Menatap Masa Depan Nasib Gaming VR dan AR Tahun 2020

Terlepas dari harga headset VR yang mahal, ternyata peminatnya masih banyak. Sementara gaming AR masih dirajai oleh Pokemon GO

Virtual Reality dan Augmented Reality, dua teknologi baru yang sampai saat ini perkembangannya masih seringkali dipertanyakan. Ada yang menganggap bahwa VR tidak akan menjadi masa depan karena satu dan lain hal, ada juga yang menganggap bahwa VR/AR punya fungsi menarik yang akan mengubah gaya hidup umat manusia layaknya smartphone juga mengubah kita.

Namun demikian, dalam hal gaming, ternyata tren penggunaan VR dan AR cenderung masih positif selama tahun 2019 kemarin. Mengutip hasil riset SuperData Year-in Review, ternyata pendapatan gaming VR dan AR sepanjang tahun 2019 ini masih menunjukkan peningkatan jika dibanding tahun 2018 lalu.

Sumber: VRLeague

Secara total, penjualan game VR dan AR berhasil mengumpulkan pendapatan sebesar US$2,2 miliarย (sekitar Rp30 triliun)selama tahun 2019. Jumlah ini merupakan peningkatan sebesar US$300 juta (sekitar Rp4,1 miliar) dibanding dengan tahun 2018 lalu yang hanya mendapatkan US$1,9 miliar (sekitar Rp26 triliun). Sektor AR jadi penyumbang terbesar, mencapai US$1,7 miliar (sekitar Rp23 triliun), salah satunya berkat Pokemon GO. Walau games VR tidak menyumbang banyak pemasukan, namun penjualan headset VR juga cukup besar di tahun 2019 ini, mencapai US$5,7 miliar (sekitar Rp79,2 triliun).

Ada beberapa faktor atas hal ini. Dalam urusan games AR, sejak rilis Juli 2016 lalu, Pokemon GO memang sudah menjadi perhatian para gamers, terutama penggemar Pokemon. Menurut catatan Hybrid dari data SensorTower, Pokemon GO bahkan sudah mengumpulkan Rp42 triliun sepanjang masa hidupnya. Ditambah lagi, tahun 2019 juga jadi tahunnya game-game AR menyerbu. Ada beberapa judul yang muncul seperti Harry Potter: Wizard Unite, ataupun Minecraft Earthย yang disebut SuperData sebagai calon pesaing Pokemon GO.

Untuk kasus VR, SuperData mengatakan, bahwa salah satu faktor pendapatan penjualan headset VR di tahun 2019 adalah dari Oculus Quest. Headset VR tersebut berhasil mendobrak teknologi VR, yang selama ini selalu bergantung kepada PC Gaming high-end ataupun konsol. Oculus Quest hadir secara berbeda, menjadi headset VR bersifat stand-alone yang bisa digunakan tanpa harus bergantung kepada PC high-end ataupun konsol gaming.

Dalam sesi #SelasaStartup kolaborasi Hybrid dengan DailysSocial bulan Agustus lalu, Nico Alyus dari Omni VR juga sempat mengatakan prediksinya tersendiri terhadap VR di masa depan. "Di masa depan, VR akan jadi medium apapun. Namun, itu baru bisa terjadi ketika VR sudah diadopsi oleh masyarakat secara umum." Oculus Quest bisa menjadi alat untuk memberi akses VR ke masyarakat secara umum, karena sifatnya stand-alone VR yang membuatnya jadi lebih ekonomis.

Potensinya sebagai esports

Tanda tanya terhadap industri VR dan AR tidak hanya terjadi secara umum, tapi juga dari segi esports. Mengingat dua teknologi ini bisa memberikan pengalaman bermain yang lebih penuh, akankah VR ataupun AR punya potensi untuk menjadi esports?

Sumber: VRLeague

Mengingat adaptasi dua teknologi ini yang masih sangat minim, cukup wajar jika potensinya sebagai esports juga masih terbilang kecil. Namun demikian, ini tidak menghentikan pemangku kepentingan di esports untuk melakukan sedikit percobaan. ESL Contohnya. Perusahaan esports asal Jerman tersebut sempat bekerja sama dengan Oculus untuk menyelenggarakan VR League. Mempertandingkan empat game yang juga butuh ketangkasan fisik, VR League bahkan memperebutkan total hadiah sebesar Rp3,5 miliar!

Kemeriahan komunitas Pokemon GO di Piala Presiden Esports 2019 | Sumber: Dokumentasi Pokemon GO Indonesia

Lalu bagaimana dengan AR? Mengingat entry-barrier AR yang lebih rendah dibanding VR, tak heran jika AR punya potensi yang lebih besar sebagai esports atau game kompetitif. Tak hanya terjadi di barat saja, Indonesia bahkan juga sudah pernah menghadirkan pertandingan Pokemon GO. Bahkan Indonesia sempat memecahkan rekor jumlah peserta terbanyak lewat gelaran bertajuk Rainbow Cup di Summarecon Mall Serpong pada bulan Juni 2019 lalu, yang diikuti oleh 445 peserta.

--

Bagaimana dengan tahun 2020? Sebagai teknologi yang masih baru dan punya entry-barrier cukup tinggi, tak heran jika tingkat penetrasi dua teknologi ini terbilang cukup rendah. Namun demikian melihat perkembangannya selama 2019 yang terus positif, bukan tidak mungkin jika VR dan AR akan diadaptasi oleh lebih banyak orang di masa depan nanti. Tahun 2020 mungkin belum akan jadi zamannya, tapi siapa yang tahu, mungkin beberapa tahun lagi VR dan AR akan menjadi fenomena budaya berikutnya layaknya smartphone di zaman sekarang.