Peran AI di Media, Akankah Menggantikan Manusia?

AI tidak hanya bisa membantu dalam produksi konten, tapi juga dalam distribusi dan pengumpulan informasi

Pada akhir Januari 2023, BuzzFeed mengumumkan bahwa mereka akan menggunakan Artificial Intelligence (AI) dari OpenAI -- kreator dari ChatGPT -- untuk membuat kuis dan konten baru.

Hal ini diumumkan oleh CEO Jonah Peretti dalam memo internal. Dia mengatakan, setelah diuji melalui tahap R&D, konten AI akan menjadi bagian dari bisnis utama perusahaan. Utamanya, BuzzFeed akan menggunakan AI tersebut untuk membantu staf dalam mencari ide dan melakukan personalisasi konten bagi audiens.

Keputusan BuzzFeed itu mendapat sambutan yang beragam. Sebagian staf merasa senang, sementara sebagian yang lain justru khawatir. Kepada Business Insider, seorang freelancer -- yang meminta agar namanya tidak disebutkan -- mengaku bahwa dia kecewa dengan keputusan perusahaan. Pada saat yang sama, dia merasa tidak heran jika BuzzFeed memilih untuk menggunakan AI. Pasalnya, di Desember 2022 lalu, BuzzFeed telah merumahkan 12% dari karyawan mereka.

Walau kecewa, sang freelancer merasa, posisinya sebagai penulis tidak terancam oleh keberadaan AI. Yang dia khawatirkan adalah audiens BuzzFeed akan berhenti membaca jika kualitas konten turun atau mereka tahu bahwa sebagian konten tidak dibuat oleh  manusia.

BuzzFeed akan menggunakan AI untuk membuat konten dan kuis baru.

Senada dengan sang freelancer, seorang karyawan tetap BuzzFeed mengatakan bahwa dia tidak khawatir bahwa posisinya sebagai penulis akan digantikan oleh AI. Namun, dia merasa, konten yang dibuat AI tidak akan sebagus konten buatan manusia.

"Kelebihan utama BuzzFeed adalah kemampuan kami untuk menyediakan konten berdasarkan selera pembaca. Dan selama ini, hal itulah yang membuat para pembaca/penonton merasa bahwa mereka punya koneksi dengan BuzzFeed," kata sang karyawan, pada Business Insider. "Jika hal itu dihilangkan, saya merasa, kualitas dan performa dari konten BuzzFeed akan turun drastis."

Sementara itu, seorang karyawan tetap lain justru merasa senang dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan AI. Mengutip kata-kata Peretti, dia menjelaskan bahwa AI akan digunakan untuk membuat kuis dengan format baru. Dalam kuis ini, jawaban peserta akan mempengaruhi opsi jawaban yang muncul. Dan hal ini adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh AI.

Apakah AI akan Menggantikan Wartawan?

BuzzFeed bukan satu-satunya media yang menggunakan AI. Bloomberg sudah menggunakan AI pada awal 2019. Ialah Cyborg, AI yang dapat memahami laporan keuangan perusahaan dan membuat artikel berdasarkan informasi yang ia dapat dari laporan keuangan tersebut.

Menurut laporan New York Times, Bloomberg menggunakan Cyborg untuk melawan Reuters. Harapannya, mereka akan dapat membuat berita keuangan dan bisnis dengan lebih cepat dan lebih akurat. Selain itu, mereka juga ingin mempersiapkan diri untuk melawan pihak non-media, seperti hedge funds, yang menggunakan AI untuk menyajikan data terbaru pada klien mereka.

Bloomberg menggunakan Cyborg untuk membuat berita berdasarkan laporan keuangan. | Sumber: Forbes

Di 2019, Forbes juga mengumumkan bahwa mereka sedang menguji tool bernama Bertie, yang dapat memberikan draf kasar serta template artikel untuk para wartawan. Sebelum Bloomberg dan Forbes, The Washington Post telah menggunakan AI bernama Heliograf untuk membuat artikel tentang Olimpiade Rio 2016. Dan Associated Press (AP) bahkan telah mengadopsi AI pada 2014. Ketika itu, mereka membuat perjanjian kerja sama dengan Automated Insights.

