Dark
Light

Boss Electronic Arts Ragu Game Free-to-play Akan Menguasai Console

1 min read
December 2, 2013

Jauh berbeda dari beberapa tahun lalu, pasar free-to-play telah membuka sebuah segmentasi baru di lini casual. Kini kepopularitasan mereka meledak berkat laris manisnya penjualan platform mobile dan smartphone. Pertanyaannya, akankah mereka juga akan populer di console-console next-gen yang baru dirilis kemarin?

Walaupun EA sendiri telah merilis berbagai game freemium (seperti Battlefield Heroes hingga Battlefield Play4Free) dan bertanggung jawab terhadap berubahnya status Plants vs. Zombies 2 menjadi mengadopsi metode free-to-play, boss EA Studios, Patrick Söderlund, ragu kesuksesan ini juga akan menyusul jika game-game yang sama dirilis untuk platform baru buatan Sony dan Microsoft.

Hal pertama yang menjadi argumennya adalah karena pasar console sendiri berbeda dari pasar mobile. Menurutnya game-game mobile jauh lebih murah, “Sama seperti film. Layanan YouTube memang gratis, tetapi Anda tetap harus mengeluarkan uang untuk menyaksikan film Gravity di bioskop. Yang satu tidak akan menggantikan yang lain.”

Ia kemudian melanjutkan, “Hanya 18 bulan yang lalu, game-game mobile dapat diunduh secara cuma-cuma. Kini saya berani bilang bahwa 90 persen dari mereka adalah game freemium. Perubahan ini terjadi sangat cepat. Saya tidak tahu apakah hal tersebut juga akan berlaku untuk console.”

Menurutnya tentu saja akan ada game-game free-to-play (F2P) dirilis di sana, namun mereka memiliki visi dasar yang berbeda. Menurutnya masih akan ada banyak gamer yang rela membayarkan uang banyak untuk akses penuh ke dalam game ketimbang bermain game F2P. Sama seperti saya, Söderlund tidak mau menyebutkannya dengan istilah free-to-play karena pada dasarnya mereka sama sekali tidak gratis.

Söderlund menyimpulkan, “Saya rasa semua model pembayaran ini akan berjalan berdampingan. Beberapa orang akan memilih membayarkan US$ 60 dan mendapatkan pengalaman gaming penuh. Terkadang saat saya memainkan game freemium di mobile saya merasa bahwa penciptanya hanya menginginkan lebih banyak uang. Dengan membayarkan US$ 60 untuk Battlefield 4, saya tahu apa yang akan saya dapatkan. Dan menurut saya banyak gamer di luar sana yang memilih hal ini. Mereka tidak akan saling menyakiti, mereka bisa hidup berdampingan, bahkan mungkin akan terlahir kombinasi di antara keduanya.”

Sayangnya Söderlund melupakan game-game free-to-play yang ada di platform PC. Mereka didominasi dengan nama-nama seperti Riot Games (League of Legends), Valve (Dota 2) hingga Wargaming.net (World of Tanks). Di bulan Juni kemarin, gamer World of Tanks mencapai lebih dari 60 juta orang dimana League of Legends masih mendominasi dengan total gamer lebih dari 75 juta orang.

Begitu besarnya nama-nama ini sehingga baik Riot Games dan Valve mampu memulai dan mendanai kejuaraan game mereka masing-masing. Hal ini juga merupakan hasil positif dalam revolusi free-to-play 2.0 yang terjadi di PC (item yang Anda beli hanya bersifat kosmetik). Bahkan dengan kesuksesan PlanetSide 2 di PC membuat Sony Online Entertainment berencana untuk mengadopsinya di Sony PlayStation 4.

Jumlah keuntungan dan player-base yang berhasil mereka (Valve, Riot dan lain-lain) membuat kita bertanya dua kali terhadap klaim Söderlund tersebut…

Via IGN.com. Gambar header: gaming via Shutterstock. 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

[Manic Monday] Reaching For ‘Magic’

Next Story

[Rumor] Facebook Persiapkan Fitur Bookmark

Latest from Blog

Don't Miss

Semua Hal yang Diumumkan NVIDIA pada Computex 2024

Dalam presentasi selama 1 jam 47 menit, CEO dan pendiri

Game Sepak Bola dari EA akan Ganti Nama, Apa Dampaknya?

Tahun lalu, Electronic Arts mengumumkan bahwa mereka akan berhenti bekerja