Keberadaan Generative Artificial Intelligence (GAI) membuat para digital artists dan seniman kelimpungan. Mereka khawatir, karya mereka akan digunakan untuk melatih AI tanpa izin mereka. Memang, saat ini, masalah penggunaan konten dengan hak cipta untuk melatih AI masih ada di ranah abu-abu. Dan kini, para pengisi suara juga tampaknya mulai memiliki kekhawatiran yang sama dengan para artists akan keberadaan AI.
Pada Januari 2023, Motherboard melaporkan, anggota forum 4chan menggunakan program beta buatan perusahaan artificial voice, Eleven Labs, untuk membuat tiruan suara para selebritas. Salah satu selebritas yang suaranya ditiru adalah Emma Watson. Hal ini membuat para pengisi suara khawatir, pekerjaan mereka akan digantikan oleh AI. Apalagi karena ElevenLabs secara terang-terangan menyebutkan bahwa program mereka bisa digunakan untuk membuat suara sintetis yang bisa digunakan di game, film, audiobook, dan lain sebagainya.
Penggunaan Voice-Generating AI
Sekarang, semakin banyak voice actor (VA) alias pengisi suara yang diminta untuk menyerahkan hak atas suara mereka. Dengan begitu, klien mereka bisa menggunakan AI untuk membuat tiruan dari suara sang VA. Pada akhirnya, hal ini bisa membuat posisi pengisi suara digantikan oleh AI.
Masalah ini diungkapkan oleh beberapa organisasi advokat dan para pengisi suara pada Motherboard. Seolah hal itu tidak cukup buruk, meskipun para VA menyerahkan hak atas suara mereka, biasanya, mereka tidak akan mendapatkan kompensasi ekstra.
Seiring dengan semakin canggihnya teknologi AI, semakin banyak pula perusahaan yang menawarkan program untuk membuat suara sintetis. Menggunakan AI, program-program itu juga bisa membuat suara tiruan dari seorang pengisi suara. Harga dari program tersebut beragam.
Ada program yang bisa digunakan secara gratis, ada juga yang menggunakan sistem langganan. Salah satu voice-generating AI yang dicoba oleh Motherboard menawarkan jasa dengan biaya US$30 per bulan.
Cara menggunakan voice-generating AI cukup sederhana. Biasanya, hal pertama yang pengguna harus lakukan adalah merekam audio selama durasi tertentu. Durasi dari rekaman yang diminta oleh setiap program pembuat suara tiruan beragam, mulai dari 10 menit sampai 60 menit.
Setelah mempelajari rekaman yang dimasukkan pengguna, program akan membuat tiruan dari suara pada rekaman. Kemudian, pengguna hanya perlu menuliskan kata-kata atau kalimat untuk dibacakan oleh sang AI. Dan voila!
Beberapa voice-generating AI bisa mempelajari suara seseorang menggunakan rekaman audio. Hal itu berarti, siapapun bisa menggunakan rekaman suara dari selebritas atau tokoh masyarakat lain untuk melatih voice-generating AI. Dan dia akan bisa menggunakan suara serupa sang selebritas, bahkan jika dia tidak pernah mendapatkan izin dari sang tokoh masyarakat.
Tanggapan Para Voice Actors
Keberadaan voice-generating AI meresahkan banyak pengisi suara. Salah satunya, Fryda Wolff. Pengisi suara yang pernah ikut serta dalam game seperti Apex Legends ini mengatakan, dengan adanya voice-generating AI, developer game, studio animasi, atau bahkan klien komersial akan bisa memanfaatkan AI untuk meniru suara para VA tanpa harus memberikan kompensasi pada mereka. Dan tidak tertutup kemungkinan, para VA bahkan tidak tahu kalau “suara” mereka digunakan secara komersial.
SungWon Cho, Voice Actor dari game dan animasi merasa, suara tiruan buatan AI tidak seharusnya dibandingkan dengan performa dari VA manusia. Memang, dia menyadari, AI sekarang bisa menghasilkan suara dengan nada layaknya manusia. Namun, pada akhirnya, suara tiruan dari AI akan terdengar kosong.
“Jika hal ini terus berlanjut, orang-orang bisa berpikir, proses voice acting bisa digantikan oleh AI,” SungWon, dikutip dari VICE. “Hal ini membuat perasaan saya tidak tenang.”
Sementara itu, Sarah Elmaleh, Voice Actor dan Director yang pernah turun tangan dalam pengembangan Fortnite dan Halo Infinite mengatakan, idealnya, izin untuk menggunakan suara para VA adalah sesuatu yang berkelanjutan. Jadi, pengisi suara seharusnya punya hak untuk menolak skenario yang membuatnya tidak nyaman. Masalahnya, keberadaan voice-generating AI berarti, suara seorang VA tetap bisa digunakan walau tanpa persetujuannya.
