Dark
Light

Jatuh Bangun Industri Konsol Handheld: Dulu, Sekarang, dan Nanti

12 mins read
July 25, 2021
Steam Deck vs Nintendo Switch. | Sumber: Tom's Guide

Mobile gaming dianggap sebagai salah satu alasan mengapa PlayStation Vita gagal ketika Sony meluncurkan handheld tersebut pada akhir 2011/awal 2012. Sejak saat itu, muncul diskusi bahwa mobile gaming akan mematikan industri konsol, khususnya handheld. Meskipun begitu, Nintendo Switch, yang dirilis pada 2017, sukses besar. Perusahaan Jepang itu bahkan berencana untuk meluncurkan versi baru dari Switch, bernama Switch OLED, pada Oktober 2021. Tak hanya Nintendo, Valve juga akan merilis handheld, yang dinamai Steam Deck, pada Desember 2021. Dua hal ini menunjukkan, industri konsol handheld masih belum mati.

Awal Mula Konsol Handheld

Tak bisa dipungkiri, Nintendo punya peran besar dalam industri konsol handheld. Empat dari lima konsol handheld terpopuler sepanjang masa merupakan konsol buatan perusahaan Jepang tersebut. Baca sejarah Nintendo di tautan ini.

Selain itu, Nintendo juga dianggap sebagai perusahaan yang berhasil mempopulerkan konsol handheld. Meskipun begitu, Nintendo bukan perusahaan pertama yang membuat konsol handheld. Perusahaan pertama yang membuat handheld adalah Mattel, yang meluncurkan Auto Race pada 1976. Walau disebut “konsol”, Auto Race hanya bisa digunakan untuk memainkan satu game balapan.

Setelah peluncuran Auto Race, ada beberapa perusahaan yang mencoba untuk mengikuti jejak Mattel, seperti Coleco dan Milton Bradley. Sama seperti Mattel, dua perusahaan itu juga membuat handheld yang hanya bisa memainkan satu game saja. Salah satu konsol handheld generasi pertama yang laku keras adalah Merlin. Konsol yang dirilis pada 1978 itu berhasil terjual sebanyak lebih dari empat juta unit.

Microvision mengawali era kedua dari konsol handheld. Konsol buatan Milton Bradley itu juga menjadi handheld pertama yang menggunakan cartridge. Dengan begitu, Microvision bisa memainkan lebih dari satu game. Namun, sejak diluncurkan, Microvision punya banyak masalah, seperti yang disebutkan oleh Engadget. Salah satunya, jumlah game yang terbatas. Selain itu, layar LCD pada Microvision juga sering mengalami masalah “screen rot” karena proses manufaktur yang primitif. Keypad pada Microvision juga mudah rusak.

Microvision dari Milton Bradley. | Sumber: Wikimedia

Konsol handheld pertama buatan Nintendo adalah Game & Watch, yang dirilis pada 1980. Sejak 1980 sampai 1991, Nintendo akan merilis beberapa versi dari Game & Watch. Pada awalnya, desain Game & Watch sangat sederhana. Di konsol ini, Anda hanya akan menemukan d-pad dan sebuah tombol. Daya tarik utama dari handheld ini adalah karena ia bisa memainkan sejumlah game yang populer ketika itu, seperti Donkey Kong, Mario Bros, dan Balloon Fight.

Pada 1984, Epoch meluncurkan handheld yang dinamai Game Pocket Computer. Konsol handheld tersebut memiliki layar LCD berukuran 75×64 pixels. Jika dibandingkan dengan Microvision, Game Pocket Computer memiliki kualitas yang jauh lebih baik. Hanya saja, konsol yang hanya bisa memainkan lima game itu tetap tidak populer.

Nintendo meluncurkan Game Boy pada 1989. Game Boy bisa dibilang sebagai salah satu konsol paling sukses sepanjang sejarah. Harga yang terjangkau menjadi salah satu alasan mengapa Game Boy bisa sukses. Faktor lain di balik kesuksesan Game Boy adalah game-game yang bisa dimainkan di handheld tersebut. Ketika diluncurkan, Game Boy sudah dilengkapi dengan Tetris, yang dianggap sebagai salah satu game terbaik dari konsol ini.

Pada tahun yang sama Nintendo meluncurkan Game Boy, Atari merilis Lynx. Handheld tersebut dikembangkan oleh Atari bersama dengan Epyx. Jika dibandingkan dengan Game Boy, Lynx punya grafik yang lebih baik. Hanya saja,  Lynx juga punya harga yang lebih mahal. Atari merombak desain Lynx pada 1991. Sayangnya, hal itu tidak membuat Lynx menjadi lebih populer dan Nintendo tetap menguasai pasar konsol handheld.

