Industri esports yang bertumbuh pesat membuat banyak orang tertarik untuk terjun ke dunia ini. Kebanyakan orang biasanya tertarik untuk menjadi gamer profesional. Namun, tahukah Anda, persentase seseorang sukses sebagai pemain profesional tak lebih dari 1%? Berkarir sebagai gamer profesional memang tidak semudah kelihatannya. Tak hanya itu, karir pemain esports juga biasanya pendek.
Kabar baiknya, menjadi pemain profesional bukan satu-satunya tangga karir yang bisa Anda daki di dunia esports. Ada berbagai opsi pekerjaan di dunia esports yang bisa Anda pilih, mulai dari pekerjaan yang mengharuskan Anda turun langsung ke lapangan sampai karir sebagai orang di belakang layar. Salah satu opsi yang bisa Anda ambil adalah manajer tim esports.
Tugas Manajer Esports
Berbeda dengan gamer yang bermain hanya untuk hobi, seorang pemain profesional harus bisa memastikan bahwa dia dapat memberikan performa terbaik saat bertanding. Untuk itu, para pemain profesional dituntut untuk berlatih secara rutin, termasuk berdiskusi dengan rekan tim dan pelatih mereka. Tak hanya itu, mereka juga harus dapat menjaga kesehatan fisik mereka. Tentunya, mereka juga harus menyiapkan waktu untuk melakukan latih tanding dengan tim lain. Dan jika sebuah organisasi esports sudah punya sponsor, para pemain esports juga bisa diminta untuk tampil di video atau photo shoot.
Lalu, siapa yang bertanggung jawab agar para pemain bisa memenuhi semua tanggung jawab ini? Manajer. Salah satu tugas manajer tim esports adalah mengatur jadwal dari para pemain asuhannya. Tujuannya, agar para pemain esports bisa tetap fokus pada latihan tanpa mengabaikan tanggung jawab mereka yang lain.
Ketika ditanya tentang tanggung jawab manajer, Brando Oloan, manajer tim Dota 2, BOOM Esports berkata, “Mengurus kebutuhan player, seperti mengatur jadwal latihan dan turnamen. Komunikasi dengan event organizer atau media dan kebutuan dalam bootcamp. Intinya, tugas kami adalah membuat player hanya perlu memikirkan how to win saja.”
Senada dengan Brando, CEO RRQ, Andrian Pauline juga mengungkap bahwa tugas utama seorang manajer adalah “mengatur jadwal anak-anak sehari-hari.” Dia menambahkan, seorang manajer juga punya tanggung jawab untuk melakukan evaluasi tim bersama dengan pelatih dan pihak manajemen. Selain itu, memastikan para pemain profesional mematuhi peraturan yang ditetapkan di gaming house juga menjadi tugas seorang manajer.
Brando menjadi manajer untuk tim Dota 2 BOOM sejak November 2017. Sebelum menjadi manajer, dia merupakan seorang pemain profesional. Dia mengaku, pada awalnya, dia tidak tertarik untuk menjadi manajer. “Cuma shifting mimpi saja. Dulu, mau ke The International sebagai player,” katanya saat dihubungi oleh Hybrid.co.id. “Sekarang, tujuannya mau bantu players ke TI. Jadi orang di belakang layar.”
Brando mengungkap, pengalamannya sebagai pemain profesional cukup membantunya dalam mengerti sebagian besar dari apa yang para pemain butuhkan, walau tidak semua.
Lalu, apa semua manajer tim esports harus punya pengalaman sebagai pemain profesional? Memang, apa saja kualifikasi yang harus dimiliki oleh seseorang sebelum melamar sebagai manajer tim esports?
Kualifikasi Sebagai Manajer Tim Esports
Kabar baiknya, Anda tidak harus punya pengalaman sebagai pemain profesional untuk menjadi manajer tim esports. Hanya saja, Anda tetap harus mengerti tentang game yang dimainkan oleh tim yang menjadi tanggung jawab Anda, seperti yang disebutkan oleh AP. Beberapa karakteristik lain yang dicari dari seorang manajer tim esports adalah jujur, tanggung jawab, sabar, dan dapat berkomunikasi yang baik. Selain itu, menurut AP, waktu yang fleksibel juga menjadi salah satu kualifikasi untuk menjadi seorang manajer.
