Sebagai negara dengan populasi terbesar, Tiongkok selalu menjadi pasar yang menarik untuk diperhatikan, termasuk terkait industri esports. Menurut iResearch Consulting Group, pemasukan industri esports di Tiongkok pada 2019 mencapai RMB117,5 miliar (sekitar Rp258,4 triliun), naik 25% dari tahun sebelumnya. Sementara pada 2021, nilai industri esports di Tiongkok diperkirakan akan naik menjadi RMB165,1 miliar (sekitar Rp363 triliun), menurut laporan South China Morning Post.
Salah satu alasan mengapa industri esports bisa tumbuh pesat di Tiongkok adalah karena dukungan dari pemerintah. Alasan lainnya adalah karena di Tiongkok, industri game online dan live streaming juga sangat subur. Memang, menurut data dari iResearch, total pemasukan industri streaming game di Tiongkok akan mencapai US$3,5 miliar (sekitar Rp51,4 triliun) pada tahun 2020.
Di global, Twitch milik Amazon memang masih menjadi platform streaming game nomor satu. Namun, di Tiongkok, Twitch diblokir. Hal ini membuka kesempatan bagi perusahaan-perusahaan lokal untuk membuat platform streaming game sendiri. Melihat besarnya potensi pemasukan di industri streaming game di Tiongkok, muncul banyak platform streaming game. Ialah Huya dan Douyu, dua platform streaming game yang sukses mendominasi pasar streaming game di Tiongkok.
Pada Q2 2020, jumlah rata-rata pengguna aktif bulanan Douyu dikabarkan mencapai 165,3 juta orang. Sebanyak 7,6 juta di antaranya merupakan pengguna berbayar. Sementara itu, Huya memiliki 168,5 juta pengguna aktif bulanan dengan 6,2 juta pengguna berbayar. Dari segi keuangan, pemasukan Douyu pada Q2 2020 mencapai RMB2,5 miliar (sekitar Rp5,5 triliun), naik 33,9% dari Q2 2019. Dan pemasukan Huya pada periode yang sama mencapai RMB2,7 miliar (sekitar Rp5,9 triliun), naik 34,2% dari tahun sebelumnya.
Tentu saja, hanya karena Huya dan Douyu sama-sama perusahaan Tiongkok, hal itu bukan berarti hubungan keduanya baik-baik saja. Oppo dan Vivo yang punya perusahaan induk yang sama saja bisa bersaing dengan satu sama lain, apalagi Huya dan Douyu.
Persaingan antara Huya dan Douyu
Douyu didirikan di Wuhan, Tiongkok pada 2014. Sementara Huya adalah anak dari perusahaan hiburan raksasa YY Inc., yang kemudian menjadi perusahaan mandiri pada Agustus 2016. Pada tahun yang sama, persaingan antar platform streaming game di Tiongkok memanas. Hal ini membuat banyak platform streaming game tumbang. Douyu dan Huya tidak hanya berhasil bertahan tapi juga sukses mendominasi pasar streaming game di Tiongkok.
Salah satu strategi Douyu untuk bisa bertahan di tengah ketatnya persaingan ketika itu adalah dengan memanjakan para streamer mereka. Douyu rela membayar US$4 juta (sekitar Rp58,7 miliar) pada Liu “PDD” Mou agar streamer tersebut mau menyiarkan kontennya secara eksklusif di Douyu. Di Barat, perusahaan-perusahaan platform streaming game baru mulai berebut streamer populer satu tahun belakangan. Namun, di Tiongkok, hal ini telah terjadi sejak lama.
“Perebutan untuk mendapatkan hak siar eksklusif atas kompetisi esports dan kontrak eksklusif dengan streamer, kita baru melihat tren ini di Twitch, Facebook, YouTube, dan platform streaming game lain dari Amerika Serikat belum lama ini,” kata Ahmad Daniel, Senior Analyst, Niko Partners, perusahaan riset yang fokus pada pasar gaming Asia, dikutip dari GameDaily. “Namun, konten eksklusif telah menjadi strategi dari platform streaming game di Tiongkok sejak beberapa tahun lalu. Hal ini mendorong terjadinya konsolidasi pasar platform streaming game. Pada 2019, Panda TV akhirnya tutup. Sementara Douyu, Huya, dan Bilibili terus tumbuh.”
