Gelaran First Warrior telah selesai diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 2019 lalu. Setelah 2 bulan kualifikasi dengan persaingan lebih dari 13.000 peserta dan 100 pertandingan, babak Grand Final akhirnya memilih 8 pemain yang akan menjadi bagian dari tim First Raiders.
Pertandingan ini menyisakan beberapa cerita menarik. Mulai dari konsep baru yang dibawa, menjadikan esports layaknya ajang pencarian bakat, dan mengkombinasikan esports dengan reality show, lalu selain itu yang juga tak kalah menarik adalah dengan kehadiran Renault, perusahaan otomotif ternama asal Perancis, sebagai salah satu sponsor utama saat kualifikasi First Warrior Bandung. Sebagai bentuk kerjasama ini, sang MVP gelaran First Warrior yaitu Moh “AchilGMG” Rifa’i, menerima hadiah berupa mobil Renault KWID Climber.
Hubungan kerjasama ini jadi menarik untuk dibahas, apalagi mengingat Renault sebagai perusahaan otomotif sebenarnya bisa dibilang tidak banyak bersinggungan dengan esports. Andrew Limbert, CEO PT. Maxindo Renault Indonesia (pemegang lisensi merek Renault di Indonesia) sempat memberikan komentarnya saat hadir di gelaran kualifikasi First Warrior Bandung. Ia mengatakan bahwa kerjasama Renault dengan First Warrior adalah percobaan Renault untuk memulai langkah agresif di Bandung dengan cara yang unik dan juga tak biasa.
Ingin membahas lebih lanjut soal ini, saya lalu menghubungi Arthur Panggabean, General Manager PT Maxindo Renault Indonesia. Pertama-tama adalah soal inisiatif Renault untuk turut berkontribusi di ekosistem esports, terutama di Indonesia. Renault Internasional sudah punya beberapa inisiatif terkait esports. Mereka bekerja sama dengan Team Vitality divisi Rocket League, yang baru saja menjadi juara dunia lewat gelaran Rocket League Championship Series Season 7 – Finals (RLCS).
Untuk inisiatif lokal Indonesia lewat gelaran First Warrior ini, Arthur mengaku ada dua alasan ketertarikan Renault terhadap esports. Pertama, menurutnya esports sebagai ajang baru ini punya potensi besar di Indonesia. “Dengan hampir 500 juta peminat dan global revenue sebesar US$1 miliar, tinggal menunggu waktu saja sampai Indonesia juga memberikan kontribusi peminat esports bagi dunia. Renault Indonesia meyakini, besar dan tumbuh bersama gamers dalam industri ini dapat menjadi kunci sukses, eksistensi merk, sekaligus membantu memajukan kualitas anak bangsa di mata dunia.” Artur menjelaskan.
Lalu untuk faktor keduanya, menurutnya adalah karena esports yang punya kesamaan nilai dengan Formula 1. Seperti yang disebut laman resmi Renault Sport, ada tiga kesamaan nilai antara motorsport dengan video game: passion, emotion, dan performance. Menurut Renault, tiga komposisi tersebut membuat fans motorsport jadi seperti fans esports, yang juga membuatnya jadi bisa bersatu secara lintas generasi.
Selanjutnya adalah soal Free Fire. Ini yang jadi memunculkan pertanyaan, mengapa brand otomotif memilih mensponsori game esports yang tidak ada hubungannya dengan otomotif? Padahal di sisi lain, Indonesia juga punya scene kompetisi Simracing yang geliatnya semakin terasa setelah kolaborasinya dengan Ikatan Motor Indonesia, dan menciptakan Indonesia Digital Motorsports Championship.
Menurutnya, satu hal yang dikhawatirkan adalah soal bias posisi Renault sebagai brand otomotif. “Game otomotif yang memiliki korelasi langsung dengan merk dapat menghasilkan potensi penilaian yang bias terhadap merk mobil tersebut.” Arthur mengatakan.
Terakhir adalah soal rencana Renault Indonesia untuk esports. Seperti tadi disebutkan, Renault internasional mensponsori tim esports, bahkan Audi juga mensponsori tim FIFA milik Astralis Group. Lalu, setelah First Warrior, apa rencana lanjutan Renault Indonesia untuk esports.
“Rencana secara resmi belum dapat kami sampaikan di sini. Namun Renault Indonesia akan memberikan komitmen dukungannya terhadap brand, industri, dan talenta Indonesia yang mau dan punya potensi untuk tumbuh kembang bersama Renault dalam berbagai macam bentuk.” Arthur menutup penjelasannya soal rencana Renault Indonesia untuk esports.
Kehadiran sponsor-sponsor baru, terutama yang sifatnya non-endemic, menjadi salah satu bukti ekosistem esports di Indonesia yang kini jadi semakin menjanjikan. Tapi besarnya esports Indonesia kini, yang jadi tantangan adalah membuat esports bisa bertahan dan tidak mati ditelan zaman.