20 April 2023

by Glenn Kaonang

Di Tiongkok, AI Mulai Rebut Pekerjaan Ilustrator Video Game

Berkat AI, pekerjaan yang tadinya membutuhkan 10 orang bisa dirampungkan dengan 2 orang saja

Perkembangan pesat teknologi artificial intelligence (AI) memicu kegelisahan di kalangan pekerja. Banyak yang merasa profesinya terancam oleh keberadaan AI, tidak terkecuali para pekerja kreatif di industri video game. Di negara seperti Tiongkok, tingkat kekhawatirannya bahkan sudah lebih besar lagi jika mengacu pada laporan Rest of World.

Melihat kemampuan generative AI seperti DALL-E, Midjourney, maupun Stable Diffusion dalam menciptakan gambar yang memukau secara cepat, wajar kalau sebagian dari kita beranggapan bahwa AI bisa menggantikan manusia. Hal ini pun sudah mulai terjadi di Tiongkok, di mana lowongan pekerjaan buat para ilustrator lepas (freelance) di industri game dinilai semakin menipis.

Seorang ilustrator lepas bernama Amber Yu mengungkapkan kekesalannya kepada Rest of World. Sebelum ini, Amber sering kali mendapat tawaran membuat poster dari perusahaan game. Untuk setiap poster, pengerjaannya butuh waktu yang cukup lama dan terkadang bisa memakan satu minggu sendiri. Namun honor yang didapat Amber bisa dikatakan setimpal, antara 3.000 sampai 7.000 yuan (± 6,5 juta sampai 15 juta rupiah) per poster.

Sayangnya, sejak Februari kemarin peluang kerja ini sudah lenyap kalau menurut Amber. Dengan memanfaatkan AI image generator, perusahaan game dapat menciptakan ilustrasi yang serupa dalam hitungan detik. Imbasnya, Amber kini hanya mendapat tawaran untuk memoles hasil gambaran AI — entah itu untuk memperbaiki pencahayaan maupun bentuk tubuh karakter — dengan bayaran cuma sepersepuluh dari tarif biasanya.

Dalam beberapa bulan terakhir, mulai banyak perusahaan game asal Tiongkok yang menggunakan AI image generator. Mulai dari raksasa industri game seperti Tencent sampai kalangan developer game indie, mereka memanfaatkan software berbasis AI tersebut untuk mendesain karakter video game, backdrop maupun materi promosi lainnya.

Popularitas karya seni AI ini pada akhirnya memicu kekhawatiran yang mendalam di industri karya seni game Tiongkok. Artis memegang peran krusial dalam tahap produksi game, entah itu untuk mengonsepkan karakter maupun menggambar berbagai elemen latar. Melihat bagusnya hasil gambar yang diciptakan AI, banyak ilustrator video game yang bertanya-tanya sampai kapan mereka bisa mempertahankan pekerjaannya.

Xu Yingying, seorang ilustrator di sebuah studio karya seni game independen di kota Chongqing, mengutarakan kekhawatirannya kepada Rest of World setelah melihat 5 koleganya dirumahkan. Xu menduga alasannya berkaitan dengan kemunculan AI image generator. Menurutnya, AI berkembang jauh lebih cepat daripada yang orang-orang bayangkan, dan sekarang dua orang saja sudah bisa menyelesaikan pekerjaan yang tadinya membutuhkan tenaga 10 orang.

AI untuk meningkatkan produktivitas dan mempercepat proses pengembangan game

Raksasa-raksasa industri game Tiongkok seperti Tencent dan NetEase sebenarnya sudah bertahun-tahun melakukan riset terkait cara menekan biaya pengembangan game dengan AI. Maret lalu, game battle royale besutan NetEase, Naraka: Bladepoint, menggelar event yang memungkinkan pemain untuk menciptakan skin mereka sendiri dengan memanfaatkan tool AI yang disematkan.

Tak hanya untuk keperluan visual, NetEase juga menggunakan AI untuk mengisi suara karakter. Hal yang sama turut dilakukan miHoYo, terutama setelah seorang voice actor yang dipekerjakannya terlibat skandal kriminal. Di luar Tiongkok, keberadaan voice-generating AI ini memang juga memicu kekhawatiran di kalangan pengisi suara.

Naraka: Bladepoint / NetEase

Kepada Rest of World, perwakilan NetEase juga menjelaskan bahwa perusahaannya turut memakai teknologi berbasis AI untuk membantu pengerjaan animasi game, dan mereka pun melatih model AI-nya dengan dataset mereka sendiri maupun yang dilisensikan dari sumber lain.

"Tujuan kami adalah mengembangkan alat yang lebih baik untuk memungkinkan tim desainer dan ilustrator kami yang berbakat menciptakan aset dengan lebih cepat atau lebih efisien selama proses pengembangan game," jelasnya seperti dikutip Rest of World. Ya, memang selain menggambar, nyatanya sekarang sudah ada banyak tool AI yang dapat dilibatkan di hampir setiap aspek dalam proses pengembangan game.

Kekesalan para artis game terhadap tren AI ini tentu bisa dimaklumi, apalagi mengingat teknologinya dilatih menggunakan dataset masif yang dikumpulkan dari hasil karya tenaga manusia selama bertahun-tahun. Kesannya memang agak ironis kalau sekarang teknologinya justru diprediksi bakal segera menggantikan peran manusia yang sejatinya bisa dianggap sebagai guru atau pelatihnya.