Selain berlomba-lomba untuk mendapatkan kontrak eksklusif, Huya dan Douyu juga sempat saling beradu di pengadilan terkait kasus pencemaran nama baik dan kontrak dengan para streamer. Sementara persaingan antara Huya dan Douyu untuk mendapatkan kontrak eksklusif dengan streamer menimbulkan masalah tersendiri, yaitu melambungnya biaya kontrak eksklusif.
“Ketika Panda TV ada di masa kejayaannya, bayaran para streamer jauh lebih tinggi dari seharusnya,” kata seorang manager live streaming yang bekerja untuk salah satu multi-channel network (MCN) di Tiongkok, menurut laporan KR Asia. Panda TV merupakan salah satu platform streaming game asal Tiongkok. Platform itu didirikan pada 2015 oleh Wang Sicong, anak dari pebisnis Wang Jianlin. Hanya saja, Panda TV tutup pada 2019 karena tidak dapat bertahan di tengah ketatnya persaingan dalam industri platform streaming game di Tiongkok.
Jika Huya dan Douyu terus mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk mendapatkan kontrak eksklusif dengan para streamer, maka hal ini adalah kabar buruk bagi para investornya. Jadi, tidak aneh jika pada akhirnya…
Tencent Dorong Huya dan Douyu untuk Merger
Selain sebagai platform streaming game populer di Tiongkok, Huya dan Douyu punya satu kesamaan lain. Keduanya pernah mendapatkan investasi dari Tencent. Douyu mendapatkan investasi dari Tencent pertama kali pada 2015. Sejak saat itu, Tencent terus menambahkan modal yang mereka tanamkan di Douyu. Pada 2019, Douyu melakukan penawaran saham perdana di NASDAQ. Pada Maret 2020, Tencent menguasai 38% saham Douyu, menjadikan mereka sebagai pemegang saham terbesar di platform streaming game tersebut.
Sementara itu, Tencent pertama kali menanamkan modal di Huya pada Maret 2018. Ketika itu, mereka menyuntikkan dana sebesar US$461,6 juta (sekitar Rp6,8 triliun). Huya lalu melakukan IPO di New York Stock Exchange (NYSE) pada Mei 2018. Pada April 2020, Tencent kembali mengucurkan modal untuk Huya. Setelah memberikan modal sebesar US$262,2 juta (sekitar Rp3,85 triliun) pada Huya, Tencent mendapatkan 50,1% voting power dari perusahaan platform streaming tersebut. Dengan begitu, Tencent menjadi memiliki kuasa atas Douyu dan Huya. Hal ini membuka jalan bagi Tencent untuk menggabungkan kedua perusahaan tersebut.
Pada Agustus 2020, Tencent mengumumkan rencana mereka untuk mengonsolidasi Douyu dan Huya. Proposal tersebut memang bersifat tak mengikat. Namun, Tencent siap untuk memastikan agar proses merger dari dua platform streaming game itu bisa berjalan lancar. 12 Oktober 2020, Tencent akhirnya berhasil merealisasikan rencana mereka untuk menggabungkan Douyu dan Huya.
Huya dan Douyu mengumumkan, mereka akan melakukan merger. Merger tersebut diperkirakan akan selesai pada semester pertama 2021. Dengan ini, Huya akan membeli saham Douyu dan Douyu akan menarik saham mereka dari NASDAQ. Para pemegang saham dari kedua perusahaan akan mendapatkan 50% dari saham perusahaan gabungan Huya dan Douyu. CEO Huya, Dong Rongjie akan memegang jabatan co-CEO bersama CEO Douyu, Chen Shaojie.
Menurut laporan media lokal Tech Planet, kemungkinan, perusahaan hasil merger Douyu dan Huya akan hadir dengan merek baru, yaitu Husha, yang berarti Tiger Shark. Diduga, mereka akan menggunkan nama Husha karena nama tersebut merupakan gabungan dari Douyu — yang berarti Fighting Fish — dan Huya, yang berarti Tiger Teeth. Perusahaan tersebut akan menguasai 80% pasar platform streaming game di Tiongkok. Sementara Tencent akan memegang 67,5% saham dari perusahaan itu.
Dengan bergabungnya Huya dan Douyu menjadi satu entitas, maka mereka tidak perlu lagi berebut kontrak eksklusif. Menurut seorang pekerja Huya yang tak mau disebutkan namanya, hal ini akan membuat gaji yang diterima oleh para streamer turun. Dampak lain dari merger antara dua platform streaming game ini adalah fokus Douyu akan berubah. Nantinya, Douyu akan lebih fokus pada video dengan durasi pendek atau medium. Selain itu, Douyu juga akan bekerja sama dengan Penguin, merek streaming game milik Tencent.
