Kemarin, FPS besutan Riot Games yang telah lama ditunggu-tunggu akhirnya rilis. Jelang perilisannya, Valorant memang sudah sangat ditunggu-tunggu oleh para gamers. Dalam sebuah rilis Riot Games mengatakan bahwa selama fase closed-beta yang diadakan di Amerika Serikat dan Eropa, Valorant sudah ditonton total selama 470 juta jam dan dimainkan hampir oleh 3 juta pemain.
Antusiasme game ini juga menjadi semakin tinggi, apalagi setelah banyak pihak ketiga yang terjun turut meramaikan Valorant. Mulai dari T1, G2 Esports, dan beberapa organisasi esports lainnya yang segera mencari pemain untuk tim Valorant. Beberapa organisasi juga menyelenggarakan turnamen Valorant, seperti Twitch yang mengadakan Twitch Rivals, ESPN, bahkan termasuk organisasi esports seperti T1.
VALORANT Closed Beta was an opportunity for us to learn what worked, what didn't, and what you'd need from us to have the best experience playing VALORANT. With your help, here's what we accomplished in the last two months. Thanks to players around the world for joining in! pic.twitter.com/oUWmqcfLiY
— VALORANT (@VALORANT) May 28, 2020
Terlepas dari antusiasme yang sangat tinggi saat game ini pertama kali diperkenalkan, dan diberikan aksesnya kepada para pemain secara terbatas, muncul tanda tanya besar setelah game ini dirilis. Dapatkah Riot mendapatkan kesuksesan yang sama seperti League of Legends pada Valorant?
Secara bisnis, Whalen Rozelle, Senior Director of Esports Riot Games mengatakan bahwa Riot Games berdiskusi dengan 120 organisasi dan tim profesional selama pengembangan closed-beta Valorant. Namun menariknya, terlepas tingginya antusiasme game ini pada masa closed-beta, jumlah penonton konten Valorant malah menurun pada saat rilis secara terbuka pada 2 Juni 2020 kemarin.
Mengutip dari Twitchtracker, jumlah penonton rata-rata konten Valorant di Twitch justru mencapai puncaknya pada bulan April 2020, dengan rata-rata penonton sebanyak 478.682. Jumlah rata-rata penonton menurun pada bulan Mei menjadi 194.576 orang meskipun jumlah Channel yang menyiarkan Valorant masih sama, yaitu sebanyak 6.397 channel. Jumlah ini lalu menurun lagi di bulan Juni, menjadi hanya memiliki rata-rata penonton sebanyak 76.947 orang.
Mungkin ada beberapa faktor yang menyebabkan ini, salah satunya adalah promosi dari Riot Games yang bisa dibilang cenderung menurun ketika melakukan perilisan secara global. Pada saat merilis closed-beta di bulan April, Riot memberi satu insentif yang membuat game ini bisa memecahkan rekor penonton Twitch dengan 1,7 juta concurrent viewers.
Insentif yang diberikan adalah berupa beta keys Valorant untuk mereka yang menonton beberapa channel Twitch yang bekerja sama dengan Riot Games. Sebagai game yang baru rilis, dan dibuat oleh pengembang yang sudah terkenal lewat League of Legends, tak heran jika jutaan orang jadi tertarik untuk menonton dan mencoba Valorant.
Satu hal lagi adalah, bulan Juni yang baru saja dimulai, membuat data yang terkumpul sebenarnya belum bisa sepenuhnya menggambarkan tingkat penonton Valorant di Twitch. Namun demikian Riot Games tidak tinggal diam. Mereka tetap menggenjot promosinya, salah satunya dengan mengadakan Valorant Launch Showdown dengan hadiah sebesar US$200.000.
We put in work. Watch the full official VALORANT launch gameplay trailer set on our newest map: Ascent. https://t.co/MRvTlbkDLp pic.twitter.com/mJZXOlDP2c
— VALORANT (@VALORANT) June 2, 2020
Melihat antusiasmenya yang sangat tinggi pada saat awal perilisan, membuat banyak pihak jadi penasaran, dan bahkan mungkin sedang mempertimbangkan untuk menginvestasikan diri ke ekosistem Valorant. Apalagi bagi ekosistem esports di Asia Tenggara, yang sejauh ini masih minim dukungan secara esports dari Riot Games.
Kita lihat saja, apakah Riot Games bisa mempertahankan keberlanjutan antusiasme pemain terhadap Valorant, dan apakah Riot Games akan memberi dukungan kepada ekosistem esports di Asia Tenggara dan Indonesia untuk game yang satu ini?