Pun begitu, beberapa ilustrator mengaku bahwa mereka didorong untuk memanfaatkan AI image generator demi meningkatkan produktivitas. Di sebuah studio misalnya, AI image generator dipakai untuk membuat pakaian dan aksesori dari sketsa karakter yang dibuat oleh ilustrator manusia. Beberapa juga memanfaatkan AI untuk menggambar elemen-elemen seperti koin emas dan peti harta karun.

Seorang artis game yang bekerja di sebuah studio kenamaan di kota Guangdong mengatakan bahwa sebelum ini, artis bisa menggambar sebuah adegan atau karakter dalam sehari. Sekarang, dengan bantuan AI, mereka bisa menciptakan 40 gambar dalam sehari untuk dipilih oleh atasannya. Namun jangan bayangkan keberadaan AI bisa mempersingkat waktu bekerja mereka, sebab kenyataan yang ada malah banyak artis yang memilih untuk lembur demi menghasilkan lebih banyak karya dan menghindari risiko dipecat.

Sebelum ini, industri game Tiongkok memang sempat mengalami krisis yang cukup serius semenjak pemerintah membekukan proses pendaftaran game baru di pertengahan 2021. Dalam setahun terakhir, jumlah lowongan pekerjaan ilustrator game diperkirakan turun 70%. Penyebabnya bukan cuma krisis tadi, melainkan juga gencarnya tren AI.

Penolakan dari publik

Di komunitas game, beberapa pemain tampak menentang keberadaan gambar buatan AI. Mereka mengecamnya sebagai 'bangkai digital' dari karya seni buatan manusia, dan mengkritik mereka yang mencomot karya seni dari internet tanpa persetujuan kreator aslinya.

Bukan sekadar bicara, mereka juga meneliti ilustrasi karakter dan fan art untuk mencari jejak AI, seperti misalnya gambar tangan yang terlihat tidak alami atau kacamata yang salah posisi. Pada bulan Februari, setelah banyak pemain mengkritik seorang ilustrator terkenal yang kedapatan memakai AI untuk membuat poster sebuah mobile game berjudul Alchemy Stars, Tourdog Studio (anak perusahaan Tencent) yang merupakan developernya mengatakan bahwa poster tersebut tidak akan muncul di game-nya, dan mereka pun berjanji untuk tidak menggunakan karya seni bikinan AI.

Alchemy Stars / Tourdog Studio

Berdasarkan pengakuan sejumlah pemain kepada Rest of World, mereka sebenarnya tidak mempermasalahkan avatar atau skin yang dibuat oleh AI, akan tetapi mereka tidak sudi membayar mahal untuknya. "Sebagai konsumen, saya berharap ada tenaga kerja manusia di balik pembelian saya," ucap Xie Jinsen, seorang pemain Honor of Kings dan PUBG Mobile. "Menekankan bahwa sesuatu dibuat oleh AI akan membuat orang merasa bahwa produk tersebut murahan," imbuhnya.

Secanggih apapun AI, tentu masih ada batasan yang belum bisa dilampauinya. AI image generator boleh jago menggambar dalam gaya anime dan cyberpunk — kemungkinan karena mereka memiliki akses ke banyak gambar bergaya serupa di internet — akan tetapi kinerjanya tidak sebagus itu saat diminta menggambar dengan estetika yang lebih niche.

Seorang kepala studio di kota Chengdu mengatakan kepada Rest of World bahwa AI image generator seperti Midjourney maupun Stable Diffusion tidak mampu membuat desain yang sesuai dengan kebutuhan spesifik para klien perusahaannya. "Setidaknya untuk perusahaan kami, AI tidak bisa menggantikan pekerja manusia. Ini hanyalah alat untuk membantu kami," ujarnya.

Jeffrey Ding, seorang asisten dosen di George Washington University yang tengah mempelajari perkembangan AI di Tiongkok, mengatakan bahwa kemajuan AI akan membuka kompetisi dan menciptakan peluang baru, tapi di saat yang sama juga akan mengeliminasi berbagai pekerjaan kerah putih yang saat ini dilakukan dengan komputer. "Kenyataannya mungkin saja [AI] akan menggantikan banyak pekerjaan, tidak hanya seniman, tetapi juga pengacara dan jasa penulisan," terang Ding.

Pemerinta Tiongkok kabarnya tidak tinggal diam melihat tren ini dan mulai mengambil tindakan untuk meregulasi AI. Pada bulan Januari, pengawas internet Tiongkok memberlakukan peraturan baru yang mewajibkan pembuat konten deepfake untuk memberi label secara jelas pada konten yang berpotensi membingungkan publik.

Di bulan April, regulator menerbitkan rancangan undang-undang yang menerapkan aturan yang sama pada gambar dan video buatan AI, dan menambahkan bahwa hak cipta harus dihormati. Sayangnya rancangan tersebut tidak menyebutkan apakah perusahaan perlu memberi tahu konsumen tentang penggunaan AI dalam game atau produk lainnya.

Menurut seorang developer indie bernama Xiao Di, kekhawatiran yang dialami para ilustrator kemungkinan juga bakal merambat ke profesi lain. Ia mengatakan bahwa developer indie seperti dirinya dulunya memakai jasa studio luar untuk keperluan ilustrasi, namun sekarang mereka bisa menghemat pengeluaran dengan menciptakan karakter dan backdrop menggunakan AI.

Dalam game terbaru bikinan Xiao Di yang berjudul A Madman's Game, dirinya mengangkat kisah tentang seorang artis yang sedang tertekan akibat kemunculan ChatGPT dan AI pembuat gambar. Ironisnya, beberapa karakter di dalam game-nya dibuat dengan menggunakan AI image generator.

Jadi, apakah tren AI yang menggantikan tenaga kerja manusia di industri game ini benar-benar tidak terelakkan?

Gambare header: Freepik.