Setelah EA membuat tweet yang mengundang perdebatan apakah game multiplayer lebih baik daripada game single-player, saya membuat artikel yang menjelaskan kenapa ada banyak gamers yang masih senang memainkan game single player. Agar adil, sekarang, saya akan membahas tentang kenapa game multiplayer bisa jadi sangat populer.
Bisa Dimainkan Berulang Kali
Salah satu keunikan game jika dibandingkan dengan media hiburan lain — seperti komik, novel, atau film — adalah ia bisa dimainkan berulang kali. Tentu saja, Anda selalu bisa membaca ulang atau menonton kembali novel atau seri TV kesayangan Anda. Namun, biasanya, setelah Anda selesai membaca novel atau menonton film, Anda tidak akan serta merta membaca atau menontonnya lagi. Lain halnya dengan game, apalagi game multiplayer.
Jika dibandingkan dengan game single player, game multiplayer biasanya sangat mementingkan aspek gameplay. Tujuannya, agar para pemain tidak bosan untuk memainkan game tersebut terus-terusan. Dan strategi ini terbukti efektif. Buktinya, tidak sedikit orang yang menghabiskan waktu beratus-ratus atau bahkan beribu-ribu jam untuk memainkan game multiplayer kesukaan mereka. Hal ini menunjukkan, replayability merupakan salah satu daya tarik utama dari game multiplayer.
Walau saya hanya memainkan Dota 2 secara kasual saat kuliah, total play time Dota 2 di Steam saya tetap mencapai 150 jam. Sementara itu, total play time dari Stardew Valley, yang merupakan salah satu game favorit saya, hanya mencapai 120 jam. Tentu saja, akan selalu ada gamers yang mau menghabiskan ratusan jam untuk menyelesaikan sebuah game single player hingga 100%. Namun, secara umum, game multiplayer akan bisa dimainkan lebih lama.
Gameplay dari game online memang cenderung repetitif. Dalam game MOBA, Anda akan bermain di peta yang sama, dengan tujuan yang sama. Walau ada beberapa game multiplayer yang lebih bervariasi — dengan menawarkan lebih banyak peta atau senjata atau karakter — tapi, pada akhirnya, tujuan utama dari game online biasanya akan tetap sama. Namun, pengalaman bermain game online akan terasa selalu berbeda. Pasalnya, Anda akan melawan manusia dan bukannya AI.
Jadi, walaupun saya selalu memainkan Windranger di Dota 2, pengalaman bermain yang saya dapat akan berbeda. Karena, pemain yang menjadi rekan satu tim atau musuh saya juga berbeda.
Bisa Menjadi Alat untuk Bersosialisasi
Anggapan bahwa gamers adalah penyendiri yang tidak suka bersosialisasi merupakan asumsi yang sudah usang. Sebaliknya, sekarang, banyak gamers yang menggunakan game sebagai alat untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan teman mereka. Menurut data dari Accenture, pada 2021, sebanyak 84% gamers mengaku bahwa gaming merupakan cara mereka untuk bertemu dengan orang-orang yang punya hobi dan ketertarikan yang sama dengan mereka. Sementara sebanyak 80% gamers mengatakan, game membantu mereka untuk bertemu dengan teman-teman baru.
Tren ini pun menjadi semakin kuat selama pandemi COVID-19. Karena lockdown, banyak orang yang menggunakan game sebagai tempat untuk bertemu dengan teman dan keluarga mereka. Sepasang kekasih asal Amerika Serikat bahkan menggelar pesta pernikahan mereka di Animal Crossing: New Horizons karena mereka harus membatalkan pesta pernikahan mereka di dunia nyata.
Banyak game online yang mengandung aspek kompetitif, mulai dari Counter-Strike: Global Offensive, Dota 2, sampai PUBG Mobile. Meskipun begitu, game-game itu juga biasanya mengharuskan pemain untuk bekerja sama dengan rekan satu tim mereka. Alhasil, mau tidak mau, para pemain akan harus berkomunikasi dengan satu sama lain. Tak hanya itu, para pemain dari game-game multiplayer juga biasanya senang untuk berbagi tips dan trik atau strategi dalam memainkan game tertentu. Hal ini akan mendorong terbentuknya komunitas, yang membuka jalan bagi para pemain untuk mencari teman baru.
Walau game online punya aspek kompetitif, ia juga tidak melulu mengadu para pemainnya dengan satu sama lain. Biasanya, game-game dengan genre MMORPG justru akan mengharuskan pemain untuk membuat kelompok — seperti guild, klan, atau apapun itu namanya — dan bekerja sama dengan satu sama lain. Karena MMORPG tidak bisa diselesaikan sendiri, mau tidak mau, pemain pun akan terdorong untuk membuat atau bergabung dengan guild atau kelompok lain dalam game.
Bisa Dimainkan Gratis dan Dapat Update Rutin
Model bisnis yang digunakan oleh game multiplayer biasanya berbeda dari game single-player. Kebanyakan game single-player — apalagi game AAA — akan menggunakan model bisnis premium. Namun, sebaliknya, kebanyakan game online justru bisa dimainkan dengan gratis. Bahkan, game multiplayer yang pada awalnya harus dibeli pun terkadang mengganti model bisnisnya, menjadi free-to-play. Contohnya, PUBG untuk PC dan Fall Guy.
Selain bisa dimainkan gratis, game online juga biasanya mendapatkan update rutin. Gameplay dari game multiplayer memang cenderung repetitif. Meskipun begitu, developer biasanya akan memberikan konten baru secara rutin. Misalnya, game seperti League of Legends biasanya akan memperkenalkan karakter baru setiap beberapa waktu. Dan, terkadang, developer juga akan membuat konten khusus untuk merayakan hari libur atau hari besar tertentu, seperti hari Valentine atau Halloween.
Sementara itu, game MMORPG, seperti Final Fantasy 14 atau World of Warcraft, akan merilis expansion untuk memperkenalkan misi/kelas baru atau bahkan kawasan yang sama sekali baru. Alhasil, pemain veteran dari game itu pun tetap tidak akan bosan untuk memainkan game tersebut. Setelah merilis expansion Endwalker untuk Final Fantasy 14, Square Enix bahkan sempat kewalahan untuk mengakomodasi para pemain baru dan pemain lama yang ingin memainkan game itu.
Game multiplayer juga memberikan keuntungan tersendiri pada developer. Memang, update rutin berarti developer dituntut untuk terus membuat konten baru. Namun, di sisi lain, game multiplayer juga akan memberikan pemasukan yang berkelanjutan. Ketika developer merilis game single-player, biasanya, mereka akan mendapatkan pemasukan besar saat peluncuran game. Lain halnya dengan game online, yang bisa memberikan pemasukan terus menerus pada developer.
Sumber header: PC Mag