Atari Lynx. | Sumber: Engadget

Selain Atari, NEC juga mencoba untuk bersaing dengan Nintendo di pasar handheld dengan meluncurkan Turbo Express dari NEC. Dari segi ukuran, Turbo Express tidak jauh berbeda dengan Game Boy. Tak hanya itu, konsol ini juga sudah punya layar warna. Anda bahkan bisa menggunakannya sebagai TV. Namun, harganya yang lebih mahal — Game Boy dihargai US$109 dan Turbo Express US$300 — membuatnya tak populer.

Pada 1990, Sega merilis Game Gear. Konsol handheld itu terbilang cukup sukses pada eranya. Sama seperti Lynx dan Turbo Express, Game Gear juga sudah dilengkapi dengan layar berwarna. Sega juga berhasil menekan harga dari Game Gear, menjadi US$149. Jika dibandingkan dengan Lynx dari Atari, Game Gear juga punya pilihan game yang lebih beragam. Namun, kesuksesan Sega dengan Game Gear tetap tak bisa menggoyahkan Nintendo sebagai penguasa pasar konsol handheld.

Sega kembali menantang dominasi Nintendo dengan merilis Nomad pada 1995. Pada dasarnya, Nomad merupakan versi portable dari Genesis, home console buatan Sega. Genesis sendiri cukup populer, dengan total penjualan mencapai 30,75 juta unit. Sayangnya, baterai Nomad tidak dapat bertahan lama. Selain itu, ukuran Nomad juga cukup besar. Alhasil, handheld tersebut pun gagal.

Game.com jadi handheld pertama yang bisa terhubung ke internet. | Sumber: Wikipedia

Game.com dari Tiger Electronics menjadi konsol handheld pertama yang dilengkapi dengan internet. Handheld tersebut juga dilengkapi dengan fitur Personal Digital Assistant (PDA). Sayangnya, jumlah game yang bisa dimainkan di konsol itu tidak banyak. Selain itu, fungsi internet di konsol tersebut juga sangat terbatas. Anda hanya bisa menggunakan internet untuk membuka email atau menjelajah internet dalam bentuk teks.

Neo-Geo, yang dikenal berkat game arcade mereka, meluncurkan konsol handheld bernama Neo-Geo Pocket pada 1998. Ketika itu, Pocket masih menggunakan layar hitam putih. Sejak awal peluncuran, Pocket memang sudah menemui masalah. Satu tahun setelah Pocket diluncurkan, Neo-Geo merilis Pocket Color. Mereka juga berhasil membawa beberapa game yang menjanjikan ke konsol tersebut. Sayangnya, mereka gagal mendapatkan dukungan dari developer pihak ketiga.

Nintendo merilis Game Boy Color pada 1998. Sesuai namanya, handheld tersebut sudah dilengkapi dengan layar berwarna. Selain itu, ia juga dilengkapi dengan fitur backward compatibility. Artinya, konsol itu bisa memainkan game-game di Game Boy. Hanya saja, grafik Game Boy Color lebih baik dari pendahulunya. Pada 1999, Bandai merilis WonderSwan, yang digantikan oleh WonderSwan Color satu tahun kemudian. Salah satu daya jual dari konsol buatan Bandai tersebut adalah karena ia merupakan satu-satunya handheld yang bisa memainkan game-game Final Fantasy. Hal ini membuat konsol itu cukup sukses di Jepang. Namun, hubungan Nintendo dan Squaresoft — developer dari Final Fantasy — membaik. Dengan begitu, pemilik Game Boy Advance dapat memainkan game Final Fantasy, yang merupakan kabar buruk untuk Bandai.

Game Boy Advance, yang Nintendo rilis pada 2001, juga punya dampak besar pada industri konsol handheld. Sama seperti pendahulunya, salah satu keunggulan GBA adalah pilihan game yang beragam. Di GBA, Anda bisa memainkan game-game yang di-porting dari home console Super Nintendo. Selain itu, GBA juga punya beberapa game orisinal, seperti Advance Wars. Pada 2003, Nintendo merilis versi baru dari GBA yang disebut GBA SP. Versi terbaru tersebut sudah dilengkapi dengan frontlit display.