Kenapa Tencent Dorong Huya dan Douyu Merger?
Jika Huya dan Douyu merger, maka investor dari kedua perusahaan akan diuntungkan. Pasalnya, mereka tak lagi perlu mengucurkan banyak uang demi mendapatkan kontrak eksklusif. Sementara itu, bagi Tencent, merger Huya dan Douyu juga akan menguntungkan karena mereka akan menjadi pemegang saham terbesar dari perusahaan yang akan bernilai US$10 miliar (sekitar Rp146,8 triliun) tersebut.
Tak hanya itu, merger Huya dan Douyu juga akan memperkuat dominasi mereka di tengah pasar streaming game yang kembali memanas. Memang, belakangan, aplikasi video pendek seperti Douyin — versi TikTok di Tiongkok — dan Kuaishou serta platform video Bilibili mulai menunjukkan ketertarikan untuk menampilkan konten esports. Douyin memiliki 600 juta pengguna aktif harian per September 2020. Tak hanya itu, ByteDance, perusahan induk dari Douyin, dikabarkan membuat divisi khusus untuk mengembangkan game bagi para gamer hardcore.
Sementara Kuaishou dikabarkan memiliki pengguna aktif harian sebanyak 51 juta orang per Desember 2019. Pada Agustus 2020, angka itu meroket menjadi 220 juta orang. Bilibili, yang populer di kalangan Gen Z, juga menunjukkan minat untuk masuk ke industri streaming game. Mereka dikabarkan membayar RMB800 juta (sekitar Rp1,8 triliun) untuk mendapatkan kontrak eksklusif dengan Riot Games. Melalui kontrak itu, Bilibili mendapatkan hak siar eksklusif atas League of Legends World Championship di Tiongkok selama tiga tahun.
“Douyu dan Huya memang masing menguasai para top streamer yang memiliki banyak fans,” kata karyawan Huya yang tak ingin disebutkan namanya. “Namun, selain live streaming, platform seperti Kuaishou dan Bilibili punya video lebih banyak, baik video pendek maupun video dengan durasi yang lebih panjang. Hal ini dapat membuat para penonton lebih betah menonton di platform tersebut.”
Seorang manager MCN di Tiongkok menjelaskan, konten game di platform selain Huya dan Douyu bisa lebih menghibur. Pasalnya, para streamer di Huya dan Douyu biasanya fokus untuk menampilkan teknik dan kemampuan mereka dalam bermain game. Sementara video di platform lain fokus pada cerita dalam game. Jadi, bagi sebagian orang, konten di platform lain lebih menarik. Dia juga mengungkap, mendistribusikan konten di Douyin cukup sulit. “Konten gaming di Douyin dapat diblokir dengan mudah karena masalah hak cipta,” ujarnya.
Penutup
Waktu kecil, saya pernah mendengar cerita fabel tentang singa dan beruang yang menemukan sepotong daging di hutan. Merasa paling pantas untuk mendapatkan keseluruhan daging tersebut, keduanya lalu bertarung. Namun, keduanya terlalu sibuk berkelahi dengan satu sama lain sehingga mereka tidak sadar ada serigala yang mengambil daging yang mereka temukan. Pada akhirnya, baik sang singa maupun beruang tidak mendapatkan daging yang mereka temukan.
Moral dari cerita ini adalah jika Anda terlalu sibuk bertarung dengan satu musuh, Anda bisa tak menyadari keberadaan musuh lain, yang bisa berakhir dengan hilangnya kesempatan yang ada. Jadi, saya rasa, keputusan Tencent untuk menggabungkan Huya dan Douyu adalah untuk mencegah hal serupa terjadi. Jika Huya dan Douyu terlalu sibuk bersaing dengan satu sama lain, tak tertutup kemungkinan justru ada perusahaan lain yang mengambil kesempatan untuk menguasai pasar streaming game di Tiongkok.
Bagi Tencent, bergabungnya Douyu dengan Huya menjamin mereka menguasai pasar streaming game di Tiongkok. Hal ini akan membuat mereka semakin mendominasi pasar gaming karena mereka juga sudah berhasil menjadi publisher game nomor satu di dunia. Ke depan, tak tertutup kemungkinan, Tencent akan berusaha menguasai semua lini dalam industri gaming, mulai dari perilisan game, penyelenggaraan turnamen esports, sampai bagian streaming.
Feat Image: Deposit Photos