, jumlah pegawai Unity mencapai sekitar 1,5 ribu orang. Sekarang, Unity memiliki lebih dari 5 ribu pegawai.
Skandal Unity Belakangan
Sayangnya, satu bulan belakangan, Unity justru menghadapi berbagai masalah. Walau masih menjadi salah satu game engine paling populer di dunia, Unity harus merumahkan ratusan karyawan mereka pada awal Juli 2022. Menariknya, dua minggu kemudian, Unity mengumumkan bahwa mereka akan melakukan merger dengan ironSource, perusahaan penyedia platform, tools, software, dan teknologi asal Israel.
Walau ironSource memiliki rekam jejak yang baik dalam membantu para developer game, perusahaan itu juga dikenal sebagai kreator dari InstallCore. Program itu merupakan paket malware Trojan horse yang akan memasang software ke perangkat pengguna secara otomatis, tanpa izin pada pengguna. Alhasil, nilai saham Unity sempat turun 17% setelah mereka mengumumkan rencana merger dengan ironSource.
To our friends in the #unity community, I owe you this— pic.twitter.com/llJUL1LwXS
— John Riccitiello (@johnriccitiello) July 16, 2022
Bad things come in three. Dalam wawancara dengan Pocket Gamer, Riccitiello melontarkan komentar kontroversial. Dia mengatakan, developer game seharusnya sudah memikirkan model monetisasi dari game mereka sejak tahap awal pengembangan. Menurutnya, para developer yang tidak melakukan hal tersebut adalah orang yang “suci” tapi juga “orang-orang paling idiot”.
Tentu saja, komentarnya ini memicu kemarahan para developer game. Pada akhirnya, Riccitiello memutuskan untuk memberikan permintaan maaf secara resmi melalui Twitter.
Sumber: Unity