Game Boy Advance. | Sumber: Wikipedia

Nokia mencoba untuk menarik perhatian gamers ketika mereka meluncurkan N-Gage pada 2003. Dari segi komputasi, N-Gage memang cukup mumpuni. Hanya saja, ketika itu, mobile gaming masih belum booming seperti sekarang. Orang-orang belum terbiasa dengan ide memainkan game di ponsel. Alhasil, Nokia hanya menjual 3 juta unit N-Gage. Masih pada 2003, Nintendo memperkenalkan Nintendo DS. Ketika desain DS diunggah ke internet, banyak gamers yang mereka skeptis. Namun, perlahan tapi pasti, Nintendo berhasil memenangkan hati para gamers dengan meluncurkan game-game berkualitas untuk DS.

PlayStation Portable, yang diluncurkan pada 2004, menjadi konsol handheld pertama dari Sony. Ketika diluncurkan, PSP merupakan handheld dengan daya komputasi terbaik. Selain itu, PSP juga bisa dihubungkan ke PlayStation 2 dan 3, PC, PSP lain, dan bahkan internet. Tak hanya untuk bermain game, PSP juga bisa digunakan untuk menonton film. PSP adalah satu-satunya handheld yang menggunakan Universal Media Disc (UMD) sebagai storage. Konsol handheld Sony ini cukup sukses. Buktinya, total penjualan PSP mencapai lebih dari 80 juta unit.

Tiger Telematics merilis Gizmondo pada 2005. Handheld ini punya daya komputasi yang cukup mumpuni dan punya berbagai fitur unik, seperti GPS dan kamera. Sayangnya, harga yang mahal dan kurangnya game yang menarik membuat handheld itu menjadi tidak populer. Handheld ini hanya terjual sebanyak kurang dari 25 ribu unit, menjadikannya sebagai salah satu konsol handheld terburuk. Sejak peluncuran Gizmondo, ada sejumlah handheld yang diluncurkan, seperti GP2X — yang memungkinkan untuk memainkan game dari banyak konsol lain dengan bantuan simulator — digiBlast, V.Smile Pocket, VideoNow XP, Didj, Pandora, iXL, dan lain sebagainya. Hanya saja, tidak ada handheld yang berhasil meraih sukses layaknya konsol buatan Nintendo.

Gizmondo dianggap sebagai salah satu handheld dengan penjualan terburuk. | Sumber: CNET

Pada 2011, Nintendo merilis 3DS. Sama seperti pendahulunya, 3DS punya dua layar. Handheld tersebut juga punya toko digital sendiri dan bisa digunakan untuk memainkan game-game DS. Sayangnya, 3DS tidak sesukses DS. Menurut GeekWire, salah satu alasan mengapa 3DS kurang populer adalah harganya yang cukup mahal, yaitu US$250 saat diluncurkan. Untuk mengatasi masalah ini, Nintendo memotong harga 3DS US$170. Sayangnya, strategi ini gagal untuk mendorong penjualan 3DS.

Di tahun yang sama, untuk lebih tepatnya pada Desember 2011, Sony juga meluncurkan handheld baru, yaitu PlayStation Vita. Walau Nintendo gagal untuk mendominasi pasar dengan 3DS, Sony juga tak bisa menggantikan posisi Nintendo dengan Vita. Sama seperti 3DS, Vita juga dianggap sebagai proyek gagal Sony. Kegagalan Vita dan 3DS bukan akhir dari indusstri konsol handheld. Masih ada sejumlah konsol handheld yang diluncurkan, seperti Kids Pad dari LG, Neo Geo X, GWC Zero, Shield Portable dari NVIDIA, GPD XD dan GPD Win, serta Arduboy. Namun, pasar konsol handheld baru kembali bergairah setelah Nintendo meluncurkan Switch, yang merupakan konsol hibrida.

Kegagalan PS Vita dan Kesuksesan Nintendo Switch

Apa yang membuat PS Vita gagal? Dan kenapa Nintendo bisa sukses dengan Switch? Sebelum membahas jawaban dari dua pertanyaan itu, coba Anda perhatikan daftar konsol handheld terpopuler di bawah ini. Daftar ini dibuat berdasarkan total penjualan dari masing-masing konsol:

1. Nintendo DS, terjual sebanyak 154 juta unit
2. Game Boy & Game Boy Color, terjual sebanyak 118,69 juta unit
3. Nintendo Switch, terjual sebanyak 84,59 juta unit
4. Game Boy Advance, terjual sebanyak 81,51 juta unit
5. PlayStation Portable, terjual sekitar 80-82 juta unit

Seperti yang bisa lihat pada daftar di atas, empat dari lima konsol handheld terlaris merupakan buatan Nintendo. Faktanya, Nintendo DS merupakan konsol paling laku nomor dua, hanya kalah dari PlayStation 2, yang merupakan konsol terpopuler sepanjang masa.