Dengan bantuan AI, AP berhasil meningkatkan jumlah artikel yang mereka buat. Dalam laporan keuangan mereka, AP menyebutkan, berkat AI, mereka bisa merilis 3,7 ribu artikel per kuartal, naik dari 300 artikel per kuartal. Sekarang, AI yang AP gunakan bisa membuat sekitar 40 ribu artikel per tahun. Kabar baiknya, penggunaan AI tampaknya bukan ancaman bagi para wartawan.

"Jurnalisme merupakan pekerjaan kreatif, mencakup penuturan cerita, membutuhkan rasa penasaran dan pemikiran kritis, dan jurnalisme dapat digunakan untuk memaksa pemerintah bersikap akuntabel -- kami ingin, semua hal itulah yang menjadi fokus dari para wartawan kami," kata Lisa Gibbs, Director of News Partnership, AP, pada New York Times.

Penggunaan AI Oleh Media

Setiap media punya cara yang berbeda untuk menggunakan AI. Pada 2019, Polis, media think-tank dari London School of Economics, sempat mengadakan survei terkait penggunaan AI di media. Studi ini mencakup 71 organisasi media di 32 negara. Berdasarkan survei tersebut, secara garis besar, ada tiga cara bagi media untuk menggunakan AI: newsgathering, news production, dan news distribution.

Tiga kategori bagi media untuk menggunakan AI. | Sumber: Polis

Untuk newsgathering, tugas AI mencakup mengumpulkan informasi, memberikan ide untuk artikel, mengidentifikasi tren, memonitor berbagai kejadian, dan mengambil konten atau informasi dari sumber resmi. Menggunakan AI untuk mengumpulkan informasi dapat membantu media untuk membuat artikel berdasarkan data. Selain itu, AI juga bisa digunakan untuk memahami minat audiens, sehingga media bisa memberikan konten yang sesuai.

Charlie Beckett, Director Polis, London School of Economics mengatakan, "Salah satu tujuan kami adalah untuk memudahkan akses pada informasi. Kita menonton banyak konten video setiap hari. Di tengah banjir informasi ini, kami ingin memudahkan para wartawan dalam menentukan informasi apa yang paling relevan untuk audiens mereka."

Tak hanya untuk mengumpulkan informasi, AI juga bisa digunakan oleh perusahaan media untuk membuat konten. Tidak terbatas pada penulisan artikel, AI bisa menjadi alat bagi wartawan untuk menyempurnakan tulisannya. Sebagai contoh, Grammarly bisa digunakan untuk memastikan bahwa tata bahasa dalam artikel sudah benar. AI juga bisa digunakan untuk membantu jurnalis melakukan verifikasi.

Beckett menjelaskan, media bisa menggunakan AI untuk memisahkan pernyataan klaim dari narasumber dengan kalimat lain. Hal ini akan membantu para fact checkers untuk menentukan hal apa yang harus mereka pastikan.

"Robochecking akan secara otomatis mencocokkan klaim narasumber ke database informasi," ujar Beckett. "Saat ini, kami menggunakan data dari Office for National Statistics untuk memeriksa klaim narasumber secara real-time." Dia menjadikan contoh, jika seorang narasumber mengatakan bahwa pengangguran naik 10% sejak 2016, AI milik Polis akan bisa memeriksa kebenaran klaim tersebut dan langsung membuat grafik sesuai dengan data yang ada.

AI bisa membantu tugas para fact checkers. | Sumber: The Washington Post

Terakhir, AI bisa digunakan oleh perusahaan media untuk distribusi berita. Contohnya, dengan melakukan personalisasi konten. Mengetahui apa yang pembaca inginkan -- berdasarkan tingkat engagement, komentar, page views, dan metrik lainnya -- hal ini dapat membantu media dalam menentukan strategi pembuatan konten.

Sebelum ini, The Times of London pernah menggunakan machine learning selama 3 bulan untuk mengaitkan 10 metrik audiens pada 16 metadata konten, seperti headline dan format artikel. Mereka melakukan hal tersebut untuk mengerti apa yang disukai oleh pembaca. Setelah tiga bulan, The Times of London melakukan beberapa perubahan, termasuk pada jumlah dan tipe konten yang dibuat untuk platform atau divisi tertentu.

