Buat para fans esports dalam negeri, keterlaluan rasanya jika Anda belum pernah mendengar nama Rex Regum Qeon (RRQ). Pasalnya, RRQ adalah salah satu dari organisasi esports terbesar dan terbaik yang ada di Indonesia.
Menariknya, walaupun mereka memulainya dari Dota 2, divisi mereka yang lebih baru (Point Blank, Mobile Legends, ataupun PUBG Mobile) justru lebih populer dan menuai prestasi yang lebih baik.
Divisi Mobile Legends mereka, RRQ.O2, boleh dibilang punya formasi pemain bintang di segala lini (role) saat ini. Tim tersebut merupakan tim terbaik di dunia persilatan Mobile Legends Indonesia sekarang berkat kemenangan mereka di MPL Indonesia Season 2. Mereka juga boleh dibilang tim nomor 1 di Asia Tenggara, jika tidak menghitung tim dari Filipina.
Di Point Blank (PB), RRQ.Endeavour juga punya segudang prestasi baik di tingkat nasional ataupun internasional. Tim ini adalah juara dunia PB di tahun 2017. Mereka juga jadi runner-up di kejuaraan dunia PB (PBIC) tahun 2018. Di tingkat nasional, RRQ.Endeavour selalu membuat lawan mereka ketakutan berkat ada dua pemain PB kelas kakap, Nextjack dan Talent.
Belakangan, RRQ juga menjadi juara dunia untuk PUBG Mobile di turnamen PUBG Mobile Star Challenge yang digelar di Dubai. Meski memang tim yang menjuarai turnamen ini bukan dari Indonesia tapi dari Thailand. RRQ.Athena adalah bentuk konkrit dari upaya RRQ melebarkan sayap ke Asia Tenggara.
Kali ini, kita akan membahas panjang lebar soal tim esports yang merupakan anggota keluarga grup MidPlaza Holding dari soal sejarah, ambisi, dan prinsip mereka. Karena itulah, kami mengajak berbincang CEO RRQ, Andrian Pauline (AP), untuk bercerita soal tim yang punya julukan ‘sang raja’ ini.
Sejarah Singkat RRQ
Seperti yang kami tuliskan sebelumnya, RRQ memang merupakan bagian dari MidPlaza Holding karena ia berangkat dari sebuah publisher game milik MidPlaza yang bernama Qeon Interactive.
Qeon Interactive merupakan publisher game yang didirikan tahun 2011. Di tahun 2013, Riki Kawano Suliawan, CEO Qeon Interactive, pun mengajak Andrian Pauline (AP) untuk membuat tim esports sendiri dan Dota 2 adalah pilihan pertama mereka. Meski sekarang RRQ merupakan salah satu tim terbesar, ternyata mereka baru di-manage secara profesional sejak tahun 2017.
AP bercerita bahwa dari 2013 sampai 2017 itu, Riki lah yang menanggung semua kebutuhan RRQ. Namun di 2017, grup MidPlaza setuju untuk serius menggarap RRQ. Saat itulah AP ditunjuk untuk menjalankan RRQ. Setelah RRQ jadi klub profesional, mereka pun kedatangan banyak sponsor sejak kuartal pertama 2018.
Antara Kemenangan dan Ketenaran
Satu perdebatan yang mungkin kerap terjadi di tingkatan manajemen organisasi esports besar sekelas RRQ adalah dilema antara prestasi dan exposure. RRQ sendiri, menurut saya pribadi, berhasil menyeimbangkan keduanya -setidaknya jika dibandingkan dengan organisasi esports besar lain di Indonesia.
Namun bagaimana sebenarnya tujuan utama dari RRQ?
AP mengatakan bahwa prioritas utama RRQ adalah jadi juara. “Orientasinya memang jadi juara. Fokus latihan karena itulah yang menjadi manifestasi dari seorang atlit. Popularitas itu adalah bonus tambahan.” Ujar AP serius.
Ia juga berargumen bahwa RRQ bisa saja menarik berbagai talent yang tinggi exposure-nya. Namun sampai hari ini, RRQ memang tidak punya ‘artis’ karena tujuan mereka memang bukan ke sana. Ia benar-benar ingin membangun dan mempertahankan winning team. Meski memang hal ini ia akui cukup sulit saat ini karena banyak tim baru yang bermunculan.
Meski begitu, AP juga menambahkan bahwa bukan berarti RRQ tidak berusaha mencari exposure lewat konten. “Kita bikin konten juga kok.”
Mengejar kemenangan mungkin memang kedengarannya lebih romantis, jika tak mau dibilang idealis, namun faktanya usia produktif para gamer profesional itu cukup pendek. Sekarang ini, para gamer profesional biasanya sudah ‘pensiun’ di usia 30 tahun.
Bukankah ketenaran bisa memperbesar peluang mereka untuk terus survive saat mereka tak punya panggung lagi di esports? Bagaimana AP menanggapi hal ini?
Ia pun mengaku bahwa RRQ mengembalikan lagi ke individunya masing-masing, apakah mereka ingin mencari panggung selagi masih punya kesempatan, namun RRQ sendiri juga menawarkan benefit yang tidak kecil.