Sementara menurut Brando, seorang manajer harus punya kemauan untuk belajar. Memang, esports adalah industri yang cepat berubah. Tidak hanya karena game esports terus mendapatkan update rutin dari developer, tapi juga karena esports adalah industri yang relatif baru. Jadi, para pelaku di dalamnya masih berusaha untuk menentukan metode terbaik dalam melakukan sesuatu. Misalnya, sampai saat ini, fokus bisnis dari masing-masing organisasi esports berbeda-beda. Ada organisasi esports yang memprioritaskan kemenangan di berbagai pertandingan, ada juga yang ingin menonjolkan sisi gaya hidup.
Soal kualifikasi edukasi, AP mengatakan, kebanyakan manajer tim di RRQ memiliki gelar S1. Hanya saja, saat ini, masih sangat jarang universitas yang menawarkan jurusan esports. Salah satunya adalah University of St Andrews di Skotlandia. Dalam situs resminya, mereka menjelaskan tentang mata kuliah apa saja yang akan diambil oleh para murid yang mengambil jurusan esports.
Selain mata kuliah terkait pendidikan secara umum, para mahasiswa juga akan mengambil mata kuliah terkait marketing, media sosial, dan komunikasi di bidang olahraga. St Andrews juga akan memberikan pelajaran tentang ekonomi, kepemimpinan, dan etika terkait dunia olahraga. Ada juga beberapa mata kuliah khusus esports, seperti pengenalan akan manajemen esports, analisa pemegang saham di dunia esports, serta riset dan tren di industtri esports.
Satu hal yang pasti, mencari manajer tim esports bukanlah perkara mudah. Salah satu alasannya karena sebagian besar kemampuan yang dibutuhkan dari manajer adalah soft skills, yang tidak mudah untuk diuji dalam sesi wawancara. Hal serupa diungkapkan oleh Angeline “Toska” Vivian, General Manager dari Morph Team. Dia menceritakan, cara yang Morph gunakan untuk memastikan bahwa manajer baru yang mereka pekerjakan memang baik adalah dengan menerapkan masa probasi.
“Waktu probasi kita tiga bulan,” ungkap perempuan yang akrab dengan panggilan Vivi ini. “Dalam waktu tiga bulan, kita akan monitor apakah pekerjaan seseorang bagus, bakal kita review. Setelah selesai probasi, dan telah dipastikan memang cocok, baru kita angkat jadi pegawai tetap.”
Setelah menjadi manajer di BOOM selama lebih dari tiga tahun, Brando bercerita, salah satu yang biasa dibuat oleh manajer baru adalah kurang teliti atau salah komunikasi. “Kebanyakan itu paling kurang teliti atau miscommunication, entah ke player, manajemen, atau EO,” ujarnya. Namun, dia menekankan, setiap orang punya gaya bekerja yang berbeda dalam beradaptasi. Jadi, pengalaman seorang manajer esports lain mungkin berbeda dari pengalamannya.
Tentu saja, bekerja sebagai manajer tim esports menawarkan suka-duka tersendiri. Bagi Brando, salah satu hal yang membuatnya bahagia sebagai manajer adalah ketika melihat tim yang dia asuh menang.
“Senang kalau melihat excitement pas mereka mau tanding, dan ketika mereka menang,” cerita Brando. “Dukanya, kalau mereka kalah. Kadang, masih bingung harus ngapain.” Dia menjelaskan, setiap pemain punya cara yang berbeda dalam menghadapi kekalahan. “Ada yang bisa langsung di-reach, ada yang butuh waktu. Ada yang butuh teman, ada yang perlu sendiri dulu,” ungkapnya. “Yang penting, be there when they need you.”
Sementara terkait tantangan yang dihadapi oleh seorang manajer, Brando berpendapat, menjadi jembatan antara para pemain dan pihak manajemen merupakan tantangan tersendiri.
Sama seperti pekerjaan sebagai gamer profesional, masih banyak miskonsepsi tentang tugas sebagai manajer tim esports. Vivi bercerita, ada banyak orang yang mencoba untuk berkarir di esports karena mereka berpikir bekerja di dunia esports sama seperti mendapatkan gaji hanya dengan bermain game.
Tak hanya itu, sebagian orang juga hanya tertarik dengan dunia esports karena industri competitive gaming kini tengah populer dan dirasa “lagi ada duit banyak.” Lebih lanjut, Vivi menjelaskan, “Kebanyakan tuh punya harapan yang tidak masuk akal. Menganggap kalau menjadi tim manajer itu cuma main-main game. Padahal, tim manajer itu harus bertanggung jawab.”
