Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) baru saja meresmikan Peraturan Menteri Kominfo No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Peraturan ini berlaku untuk perusahaan teknologi yang beroperasi di Indonesia, baik perusahaan asing maupun lokal.
Dengan membuat Permen No. 5 Tahun 2020, Kominfo berusaha untuk mencapai empat tujuan. Pertama, mereka ingin membuat daftar PSE yang beroperasi di Indonesia. Kedua, mereka ingin menjaga kedaulatan digital Indonesia. Ketiga, mereka ingin melindungi akses masyarakat ke platform digital. Dan terakhir, mereka ingin memastikan bahwa PSE lokal dan PSE asing bisa bersaing dengan adil.
Setelah regulasi PSE ini diresmikan, perusahaan game dan teknologi yang beroperasi di Indonesia harus mendaftarkan diri di Kominfo. Pada akhir Juli 2022, sejumlah perusahaan teknologi besar memang telah mendaftarkan diri, seperti Google, Ragnarok Online, PUBG Mobile, Mobile Legends, dan lain sebagainya. Namun, ada beberapa platform yang belum mendaftarkan diri, termasuk Battle.net, Epic Games, Origin, dan Steam.
Bagi PSE yang tidak mendaftarkan diri, Kominfo akan mengenakan hukuman berupa teguran, denda, dan terakhir, pemblokiran. Alhasil, pada Sabtu, 31 Juli 2022, akses ke sejumlah platform digital ditutup, termasuk Steam dan PayPal. Dan hal ini membuat komunitas gamers, freelancers, dan kelompok lain yang terdampak menjadi berang.
Kabar baiknya, sekarang, Kominfo telah kembali membuka akses ke Steam. Hanya saja, pemberlakuan Permen No. 5 Tahun 20220 tetap punya punya dampak jangka panjang di industri game Indonesia.
Keadaan Industri Game Indonesia
Menurut laporan hasil kerja sama Kominfo dengan Niko Partners, jumlah gamers di Indonesia mencapai 170 juta orang. Sementara valuasi industri game di Indonesia mencapai lebih dari US$1 miliar. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pasar game terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Di masa depan, industri game Indonesia juga punya potensi untuk terus tumbuh. Pada 2025, jumlah gamers di Indonesia diduga akan mencapai 192 juta orang. Sementara jumlah pemasukan industri game diperkirakan akan menembus US$1,7 miliar. Sudah bisa diduga, mobile game menjadi pendorong utama dari pertumbuhan industri game di Indonesia.
Masalahnya, meskipun Indonesia memiliki pasar game yang besar, pangsa pasar yang dikuasai oleh developer lokal sangat kecil, yaitu kurang dari satu persen. Di Indonesia, ada 178,3 ribu publisher game yang merilis game di Google Play. Namun, hanya 1,5 ribu di antaranya yang merupakan developer lokal. Sementara dari segi jumlah game, jumlah game lokal di Google Play hanya mencapai 5,3 ribu game. Padahal, ada lebih dari 486 ribu games yang dirilis di Google Play.
Tak hanya itu, kebanyakan mobile game yang populer di Indonesia juga merupakan game buatan asing. Sebagai contoh, Free Fire, yang diunduh sebanyak lebih dari 500 juta kali, merupakan game buatan Garena, perusahaan asal Singapura. Contoh lainnya, Mobile Legends: Bang Bang, yang memiliki jumlah downloads sebanyak lebih dari 100 juta downloads, merupakan buatan Moonton, yang berasal dari Tiongkok.
Dampak PSE ke Industri Game
Regulasi baru dari pemerintah akan selalu punya dampak ke industri terkait. Tidak terkecuali dengan regulasi PSE. Menurut Niko Partners, keberadaan Permen Kominfo No. 5 Tahun 2020 akan membantu pemerintah Indonesia untuk mengetahui jumlah perusahaan game yang beroperasi di Tanah Air. Dan jika Kominfo berhasil melakukan hal tersebut, mereka akan bisa mengadakan game jams — atau event terkait game lainnya — lebih sering, memungkinkan developer lokal untuk berinteraksi dan berkolaborasi dengan developer asing.
Pasalnya, salah satu permintaan developer lokal ke pemerintah memang agar pemerintah membuat lebih banyak events yang menggabungkan studio game asing dan lokal. Dengan begitu, diharapkan, developer lokal akan bisa meningkatkan pengalaman mereka. Selain itu, jika pemerintah sudah punya daftar perusahaan game di Indonesia, mereka bisa mencoba untuk menciptakan kesempatan bagi talenta lokal untuk melakukan internship di perusahaan game besar.
Namun, keberadaan regulasi PSE juga berpotensi untuk mendisrupsi pasar gaming di Indonesia. Karena, menurut survei yang dilakukan oleh Kominfo dengan Niko Partners, 61,8% dari studio game lokal mengaku, platform PC adalah target pasar utama mereka. Tak hanya itu, 56,1% dari mereka mengatakan, mereka memprioritaskan pasar global. Hanya 30,5% studio game di Indonesia yang memprioritaskan pasar lokal.
“Peraturan PSE yang mengakibatkan pemblokiran situs tempat studio game Indonesia berpotensi menempatkan game PC buatan lokal (seperti Steam) atau platform pembayaran internasional (seperti PayPal) berbanding terbalik dengan temuan dari riset tersebut,” kata Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners.
Selain itu, menurut Darang, ada beberapa poin dalam regulasi PSE yang masih ambigu. Salah satunya, poin yang mengharuskan perusahaan game untuk memberikan akses pada data pelanggan ke pemerintah. Karena, peraturan ini berpotensi melanggar hak konsumen atas privasi data. Darang mengatakan, poin tersebut sebaiknya ditinjau ulang agar tidak memberikan dampak negatif.
Bagian lain dari peraturan PSE yang masih ambigu adalah Pasal 14 Ayat 3, yang menyebutkan bahwa sebuah perusahaan bisa dituntut jika platform mereka memuat konten yang dianggap meresahkan masyarakat.
Terkait hal ini, Darang berkata, “Perlu ada revisi peraturan yang lebih jelas terutama dari segi data sharing dan kriteria konten yang dianggap mengganggu ketertiban umum. Ambiguitas dalam peraturan pemerintahan secara umum membuat perusahaan lokal maupun investor asing menghindari suatu bisnis dan dapat mengurangi kemampuan kompetitif industri tersebut di dalam maupun luar negeri.”
Sumber header: Kominfo