Dark
Light

Echelon 2010 : Ekosistem Startup Singapura vs Indonesia

1 min read
June 5, 2010

Sepulang dari acara Echelon 2010 beberapa waktu lalu, saya sempat berbincang dengan beberapa orang yang cukup berpengaruh di dunia teknologi dan startup Singapura. Beberapa kali juga sempat berdiskusi sambil ngopi dengan beberapa calon investor yang sangat tertarik masuk ke pasar Indonesia. Di kesempatan itu kami bertukar pikiran, berbagi ilmu mengenai ekosistem startup dan entrepreneurship di negara masing-masing yang lumayan membuka pikiran saya.

Singapura memang selama ini terkenal sebagai negara yang hi-tech, serba teratur, segala sesuatunya terorganisir dengan baik. Benar saja, selama 5 hari saya disana hampir sama sekali tidak melihat adanya polisi yang lalu lalang seperti di Indonesia. Segala sesuatu sepertinya sudah beres, solutif, teratur, disiplin dan sangat nyaman. Namun justru disinilah muncul masalah bagi para entrepreneur.

Menurut kebanyakan tech-expert di Singapura, iklim tech-entrepreneurship di Singapura bisa dibilang rendah. Kenapa? Karena kebanyakan dari para entrepreneur ini tidak memiliki masalah untuk dibuatkan solusinya. Sebuah layanan web startup biasanya didasari dari sebuah masalah yang menganggu dan kemudian dibuatkan solusinya melalui media internet. Di Singapura, semua masalah telah sukses diselesaikan oleh pihak pemerintah.

Ketika seorang entrepreneur akhirnya menemukan masalah dan membangun sebuah solusi web, biasanya tidak lama kemudian pemerintah akan mengambil alih. Kenapa bisa mengambil alih? Karena pemerintahan Singapura sangat aktif mengucurkan dana untuk entrepreneur memulai usaha.

Urutannya kurang lebih begini :

  • Entrepreneur menemukan sebuah masalah yang bisa dibuatkan solusinya menggunakan medium web.
  • Entrepreneur mencari dana dari pihak swasta dan pemerintah untuk modal. Biasanya pihak pemerintah cenderung lebih mudah untuk mengeluarkan dana inkubasi dengan imbalan saham kepemilikan (sekitar 5-10%).
  • Ketika solusi tersebut ternyata benar-benar berguna dan worth-it untuk diintegrasikan secara default maka biasanya pemerintah akan mengakuisisi atau mencari jalan untuk “menguasai” teknologi tersebut.

Hal ini tentu menjadi sebuah hal yang membuat para startup jadi mengurungkan niat untuk menjalankan usahanya dengan modal dari pemerintah. Venture Capital sendiri bisa dibilang lumayan aktif di Singapura, namun para VC lokal hampir semua dikuasai juga oleh pemerintah Singapura (nah loh!!). Beberapa perusahaan asing yang juga berinvestasi di Singapura adalah perusahaan VC asal China dan kebanyakan dari mereka memiliki perjanjian dengan pemerintah Singapura agar lebih “fleksibel” berinvestasi dan beroperasi di Singapura.

Jika dipikir-pikir, memang Singapura memiliki beberapa keunggulan di bidang startup tech-scene. Namun sebagai sebuah startup company di Indonesia, kita juga memiliki banyak keunggulan. Hal yang paling instan, ya di Indonesia masih banyak masalah yang bisa kita kembangkan solusinya šŸ˜€

Soal legal dan birokrasi tentu saja merupakan tantangan bagi startup lokal, namun kalau Singapura bisa tentu saja kita juga bisa. I may be biased, tapi bagi startup companies, kesempatannya lebih besar di Indonesia daripada di Singapura. Itu sebabnya banyak sekali perusahaan teknologi multinasional berlomba-lomba masuk ke Indonesia dan mencicipi nikmatnya pasar pengguna internet di Indonesia yang super besar.

Sepakat?

ps: check out my photos of Echelon 2010 on Flickr

Rama Mamuaya

Founder, CEO, Writer, Admin, Designer, Coder, Webmaster, Sales, Business Development and Head Janitor of DailySocial.net.

Contact me : [email protected]

3 Comments

  1. Kita tukar pikiran ya. Kalo dari pengamatan saya sendiri, kebanyakan entrepreneur Singapura tidak mau menerima investment dari pemerintah karena banyak sekali syarat2 yang memberatkan. Syarat-syarat ini (contohnya harus membuat paper, harus presentasi ke entrepreneur yang lain, dll.) bisa membuat entrepreneur tidak fokus dalam menjalankan bisnis mereka. Tapi kalo diakuisisi oleh pemerintah, saya rasa sah-sah aja. Toh buat si entrepreneur tidak ada bedanya apakah exit-nya diakuisisi oleh Yahoo atau oleh pemerintah Singapura.

    Setuju untuk potensi pasar Indonesia yang masih banyak masalahnya ;-). Tapi banyak juga tantangan di Indonesia yang harus disadari oleh entrepreneur kita. Saya pernah menulis tentang hal itu di sini: http://andresiregar.com/post/645789914/indonesi

  2. wow! 2 photos of me.

    I am not worthy…

    Seriously – great to see u again rama!

    When do u want an english blogger for your burgeoning network?

    šŸ™‚

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Google Akan Ubah Tampilan Email?

Next Story

Yahoo! Semakin ‘Dekat’ dengan Facebook

Latest from Blog

Don't Miss

Niko Partners: Pertumbuhan Industri Game Indonesia di 2023 Melambat

Game menjadi salah satu industri yang justru tumbuh selama pandemi
Bekerja di OPPO

Seperti Ini Pengalaman Bekerja Sebagai Trainer di OPPO Indonesia

Deni Suwasta sudah bekerja selama delapan tahun di OPPO Indonesia,