“Apa yang akan terjadi jika kita setuju untuk memerankan karakter, tapi dalam proses rekaman, kita melihat kalimat yang membuat kita merasa tidak nyaman? Apa yang akan terjadi jika sang produser tidak mengerti atau tidak peduli dengan penolakan kita?” kata Elmaleh. “Biasanya, kami akan bisa menolak untuk membaca skenario yang membuat kami tidak nyaman, sehingga skenario itu tidak akan bisa digunakan. Dengan teknologi AI, izin sang pengisi suara tidak lagi diperlukan.”
Sayangnya, sekarang, semakin banyak kontrak yang meminta pengisi suara untuk mengizinkan sang produser membuat replika dari suara sang VA, ungkap Tim Friedlander, President dan Pendiri dari National Association of Voice Actors (NAVA). Lebih lanjut dia menjelaskan, bahasa yang digunakan dalam kontrak terkadang ambigu dan membingungkan. Alhasil, ada banyak pengisi suara yang menandatangani kontrak untuk menyerahkan penggunaan suaranya tanpa sadar akan hal itu.
Selain itu, pengisi suara kini juga mendapatkan kontrak dengan klausa yang mengharuskan VA melatih voice-generating AI tanpa izin sang pengisi suara. Dalam kontrak ini, pengisi suaran bahkan tidak mendapatkan kompensasi ekstra. “Beberapa voice actors mengatakan bahwa mereka tidak akan dipekerjakan jika mereka tidak setuju dengan klausa seperti ini,” ujar Friedlander.
UPDATED:
NAVA has updated our AI/Synthetic Voice rider to specifically address “synthetic voice and machine learning” usage.
Thank you to everyone who has shared this. We have heard that many of you have had luck getting this added to your projects. https://t.co/Eh5nrt0mnD pic.twitter.com/M2MitWafje
— NAVA (@NAVAVOICES) February 11, 2023
Untuk menanggapi hal ini, NAVA merilis saran akan langkah yang para pengisi suara bisa ambil jika mereka mendapatkan kontrak yang meminta mereka untuk menyerahkan hak atas suara mereka. Salah satunya, menghubungi juru bicara serikat pengisi suara.
Friedlander juga menjelaskan, keberadaan voice-generating AI akan punya dampak besar pada industri voice acting. Sejumlah pekerja di industri voice acting bisa kehilangan pekerjaan mereka akibat AI, khususnya para pekerja kerah biru.
“Para voice actor yang punya pekerjaan tetap dan berusaha untuk membangun karir Voice Over (VO) mereka, merekalah kelompok pertama yang akan kehilangan pekerjaan mereka karena keberadaan AI,” ungkap Friedlander. “Dan hal ini akan memberikan dampak negatif pada industri voice acting.”
Diskusi antara Perusahaan AI dan Voice Actors
Melihat keluhan dan kekhawatiran para voice actors, bagaimana tanggapan perusahaan yang membuat voice-generating AI? Kepada Motherboard, Mati Staniszewski, Co-founder ElevenLabs mengatakan bahwa di masa depan, mereka justru berharap, perusahaan-perusahaan AI akan bisa bekerja sama dengan para pengisi suara.
“Pekerjaan para VA tidak lagi dibatasi oleh jumlah sesi rekaman yang bisa mereka hadiri,” ujar Staniszewski. “Nantinya, mereka akan dapat menjual lisensi dari suara mereka ke beberapa proyek pada saat bersamaan. Dengan begitu, mereka akan bisa mendapatkan pemasukan ekstra, khususnya dari royalti.”
Dia mengungkap, potensi sumber pemasukan baru ini telah disadari oleh sejumlah VA. Dia juga menyebutkan, puluhan pengisi suara telah menghubungi ElevenLabs untuk mengajak kerja sama.
Salah satu VA yang telah menghubungi ElevenLabs adalah Lance Blair, yang pernah bekerja di berbagai iklan dan konferensi video. Blair mengatakan, “Kolega saya memang punya kekhawatiran yang nyata. Dan saya juga punya kecemasan itu. Tapi, saya tetap memutuskan untuk menggunakan teknologi AI. Tujuannya, saya ingin memahami bagaimana orang lain mendengar suara saya. Saya juga ingin mencari cara baru terkait pendekatan akan teks yang harus saya baca.”
Sementara itu, Screen Actors Guild – American Federation of Television and Radio Artists (SAG-AFTRA) — serikat aktor asal Amerika Serikat — mengatakan bahwa hak untuk membuat replika suara dari para aktor merupakan salah satu topik yang harus dibahas dalam kontrak. “Klausa dalam kontrak yang meminta hak atas produksi digital atau simulasi digital tidak berlaku sampai persyaratan untuk hal itu dibahas dengan serikat,” kata SAG-AFTRA dalam pernyataan resmi.
Friedlander menambahkan, “NAVA tidak benci dengan suara sintetis atau anti-AI. Kami hanya ingin mendukung para pengisi suara. Kami ingin memastikan bahwa para pengisi suara dilibatkan secara adil dalam evolusi dari industri voice acting. Kami juga ingin menjamin agar para voice actors tidak kehilangan kemandirian mereka atau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kompensasi yang adil atas kerja mereka.”
Sumber header: AI Magazine