Dengan bantuan AI, The TImes of London juga bisa mengetahui berita yang cocok untuk dipromosikan melalui media sosial. Pada akhirnya, perubahan strategi ini tidak hanya meningkatkan ketertarikan para pembaca, tapi juga mendorong jumlah subscribers yang memperpanjang langganan mereka.

Engagement dengan audiens memang penting. Sayangnya, komentar pembaca tidak melulu positif. Di sini, AI juga bisa punya peran, yaitu moderasi konten.

Beckett menceritakan, beberapa tahun lalu, Polis pernah membuat tool untuk moderasi konten. Untuk menggunakan tool tersebut, pertama, para moderator harus menentukan beberapa kata kunci. Dengan begitu, komentar yang mengandung kata kunci tersebut tidak akan langsung muncul di kolom komentar. Selain itu, jika ada komentar yang menggunakan kata kunci tersebut, maka moderator manusia akan mendapatkan pesan.

AI bisa membantu manusia melakukan moderasi konten. | Sumber: Telus International

"Developer kami menggunakan teknik machine learning pada bagian komentar untuk membuat AI yang bisa membedakan komentar negatif atau positif. Sebanyak 22% komentar yang dianggap negatif berakhir diblokir. Angka ini lebih tinggi dari tingkat laporan dari pengguna," ujar Beckett. "Hanya 0,3% komentar positif yang dilaporkan ke moderator manusia atau diblokir oleh AI. Hal ini membuktikan bahwa AI ini punya tingkat akurasi tinggi."

Kontroversi dan Tantangan Adopsi AI

Tidak bisa dipungkiri, AI memang dapat membantu perusahaan media untuk membuat lebih banyak berita atau menampilkan berita yang lebih relevan pada audiens mereka. Namun, AI juga berpotensi memunculkan masalah baru. Sejak AI digunakan oleh berbagai media, muncul pertanyaan: apakah keberadaan AI akan menggantikan manusia?

Para responden survei Polis mengatakan, penggunaan AI memang akan membuat sebagian pekerja di industri media kehilangan pekerjaan. Pada saat yang sama, AI juga bisa memunculkan kesempatan dan lowongan pekerjaan baru. Satu hal yang pasti, tugas para karyawan media akan berubah. Kemampuan jurnalistik dasar akan menjadi semakin penting. Dan kemungkinan, di masa depan, AI akan digunakan untuk membantu pekerja industri media dan bukan menggantikan mereka.

Grammarly bisa bantu penulis untuk memastikan tata bahasanya benar. | Sumber: TechCrunch

Salah satu responden Polis mengatakan, "Saya rasa, pengaruh AI ke industri media tidak akan terlalu terlihat. Saya kritis akan konsep 'robot journalist'. Memang, ide itu terdengar menarik, tapi saya rasa, ia tidak praktis ataupun realistis. Menurut saya, AI justru akan punya pengaruh besar dalam proses di belakang layar. AI bisa membuat pola kerja wartawan dan proses pelaporan berita menjadi lebih cepat." Dia juga percaya, AI justru akan memudahkan pekerja media dalam melakukan sejumlah tugas repetitif, seperti menerjemahkan, transkripsi, pencarian gambar, dan membuat rangkuman.

Tentu saja, implementasi teknologi baru membutuhkan waktu dan sumber daya. Pengintegrasian AI di industri media juga menghadapi sejumlah tantangan.

Menurut responden survei Polis, tiga tantangan utama untuk menggunakan AI adalah keterbatasan sumber daya, informasi, dan kemampuan serta pemahaman akan AI. Tak hanya itu, beberapa hal lain yang bisa menjadi tantangan bagi perusahaan untuk menggunakan AI adalah rasa takut akan perubahan cara kerja, kekhawatiran bahwa AI akan menggantikan manusia, dan rasa cemas karena menggunakan teknologi baru.

Dari semua itu, tantangan utama yang dihadapi oleh responden Polis adalah ketiadaan dana atau ketertarikan untuk menggunakan AI. Setelah itu, masalah besar lainnya ketiadaan talenta terkait AI. Seolah hal itu tidak cukup buruk, mencari dan mempekerjakan talenta yang mengerti AI, khususnya terkait media, tidak mudah. Terakhir, masalah yang harus dihadapi oleh media yang ingin mengadopsi AI adalah perasaan skeptik akan teknologi baru dan ketakutan akan hilangnya pekerjaan.