Jika dibandingkan dengan home console — seperti PlayStation dan Xbox — konsol handheld punya kelebihan sendiri. Salah satunya adalah mobilitas. Handheld tak hanya punya desain yang lebih ringkas dari home console, ia juga bisa dimainkan tanpa TV. Dengan begitu, Anda bisa membawa handheld ketika Anda sedang berpergian. Selain itu, dari segi harga, handheld juga cenderung lebih murah. Saat diluncurkan pada Maret 2017, Nintendo Switch dihargai US$300. Sebagai perbandingan, PlayStation 4 dihargai US$399 ia diluncurkan. Padahal, PS4 diluncurkan pada 2013. Tentu saja, handheld juga punya kekurangan, seperti daya komputasi yang kurang mumpuni dari home console.

Oke, sekarang, mari kita membahas tentang alasan mengapa PS Vita gagal dan Nintendo Switch sukses.

Sony meluncurkan PlayStation Vita pada Desember 2011, pada tahun yang sama ketika Nintendo merilis 3DS. Namun, seperti yang sudah dibahas di atas, 3DS tidak sesukses pendahulunya. Sayangnya, 3DS bukanlah satu-satunya pesaing yang harus PS Vita hadapi. Ketika itu, PS Vita juga harus bersaing dengan Android dan iPhone. Memang, jika dibandingkan dengan 3DS atau Vita, daya komputasi smartphone masih lebih cupu. Meskipun begitu, smartphone punya keunggulan sendiri, yaitu ia bisa digunakan untuk hal lain selain bermain game, seperti mengakses email, menonton video, dan lain sebagainya.

PS Vita punya beberapa fitur unik. | Sumber: The Verge

Untuk memenangkan hati para gamers, Sony merilis sejumlah game eksklusif untuk PS Vita, seperti Uncharted: Golden Abyss. Game itu mendapatkan skor 80% di Metacritic dan 8,5/10 di IGN, yang berarti, game itu tidak buruk sama sekali. Hanya saja, Golden Abyss — atau game-game eksklusif untuk Vita lainnya, seperti Persona 4 Golden — kurang menarik di mata gamers kasual. Pasalnya, kebanyakan game eksklusif Vita punya cerita yang berbobot. Artinya, game-game itu tidak bisa dimainkan dalam waktu sebentar, tidak cocok untuk dimainkan di sela-sela waktu luang. Sementara itu, di smartphone, Anda akan bisa menemukan banyak game kasual, seperti Candy Crush.

Hal lain yang menjadi alasan mengapa Vita gagal adalah ketiadaan dukungan dari developer pihak ketiga. Game-game dari franchise populer — seperti Monster Hunter, Kingdom Hearts, Metal Gear Solid, dan Tekken — tak pernah diluncurkan untuk Vita, seperti yang disebutkan oleh The Gamer. Harga juga punya peran di balik kegagalan PS Vita. Saat diluncurkan, harga Vita cukup mahal, yaitu US$249. Bersamaan dengan Vita, Anda juga harus membeli memory cards untuk menyimpan game. Ketika itu, harga memory card belum semurah sekarang. Memory card dengan kapasitas 4GB saja dihargai US$20, sementara memory card dengan kapasitas 32GB dihargai US$100. Sekarang, Anda bisa menemukan memory card 32GB dengan harga di bawah Rp100 ribu.

Walau dianggap gagal, Vita sebenarnya punya beberapa fitur menarik, seperti cross-play. Ketika Anda memainkan game yang sama di PS3 dan Vita, Anda bisa melanjutkan game Anda dari save point yang sama. Hanya saja, fitur cross-play ini cukup merepotkan, tidak semudah fitur cross-platform di game-game modern. Untuk menggunakan fitur cross-play, Anda harus mengunggah data dari PS3 ke cloud dan mengunduhnya di PS Vita. Pada akhirnya, Sony diperkirakan hanya dapat menjual 16 juta unit PS Vita.

Switch merupakan konsol hibrida.

