Esports kini tengah menjadi primadona. Semakin banyak investor dan merek non-endemik yang tertarik untuk masuk ke industri esports. Menjadi pemain esports profesional pun tak lagi hanya mimpi. Tim seperti RRQ juga menyediakan pelatihan khusus bagi pemain yang ingin menjadi profesional. Namun, tak semua gamer ingin menjadi profesional. Ada juga gamer yang sudah puas dengan menjadikan bermain sebagai hobi. Itu bukan berarti para pemain ini tak ingin bisa bermain dengan lebih baik. Sebagian dari mereka bahkan rela untuk mencari tutor untuk meningkatkan performa mereka dalam game.
Ialah Anthony Yeo, pria berumur 46 tahun yang ingin bisa menjadi pemain Fortnite yang lebih baik demi bisa menghabiskan waktunya bersama keponakannya, Poppy Ford. Yeo tinggal di Los Angeles sementara Ford tinggal di Australia. Mereka menghabiskan waktu dengan bermain Fortnite. Sayangnya, Yeo mudah panik ketika karakternya ditembak musuh. Dia lalu memutuskan untuk mencari seorang tutor yang bisa mengajarkannya menembak dengan lebih akurat dan membangun cover dengan lebih baik. Dia menemukan Cody Lefevre, guru olahraga SD di Colorado. Untuk berlatih dengan Lefevre, Yeo menghabiskan US$175 (Rp2,5 juta) per 90 menit. Menariknya, orang yang tertarik untuk mencari pelatih agar mereka bisa bermain dengan lebih baik bukan hanya orang dewasa. Orangtua juga mencari pelatih bagi anaknya agar sang anak bisa bermain lebih baik.
Menurut laporan The Washington Post, para pelatih yang mereka wawancara berkata, orangtua ingin agar anaknya bisa bermain dengan lebih baik untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka. Sama seperti ketika seorang anak memiliki prestasi di bidang olahraga atau seni, anak juga memiliki kebanggaan tersendiri jika mereka mahir dalam bermain game. Tugas pelatih adalah membantu murid untuk belajar dengan lebih efisien dan mengajarkan perilaku yang positif dalam bermain game. “Sebagian orang mungkin berpikir bahwa game hanyalah untuk main-main, tapi bermain game bisa mengembangkan karakter anak. Saya bisa membantu mereka untuk menjadi lebih baik,” kata Lefevre. Salah satu hal yang dia ajarkan pada Yeo dan Ford adalah untuk tetap tenang bahkan ketika musuh menyerang.
Yeo menemukan Lefevre di situs Fiverr, marketplace untuk jasa freelance. Selain Fiverr, ada juga berbagai startup yang menyediakan jasa untuk mempertemukan para pelatih game dengan calon murid, seperti G-pprentice. Tak hanya itu, juga ada platform khusus untuk mencari pelatih game seperti Gamer Sensei dan ProGuides. Sistem yang digunakan oleh situs-situs ini serupa seperti layanan ride-hailing yang mempertemukan penumpang dengan pengendara. Harga yang ditawarkan oleh para pelatih juga beragam. Sebagian pelatih menawarkan jasanya dengan harga US$7,5 (sekitar Rp105 ribu) per jam, sementara pelatih yang namanya sudah dikenal, seperti Dmitry “Redmercy” Garanin, bisa mendapatkan lebih dari US$2 ribu (sekitar Rp28 juta) per bulan. Menjadi pelatih juga bisa menjadi opsi karir bagi gamer profesional yang telah mengundurkan diri. Dengan menjadi pelatih, mereka tetap bisa mendapatkan uang dengan memainkan game yang mereka sukai.
“Saya memilih menjadi pelatih di ProGuides dan bukannya menjadi streamer karena bisa mendapatkan pendapatan lebih dan saya merasa lebih senang saat bermain,” kata mantan pemain League of Legends profesional, Andres Zamora, yang kini menjadi CEO dari Dark Horse, tim esports asal Chili. “Saya membantu para murid dengan apa yang saya tahu dan mereka tetap merasa senang dan bisa belajar, tak peduli apakah mereka menang atau kalah.” Menariknya, tak semua orang menjadi pelatih untuk bisa mendapatkan uang. Misalnya, Kevin Tolin dari Alabama, Amerika Serikat yang mengaku dia menjadi tutor agar bisa bermain bersama dan bersenang-senang dengan murid yang dia ajarkan.
Sumber header: TechSpot