OpenAI meluncurkan ChatGPT pada November 2022. Dengan cepat, ChatGPT menarik perhatian banyak orang. Pasalnya, chatbot ini bisa menggunakan bahasa layaknya manusia. Selain itu, ChatGPT juga mampu untuk mengingat pembicaraannya dengan pengguna, sehingga ia bisa memahami konteks pembicaraan.
Seolah tidak mau kalah, Google pun merilis Bard, yang memiliki fungsi serupa dengan ChatGPT. Sementara Hugging Face, platform yang dianggap sebagai “GitHub dari sistem AI”, juga meluncurkan chatbot bernama HuggingChat.
Dengan semakin maraknya chatbot AI, kreator konten juga ikut memanfaatkan ChatGPT untuk memuluskan alur kerja mereka. Orang-orang pun menggunakan ChatGPT atau chatbot AI lainnya untuk membantu mereka membuat artikel, laporan, atau bahkan menulis cerita. Melihat tren AI tersebut, KaryaKarsa pun meluncurkan AI mereka sendiri.
Karina, Asisten AI dari KaryaKarsa
Di situsnya, KaryaKarsa mendefinisikan diri sebagai “Platform Apresiasi Kreator”, memungkinkan fans untuk memberikan dukungan finansial pada kreator favorit mereka. Mereka mengklaim, tujuan mereka adalah membantu kreator memonetisasi karya yang mereka buat. KaryaKarsa mendukung berbagai jenis kreator, mulai dari penulis, komikus, animator, sampai streamer. Walau, penulis mendominasi daftar 10 kreator mingguan.
Di awal Mei 2023, KaryaKarsa memperkenalkan Karina, AI yang digadang-gadang sebagai “asisten penulis”. Di LinkedIn, CEO KaryaKarsa, Ario Tamat menjelaskan bahwa Karina hanya akan membantu pengguna untuk mengembangkan ide cerita yang dia punya, tapi tidak menulis cerita itu sendiri. Lebih lanjut, dia mengatakan, Karina dibuat dengan tujuan untuk memudahkan para penulis di KaryaKarsa menjadi lebih produktif. Seiring dengan meningkatnya produktivitas penulis, diharapkan, pemasukan yang mereka dapat juga akan naik.
Ario mengatakan, Karina bukanlah sekadar “ChatGPT dengan window dressing dari KaryaKarsa”. Untuk membuat Karina, KaryaKarsa juga memasukkan “resep” mereka sendiri ke asisten AI tersebut. Ketika ditanya tentang elemen apa yang KaryaKarsa tambahkan, Ario menjawab, “Kami memang menggunakan layanan AI via API, tapi nggak mentah-mentah cuma kirim prompt. Kami desain sedemikian rupa supaya output Karina sesuai dengan fungsinya, yaitu asisten menulis.”
Ide untuk merilis Karina tidak muncul secara mendadak. Ario mengungkap, rencana untuk merilis asisten AI telah muncul sejak akhir 2022. “Idenya sendiri ya karena melihat perkembangan LLM AI yang demikian pesat. Dan langsung jadi salah satu fokus almarhum CTO kami, Aria Rajasa,” ujar Ario.
“Karina diharapkan jadi bagian dari beberapa tools agar kreator dapat meningkatkan karya, mempercepat proses kreasi, dan menjadi revenue stream baru untuk KaryaKarsa,” kata Ario pada Hybrid. Memang, menggunakan Karina tidak gratis. Per satu prompt, pengguna harus membayar 50 koin atau setara dengan Rp5.000.
Pengen nyari ide tapi mager nanya-nanya orang? Tenang, Karina siap bantuin kamu! 🙆🏻♀️ #KaryaKarsa #RumahnyaStoryteller #Update #UpdateKaryaKarsa pic.twitter.com/ou1sS3tecu
— KaryaKarsa (@karyakarsa_id) May 4, 2023
Daftar kreator mingguan di KaryaKarsa memang diisi oleh banyak penulis. Namun, KaryaKarsa sebenarnya mendukung kreator dari berbagai media, termasuk komik, podcast, dan video. Sementara Karina merupakan asisten AI yang ditujukan secara khusus untuk membantu para penulis.