Nintendo meluncurkan Switch pada Maret 2017. Ketika itu, mobile game sudah menjadi industri dengan nilai US$46,1 miliar. Menurut perkiraan Newzoo, industri game pada 2017 bernilai US$108,9 miliar. Hal itu berarti, mobile game memberikan kontribusi sekitar 42% dari total pemasukan industri game. Namun, Nintendo Switch tetap dapat bertahan dan justru menjadi salah satu konsol handheld terpopuler. Gamasutra menyebutkan, salah satu daya tarik Switch adalah game-game eksklusif dari Nintendo, seperti Legend of Zelda: Breath of the Wild dan Mario Odyssey. Selain membuat game sendiri, Nintendo juga menggandeng developer pihak ketiga untuk membuat game di Switch. Berkat usaha Nintendo ini, para pemilik Switch bisa memainkan game dari berbagai franchise populer, termasuk Monster Hunter, BioShock, dan Dark Souls.

Game berbobot layaknya hukuman mati bagi Vita. Namun, hal ini justru menjadi daya jual Switch. Mengapa begitu? Alasannya sederhana: karena pada 2017, mobile gamers sudah mulai tertarik dengan game-game “serius”. Vainglory, yang merupakan game MOBA, dirilis pada November 2014. Pada 2015, Tencent merilis Honor of Kings, alias Arena of Valor. Setelah itu, Tencent juga mengembangkan ekosistem esports dari Honor of Kings. Alhasil, mobile game pun mulai dianggap serius. Pada 2016, Vulkan API dirilis. API tersebut memungkinkan smartphone untuk menampilkan grafik game yang lebih baik dan menghemat daya baterai smartphone. Dan pada 2017, Razer merilis smartphone khusus gaming, yang menjadi bukti keberadaan hardcore mobile gamers.

Selain jajaran game yang menarik, keunggulan lain dari Switch adalah desainnya yang eye-catching. Walau Switch bisa masuk dalam kategori konsol handheld, tapi ia juga bisa dianggap sebagai home console. Ketika terpasang pada dock, Switch bisa dimainkan layaknya home console biasa. Dan keunikan ini menjadi salah satu daya jual Switch.

Steam Deck: Dapatkah Membuat Industri Handheld Kembali Bergairah?

Kesuksesan Nintendo dengan Switch menjadi bukti bahwa industri handheld belum mati. Dan Nintendo bukan satu-satunya perusahaan yang tertarik untuk membuat konsol handheld. Pada akhir 2020, GPD, perusahaan asal Tiongkok memperkenalkan konsol handheld yang bisa digunakan untuk memainkan game PC, dinamai GPD Win 3. Sementara pada Maret 2021, Aya Neo, perusahaan asal Tiongkok lainnya, mengadakan kampanye crowdfunding di Indiegogo untuk membuat konsol handheld berbasis Windows yang bisa digunakan untuk bermain game PC.

Belum lama ini, Valve juga mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan Steam Deck pada Desember 2021. Sama seperti GPD Win 3 dan Aya Neo, Steam Deck juga merupakan konsol handheld yang bisa memainkan game PC. Pengumuman akan Steam Deck disambut dengan hangat. Buktinya, hanya dalam sehari, daftar pre-order dari konsol itu langsung penuh. Keberadaan konsol-konsol handheld gaming PC ini menunjukkan bahwa masih ada tempat untuk konsol handheld di masa depan. Memang, jika dibandingkan dengan smartphone, konsol handheld sebenarnya punya kelebihan tersendiri.

Salah satu keunggulan konsol handheld adalah pilihan game yang lebih menarik. Game eksklusif merupakan strategi yang biasa digunakan oleh perusahaan  pembuat konsol seperti Sony dan Nintendo untuk mendorong penjualan konsol mereka. Sementara dalam kasus Steam Deck, konsol itu bahkan bisa mengakses ribuan game yang tersedia di Steam. Selain itu, keberadaan konsol handheld juga bisa membantu Anda untuk menghemat baterai smartphone. Pasalnya, bermain game di ponsel — apalagi game yang berat — bisa menghabiskan baterai dengan cepat. Padahal, sekarang ini, kita semakin tergantung pada smartphone. Jadi, walau smartphone bisa digunakan untuk bermain game, sebagian gamers mungkin lebih memilih untuk bermain di konsol handheld, apalagi ketika mereka sedang berpergian dan jauh dari colokan.