Seberapa Penting Peran Manajer?
Untuk mengetahui seberapa penting peran seorang manajer, saya bertanya pada AP kapan RRQ mulai mempekerjakan manajer. AP menjawab, “Peran manajer telah ada sejak awal RRQ berdiri. Kita merasa manajer penting karena untuk tugas sehari-hari. Owner tidak bisa selalu ada untuk para pemain,” ujarnya. “Dari mulai jadwal latihan sampai masalah di luar game, semua itu diurus sama manajer.”
Tak hanya itu, di RRQ, setiap tim esports punya manajer sendiri-sendiri. AP mengungkap, alasannya adalah karena setiap tim memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. “Dan sekarang kan sudah ada liga, latihan, ada jadwal endorsement, ada bikin konten buat sponsor,” akunya. “Memang ada beberapa yang digabung, tapi load-nya tidak tinggi. Tapi, kebanyakan dedicated.”
Namun, tidak semua organisasi esports menerapkan sistem yang sama. Misalnya, di Morph, Vivi menjelaskan, seorang manajer tidak bertanggung jawab atas satu tim, tapi sebuah divisi. “Divisi mobile sendiri, divisi PC sendiri,” ujarnya. Vivi mengatakan, mereka menggunakan metode ini karena Morph tidak memiliki terlalu banyak tim.
Namun, hal itu bukan berarti Morph menganggap remeh peran manajer. Sebaliknya, Vivi justru merasa, manajer tim esports merupakan salah satu pekerjaan di esports yang kurang dihargai, sama seperti kebanyakan peran di belakang layar. Dia tidak memungkiri, tim yang kuat memang memerlukan pemain yang mumpuni. Meskipun begitu, manajer juga punya peran dalam mendukung para pemain. “Mereka mengatur jadwal dan memberikan masukan pada pemain.”
Lalu, bagaimana soal gaji? Para pemain profesional di Mobile Legends Professional League bisa mendapatkan gaji sekitar Rp7,5 juta per bulan. Bisakah gaji manajer disandingkan dengan gaji pemain esports profesional? Ketika ditanya tentang hal ini, Vivi menyebutkan, gaji yang Morph berikan untuk manajer baru sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Untuk kawasan Jakarta — karena kebanyakan organisasi esports bermarkas di ibukota — UMP mencapai Rp4,4 juta. “Nggak mungkin di bawah itu,” ujar Vivi. “Gaji manajer juga bisa naik, tergantung timnya. Semakin sukses, semakin besar timnya, semakin besar gajinya.”
Morph juga menerapkan sistem insentif untuk para manajer. Namun, Vivi menjelaskan, setiap organisasi esports biasanya punya sistem insentif yang berbeda-beda. Ada organisasi yang menggunakan sistem persentase, ada juga yang menggunakan fixed price. “Misalnya, kalau fixed price, ketika tim juara 1 nasional, manajer akan mendapatkan sekian,” kata Vivi. “Bisa juga insentifnya berupa kenaikan gaji.”
Kesimpulan
Dalam sebuah tim esports, setiap pemain punya peran masing-masing. Misalnya, dalam Dota 2, ada pemain yang berperan sebagai Carry, ada yang berperan sebagai Support. Contoh lainnya, di PUBG Mobile, ada pemain yang menjadi Sniper, ada juga yang menjadi Scout atau Assaulter. Memang, ada peran yang akan terlihat lebih menonjol, layaknya striker dalam tim sepak bola. Meskipun begitu, sebuah tim hanya akan bisa tampil maksimal jika para pemainnya dapat bekerja sama dengan satu sama lain.
Begitu juga dengan pekerjaan-pekerjaan di dunia esports. Tidak usah berkecil hati jika tidak bisa menjadi pemain profesional. Memang tidak semua orang bisa menjadi gamer pro. Namun, hal itu bukan berarti seseorang tidak bisa membangun karir di dunia esports. Ada banyak pekerjaan lain di belakang layar yang tersedia. Walau peran sebagai manajer — atau pekerjaan manajemen lainnya — tidak gemerlap layaknya pemain esports, toh manajer tetap punya peran penting dalam memastikan keberlangsungan organisasi esports.