Kenapa Game Single Player Tetap Laris?

Blunder EA menunjukkan bahwa masih ada banyak gamers yang senang memainkan game single player

Belum lama ini, Electronic Arts telah melakukan blunder. Mereka membuat tweet yang mengimplikasikan bahwa game single player kurang menarik. Lucunya, game-game EA yang populer justru merupakan game single player, mulai dari The Sims sampai Star Wars Jedi: Fallen Order. Gara-gara tweet tersebut, EA pun mendapat protes dari komunitas gamers, termasuk dari YouTuber Jacksepticeye, host dari Game Awards, Geoff Keighley, dan bahkan Vince Zampella, Head of Respawn Entertainment, yang ada di bawah naungan EA.

EA tampaknya menyadari kesalahan yang mereka buat. Karena, beberapa jam setelah tweet blunder mereka, mereka membuat tweet baru. Di tweet baru itu, mereka mengakui bahwa mereka telah salah, seperti yang disebutkan oleh IGN. Melihat popularitas dari game-game online, seperti PUBG Mobile, Mobile Legends, atau Genshin Impact, tidak heran jika sebagian gamers mulai bertanya-tanya apakah gamesingle player akan mati.

Namun, melihat respons komunitas gamers akan tweet EA, tampaknya, gamesingle player masih akan bertahann. Dalam artikel ini, saya akan membahas tentang kelebihan dari game single player dan mengapa, menurut saya, game single player masih akan terus punya fans setia.

Game Single Player Tawarkan Cerita dan Pacing yang Lebih Baik

Menurut saya, salah satu keunggulan utama dari gamesingle player adalah ia menawarkan narasi yang lebih kompleks daripada multiplayer game. Memang, sejumlah multiplayer game, khususnya MMORPG, masih bisa memasukkan elemen narasi ke dalam game. Namun, cerita dalam multiplayer game biasanya tidak sedalam game single player.

Salah satu buktinya, sejak The Game Awards diadakan pada 2014, hampir semua pemenang Game of The Year merupakan game single player. Satu-satunya Game of The Year yang bukan merupakan solo player game adalah Overwatch, yang keluar sebagai pemenang pada 2016.

Sebenarnya, wajar jika kebanyakan multiplayer game tidak memiliki cerita yang serumit solo player game. Karena, dalam multiplayer game, aspek gameplay memang punya peran yang lebih penting daripada lore. Misalnya, saat bermain game MOBA seperti Dota 2, para pemain akan lebih fokus untuk mempelajari cara memainkan seorang hero daripada lore di balik karakter tersebut. Alhasil, developer pun bakal lebih sibuk memikirkan cara untuk memastikan gameplay tetap seimbang daripada membangun lore.

Game single player tidak hanya bisa menawarkan cerita yang lebih dalam, tapi juga cerita yang lebih beragam. Contohnya, Kitaria Fables dan Stardew Valley sama-sama mengusung genre farming sim. Meskipun begitu, cerita yang ditawarkan oleh kedua game itu sama sekali berbeda. Contoh lainnya, seri Dragon Age dan Mass Effect dari BioWare. Kedua franchise itu dikenal karena memiliki cerita yang menarik dan karakter yang unik. Meskipun begitu, keduanya tetap memiliki setting waktu dan lokasi yang berbeda. Tentunya, masalah yang harus pemain selesaikan dan karakteristik dari para NPC di kedua game itu juga berbeda.

Walau dibuat oleh developer yang sama, Dragon Age dan Mass Effect punya "vibe" yang berbeda. | Sumber: CBR

Saat memainkan game single player, para pemain juga bisa menikmati game itu dengan pacing mereka masing-masing. Sebagian gamers mungkin akan  langsung menghabiskan waktu berbelas-belas atau bahkan berpuluh-puluh jam ketika game favorit mereka baru saja dirilis. Sementara sebagian gamers lain lebih memilih untuk mencicil waktu bermain.

Saya sendiri terkadang menghabiskan satu hari penuh hanya untuk memainkan satu game. Di kala lain, saya hanya bermain selama satu atau dua jam sebelum berhenti. Selama Anda memainkan game single player, Anda bebas untuk menentukan kapan dan berapa lama waktu yang Anda ingin habiskan untuk memainkan game. Karena, Anda tidak harus menunggu orang lain untuk bisa memainkan game single player.