Steam Deck merupakan handheld yang bisa memainkan game PC. | Sumber: PC Mag

Seperti yang disebutkan oleh Daniel Ahmad, Senior Analyst, Niko Partners, konsep handheld gaming PC bukanlah sesuatu yang baru. Hanya saja, untuk mempopulerkan konsol handheld yang bisa memainkan game PC, konsol itu harus bisa memenuhi dua persyaratan. Pertama, konsol itu punya daya komputasi yang cukup mumpuni untuk memainkan game-game PC. Kedua, harga konsol tersebut cukup terjangkau bagi kebanyakan orang.

Steam Deck menggunakan AMD Zen 2. PC Gamer menyebutkan, APU yang digunakan pada Steam Deck didasarkan pada arsitektur Zen 2 — yang juga digunakan pada prosesor Ryzen 3000 — dan RDNA 2, yang bertanggung jawab atas pemprosesan grafik. Dari segi jumlah Compute Unit, Steam Deck memang masih kalah dari Xbox Series X — Steam Deck punya 8 Compute Unit dan Xbox Series X punya 20. Meskipun begitu, Valve mengklaim bahwa Steam Deck cukup kuat untuk memainkan semua game yang ada di Steam.

“Kami ingin agar Steam Deck bisa memainkan semua game yang ada di Steam,” kata Pierre-Loup Griffais, developer Valve, dikutip dari PC Gamer. “Dan kami belum menemukan game yang tidak bisa dimainkan oleh konsol ini.”

Masalah kedua yang harus bisa diselesaikan oleh Steam Deck dan konsol handheld untuk game PC lainnya adalah harga. Kepada IGN, Gabe Newell mengaku, harga yang Valve tetapkan untuk Steam Deck itu “menyakitkan”.  Namun, dia sadar, jika Valve ingin Steam Deck sukses, mereka harus rela memasang harga yang terjangkau. Berikut daftar harga Steam Deck, berdasarkan besar memori:

  • Versi 64GB, seharga US$399
  • Versi 256GB, seharga US$529
  • Versi 512GB, seharga US$649

Sebagai perbandingan, Aya Neo dihargai sekitar US$700-900, sementara GPD Win 3 dihargai US$1.60 di Amazon. Valve berani untuk menekan harga Steam Deck karena mereka masih bisa mendapatkan untung dari penjualan game di Steam. Jadi, secara teori, Steam Deck berpotensi untuk menjadi handheld yang populer. Dan hal ini bisa mendorong pertumbuhan pasar konsol handheld. Sekalipun penjualan Steam Deck tidak terlalu sukses, keberadaannya akan tetap menarik bagi sebagian gamers, khususnya fans Valve.

Penutup

Setelah mempopulerkan konsep handheld, Nintendo menguasari pasari konsol handheld selama beberapa dekade. Walau sempat gagal dengan 3DS, Nintendo kembali mendulang sukses ketika mereka merilis Switch. Kesuksesan Nintendo dengan konsol handheld mendorong banyak perusahaan lain untuk membuat handheld. Namun, tidak ada konsol yang dapat menggoyahkan posisi Nintendo. Dalam daftar konsol handheld terlaris sepanjang masa, PSP jadi satu-satunya konsol yang tidak dibuat oleh Nintendo.

Meskipun begitu, saat ini, muncul beberapa perusahaan yang mencoba untuk merealisasikan konsep handheld gaming PC, seperti Valve, GPD dan Aya Neo. Dari ketiga perusahaan itu, Valve menjadi satu-satunya perusahaan yang berani menekan harga dari konsol mereka. Tidak heran, mengingat Valve memang lebih besar dari GPD dan Aya Neo. Selain itu, walau Valve hanya mendapatkan untung kecil dari penjualan Steam Deck — atau justru tidak mengambil untung sama sekali — mereka masih bisa mendapatkan untung dari Steam.

Terlepas dari itu, jika konsep handheld gaming PC berhasil direalisasikan, hal itu akan mengubah lanskap industri gaming, membuat konsol handheld kembali relevan dalam industri game saat ini.

Sumber header: Tom’s Guide

Previous Story

Tim GPX Umumkan Roster Mobile Legends, Berisikan Mantan Pemain-Pemain Siren Esports

Next Story

Film Anime Adaptasi dari The Witcher Dapatkan Trailer Perdananya

Latest from Blog

Don't Miss

H3RO Land dari Bima+, Teman Mabar Anak Esports

Salah satu bentuk dukungan untuk perkembangan esports di tanah air
Review Poco X6 5G Hybrid

Review Poco X6 5G, Performa Ekstrem dan Sudah Dapat Pembaruan HyperOS

Poco X6 membawa layar AMOLED 120Hz dengan Dolby Vision lalu