Lagipula, ini yang paling menarik, buat para pemain ataupun orang-orang di belakang layarnya RRQ yang ‘pensiun’ di sini; grup MidPlaza Holding punya 20 perusahaan yang siap menampung. “Asal jangan minta jadi direktur aja hahaha…” Kata AP berseloroh.
Di sisi lainnya, AP mengatakan jika RRQ juga selalu mendorong para pemain untuk menyelesaikan studi mereka (di tingkat akademik). Muasalnya, ia percaya pendidikan itu sangat berguna untuk banyak hal di masa depan. Tak hanya soal skill, namun pendidikan juga membuat orang jadi punya attitude yang lebih bagus. Bagi RRQ, pendidikan itu nomor satu.
Kemaslahatan RRQ adalah yang paling Penting
Bulan Februari 2018, dunia persilatan Dota 2 di Indonesia sempat dibuat gempar berkat masuknya 2 pemain Dota 2 kelas berat ke RRQ. Kedua pemain tersebut adalah Rusman “Rusman” Hadi dan Rivaldi “R7” Fatah. Rusman sendiri adalah pemain yang digadang-gadang sebagai salah satu carry terbaik Indonesia, bersama dengan Muhammad “InYourDream” Rizky dan Randy “Fervian” Sapoetra.
Masuknya 2 pemain tersebut memang terbukti ampuh menghantarkan RRQ lolos kualifikasi untuk berlaga di GESC: Indonesia Minor. Kala itu, tim ini disebut-sebut sebagai tim Dota 2 terbaik di Indonesia karena para pemainnya. Namun demikian, malang pun tak dapat dihindari. Kenny “Xepher” Deo yang termasuk dalam jajaran pemain Dota 2 terbaik di Indonesia pergi meninggalkan RRQ untuk bermain di TNC Tigers (Malaysia).
Formasi mereka pun bisa dibilang berantakan tanpa shout-callers alias in-game leaders yang sekelas Xepher. Sampai hari ini, divisi Dota 2 RRQ pun seolah tenggelam (jika dibanding divisi lainnya yang prestasinya menyilaukan, yang saya tuliskan di awal artikel ini) karena belum mampu menemukan formasi ‘bintang’ yang dulu pernah dipegangnya.
Kala itu, RRQ sebenarnya bisa saja mempertahankan Xepher untuk terus bermain di sana namun mereka memutuskan untuk melepas pemain ini. Bagaimana pendapat AP soal ini?
Ia pun mengatakan bahwa RRQ selalu memberikan kesempatan para pemainnya untuk jadi lebih baik. “Kalau memang dia bisa lebih baik di tim sana, ya kenapa tidak? Kita tetap akan bantu support dia.” Lagipula, ia menambahkan bahwa kemaslahatan RRQ adalah yang paling penting. Kalau seorang pemain sudah tidak bahagia berada di tim tersebut, performanya pun juga tidak maksimal.
Ia juga bercerita bahwa suasana kekeluargaan di RRQ itu kental sekali. Jadi, ketidaknyamanan seorang pemain justru bisa mengganggu hal tersebut. RRQ tidak pernah takut kehilangan pemain karena pemain itu bisa saja datang dan pergi.
Rencana Ke Depan RRQ
Saat ini, RRQ punya 8 divisi, yaitu Dota 2, Mobile Legends, Point Blank, PUBG Mobile, PUBG, FIFA, AoV, dan CS:GO. Siapakah yang sebenarnya mengambil keputusan untuk penambahan divisi baru di RRQ dan bagaimana pertimbangannya?
AP bercerita bahwa ia dan jajaran manajemen yang menentukan divisi baru seperti apa yang ada di RRQ. Ia juga menjelaskan bahwa pertimbangan yang digunakan adalah soal kebutuhan dan tren pasar. “Cari game yang lagi rame, lagi dimainkan banyak orang. Tidak mungkin juga ambil game yang sepi karena ada pertanggungjawaban terhadap sponsor juga. Bagaimanapun, keputusan tersebut tidak dapat dilepaskan dari unsur bisnis juga sih.”
Melihat RRQ juga baru saja menggelar turnamen untuk pemain berusia maksimal 18 tahun, RRQ Under 18 Tournament – RRQ Next Generation, apakah hal ini berarti RRQ juga akan menjadi event organizer ke depannya? AP pun menjawab bahwa RRQ belum ada rencana ke sana sekarang. Saat ini, fokusnya adalah mempertahankan dan melebarkan prestasi tim karena itulah core mereka sebagai esports organization.
–
Itu tadi perbincangan kami dengan CEO RRQ. Bagi saya pribadi ataupun bagi para pemerhati esports lainnya, mengikuti perkembangan RRQ dari waktu ke waktu adalah sebuah kesenangan tersendiri.
Bagaimanakah RRQ di waktu yang akan datang? Apakah ia akan masih di jalurnya dan mewujudkan ambisi untuk terus mengejar dan mempertahankan prestasinya sebagai ‘sang raja’? Atau ia akan berkembang melebar dan menjadi satu raksasa esports Indonesia, mengingat mereka punya grup konglomerasi di belakangnya?