Tidak Perlu Khawatir Server akan Tutup

Ketika Anda membeli game single player, Anda akan bisa memainkan game itu selamanya. Sekalipun developer atau publisher dari sebuah game bangkrut, hal ini tidak akan mempengaruhi kepemilikan Anda atas sebuah solo player game yang sudah Anda beli. Misalnya, jika Anda membeli game Hades, tidak peduli apapun yang terjadi pada Supergiant Games, Anda akan tetap bisa memainkan game tersebut.

Lain halnya dengan multiplayer game, yang keberlangsungannya terikat erat dengan keadaan developer atau publisher. Jika sebuah developer game bangkrut, maka online game buatan developer itu pun tidak lagi bisa dimainkan. Selain itu, terkadang, developer juga akan menutup server dari sebuah online game jika game itu dianggap kurang menguntungkan. Contohnya, pada 2018, Epic Games menutup Paragon, game MOBA buatan mereka. Padahal, ketika itu, mereka sangat sukses dengan Fortnite.

Ketika developer atau publisher memutuskan untuk menutup server dari sebuah game, gamers tidak akan lagi bisa memainkan game tersebut. Dan jika seorang gamer memutuskan untuk membeli item dalam game, maka semua item yang dia pernah beli akan hilang begitu saja. Jadi, meskipun Anda menghabiskan jutaan rupiah demi mendapatkan skin Obsidian Blade dari Alucard, hal itu tidak akan berarti apa-apa jika Mobile Legends tutup.

Skin Obsidian Blade.

Memang, terkadang, online game yang sudah tutup akan dibuka kembali. Ragnarok Online menjadi salah satu contoh dari hal seperti ini. Sayangnya, meskipun sebuah online game yang sempat tutup kembali hadir, semua progress -- mulai dari level karakter sampai equipment -- yang telah Anda dapatkan pertama kali Anda memainkan game itu tidak akan kembali. Masalah ini tidak akan terjadi saat Anda memainkan game single player.

Tidak Perlu Bersosialisasi dengan Orang Lain

Meskipun bertetangga, kebiasaan para gamers di Korea Selatan dan Jepang saling bertolak belakang. Gamers Korea Selatan menganggap bermain game sebagai kegiatan sosial. Karena itu, kebanyakan dari mereka senang untuk memainkan game-game online. Sebaliknya, gamers Jepang cenderung lebih suka bermain sendiri. Dan hal ini jadi salah satu alasan mengapa industri esports Jepang tidak semaju Korea Selatan atau Tiongkok.

Perbedaan budaya gaming di Korea Selatan dan Jepang menjadi bukti dari keberagaman selera gamers. Memang, sebagian gamers senang untuk bermain bersama orang lain. Namun, sebaliknya, sebagian gamers yang lain justru lebih suka untuk bermain sendiri. Walau, gamers bisa saja menyukai multiplayer game dan gamesingle player pada saat yang sama. Hanya karena seseorang senang memainkan Mobile Legends atau multiplayergame lainnya, bukan berarti dia tidak bisa menikmati solo player game.

Saya sendiri lebih suka untuk memainkan gamesingle player daripada multiplayer game. Alasan saya sederhana: saya ingin menghindari komunitas gaming yang toxic. Saya tahu, tidak semua komunitas gaming toxic. Dan meskipun sebagian anggota komunitas sebuah game bersikap toxic, hal itu bukan berarti keseluruhan komunitas dari game tersebut memang tak beradab.

Komunitas gaming bisa toxic. | Sumber: Make A Meme

Hanya saja, melihat bagaimana pemain esports profesional sekalipun bisa mengeluarkan cacian, saya jadi malas untuk bermain online game, apalagi jika saya harus bermain bersama dengan orang yang tidak saya kenal. Walau, harus diakui, bermain game online bersama teman atau keluarga adalah pengalaman yang menyenangkan. Sayangnya, untuk bisa bermain game dengan teman atau keluarga, Anda harus memastikan bahwa Anda dan teman Anda memainkan game yang sama, di platform yang sama, dan memainkan game itu di waktu yang sama.

Dan sekali pun Anda bisa menyesuaikan waktu bermain game dengan teman-teman Anda, jika Anda memainkan game online yang kurang populer, tidak tertutup kemungkinan, Anda harus menunggu waktu lama sebelum bisa mendapatkan match.

Akhir kata, saya hanya ingin menegaskan, gamers dari gamesingle player tidak lebih superior dari pemain multiplayer game. Begitu juga sebaliknya. Preferensi untuk memainkan multiplayer game atau gamesingle player hanyalah masalah selera.