Saat ditanya mengapa KaryaKarsa memilih untuk memprioritaskan penulis, Ario menjawab, “Sejak tahun lalu, kami memang menitikberatkan penulis. Sehingga, ada banyak pengembangan kami yang diarahkan ke sana.”
Hanya karena KaryaKarsa merilis fitur AI untuk membantu para penulis terlebih dulu, hal itu bukan berarti mereka akan melupakan kreator lain. Di masa depan, tidak tertutup kemungkinan, KaryaKarsa akan membuat fitur AI untuk membantu kreator-kreator tersebut. Walau tentu saja, pada akhirnya, keputusan KaryaKarsa akan didasari pada kebutuhan para kreator itu sendiri.
“Kami akan secara pragmatis mengamati kebutuhan kreator lain di KaryaKarsa dan membuat fitur yang mendukung mereka, termasuk yang mungkin didukung oleh AI,” ujar Ario.
Tren Penggunaan AI di Bidang Seni
Teknologi AI sebenarnya telah digunakan sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Namun, beberapa tahun belakangan, muncul Generative AI (GAI), yang bisa digunakan untuk menciptakan konten. Tentu saja, penggunaan AI untuk membuat konten menimbulkan masalah sendiri, seperti hak cipta.
Meskipun begitu, tren AI tampaknya masih akan berlanjut. Buktinya, perusahaan-perusahaan teknologi besar, seperti Microsoft, telah menunjukkan ketertarikan akan pengembangan dan penggunaan AI.
Terkait penggunaan AI di bidang seni, Ario percaya, AI tetap tidak lebih dari alat yang bisa digunakan manusia. Menurutnya, keberadaan AI justru akan bisa menumbuhkan ekonomi kreatif.
Ario berkata, “Tren AI untuk berkarya akan membuka peluang bagi banyak calon kreator baru untuk mencoba berkreasi. Sehingga, ekonomi kreatif akan semakin besar. AI sama seperti halnya seniman yang menggunakan kuas melukis atau alat musik.” Pada akhirnya, dia merasa, baik atau buruknya AI akan tergantung pada komunitas yang menggunakan AI itu sendiri.
Teknologi AI memang berkembang pesat. Namun, penggunaan AI di bidang seni juga mengundang kemarahan banyak seniman, seperti digital artists. Sebagai contoh, saat Ubisoft mengumumkan AI tool bernama Ubisoft Ghostwriter, mereka mendapatkan protes keras dari para fans. Ubisoft Ghostwriter sendiri dibuat dengan tujuan untuk membantu para penulis dalam membuat dialog dasar NPC. Dengan begitu, diharapkan, para penulis bisa menyelesaikan tugas mereka dengan lebih cepat.
Selain itu, saat para penulis Hollywood mengadakan demo pun, AI jadi salah satu topik yang mereka soroti. Menurut laporan The Guardian, Writers Guild of America (WGA) meminta studio untuk memastikan agar AI hanya digunakan sebagai alat dan bukan sebagai pengganti penulis.
“Backlash terhadap AI terdengar banyak dari kreator dengan karya visual, tapi tidak terlalu banyak dari kreator tulis,” komentar Ario tentang munculnya protes terhadap penggunaan AI untuk membuat konten. Walau memang, dia mengaku, saat ini, protes akan penggunaan AI di bidang seni juga telah ada di Indonesia. “Tapi, rasanya di sini akan wait and see terlebih dulu.”
Tentang keputusan KaryaKarsa untuk membuat asisten AI, Ario menyebutkan, “Kami memilih untuk terjun dan bereksperimen karena kotak Pandora telah dibuka. Lebih baik, kita lebih dulu tahu implikasi nyata pada kreator seperti apa.”