Victim Esports Dalam Visinya Menjadi Tim yang Berkembang Bersama Pemain

Victim Esports, berbagi visi dan usahanya membuat tim yang berkembang bersama pemain, serta keinginan teguh untuk berjuang dari nol hingga jadi juara

Jumat, 23 Agustus 2019 lalu menjadi momentum penting bagi salah satu organisasi esports yang sedang berkembang, Victim Esports. Lewat gelaran konfrensi pers yang diselenggarakan di FX Sudirman, Jakarta, momen tersebut sekaligus menjadi perayaan momen kemenangan Victim Esports di laga latih tanding melawan timnas Mobile Legends untuk SEA Games 2019.

Selain dari selebrasi kemenangan Victim Esports, momen ini juga digunakan manajemen tim untuk mengumumkan berbagai macam hal. Mulai dari visi misi, berbagai divisi yang dimiliki, sampai jajaran brand ambassador yang akan menjadi wajah dari Victim Esports.

Awal Mula Victim Esports

Dalam sesi tersebut, Hafiz Rachman Fauzi, General Manager Victim Esports bercerita banyak soal perjalanan mereka dari awal hingga sekarang. Perjalanan awal Victim Esports mendapatkan nama di esports Indonesia sendiri adalah lewat PUBG PC.

Walaupun namanya mungkin baru mulai naik daun di Mobile Legends belakangan ini, tapi Victim Esports sebenarnya sudah lebih dulu mulai dikenal lewat PUBG, baik PC ataupun Mobile. Lahir sejak 10 September 2018, mereka mulai merintis lewat divisi PUBG PC.

Sumber: NVIDIA

Ketika itu, walaupun status mereka awalnya adalah tim kuda hitam, namun mereka kerap menyaingi nama-nama besar di kancah PUBG PC, seperti Aerowolf ataupun RRQ.

Victim Esports, lewat nama Victim Reality, sempat menjuarai penyisihan Nvidia GeForce PUBG Pacific Cup, dan mewakili Indonesia di tingkat yang lebih tinggi. Begitu juga dengan divisi PUBG Mobile Victim Esports, yang turut mewakili Indonesia di PUBG Mobile Club Open (PMCO) Spring, bersama dengan Bigetron, EVOS, ONIC, dan WaW.

Menjadi Organisasi yang Berkembang Bersama Pemain

Dengan segala prestasi yang sudah dimiliki, Victim Esports pun berkembang sedikit demi sedikit, menjadi memiliki beberapa divisi untuk game-game populer, termasuk juga Mobile Legends. Pada gelaran konfrensi pers, Victim Esports memperkenalkan semua divisi yang mereka miliki, yaitu: PUBG PC (2 Tim), PUBG Mobile, Mobile Legends, Free Fire, dan Auto Chess.

Yang membuat tim ini jadi menarik, manajemen tim menegaskan bahwa Victim Esports adalah organisasi esports yang ingin berkembang bersama pemainnya. Ketika itu ada Rickel Albert, manajer tim MLBB Victim Esports, menceritakan hal ini.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono

"Kita berawal dari pemain-pemain yang ingin berkembang, lalu bergabung menjadi satu, kita campur semua, sampai akhirnya menjadi seperti sekarang, tim yang berprestasi." Rickel mengatakan pada sesinya.

Doni Setiawan selaku CEO Victim Esports juga menegaskan hal tersebut. "Kita memang strateginya adalah mencari talenta-talenta baru, ambil dari semi-pro. Lalu kita didik, ajarin attitude dan juga cara bermain, supaya pemain ini menjadi pemain yang matang."

Penasaran dengan visi ini, kami lalu mencoba mencari tahu lebih lanjut komitmen Victim Esports dalam mewujudkan visi tersebut, dan mencoba mewawancara dan Hafiz Rachman Fauzi, General Manager Victim Esports, . Pertama-tama soal latihan dan program yang disediakan. Victim Esports terbilang punya standar disiplin yang cukup ketat.

"Yang pasti, manajer di masing-masing divisi kita punya kewajiban mengatur jadwal, mulai dari latihan, sampai aspek kehidupan lainnya seperti waktu untuk makan, tidur, dan istirahat. Ucap Hafiz.

"Lalu kalau fasilitas sih seperti kebanyakan tim esports ya, gaming house, gaji yang cukup, dan lain sebagainya." Hafiz lalu melanjutkan membahas soal fasilitas.

Lebih lanjut soal mencari talenta baru, scouting atau usaha mencari pemain berbakat dari berbagai daerah juga jadi hal lain yang menarik untuk dieksplorasi. Ini lalu menjadi topik berikutnya yang kami bahas.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono

"Sejauh ini pemain-pemain kami (Victim Esports) domisilinya sudah cukup beragam, kita juga ada pemain asal Sulawesi dan Kalimantan. Karena memang visi kami adalah mengembangkan pemain, jadi kami kerap melakukan scouting ke berbagai daerah. Nanti sekiranya ada pemain yang potensial, kemungkinan besar akan kami rekrut dan kami latih agar menjadi pemain yang lebih matang." Hafiz bercerita.

Kendati demikian, mereka tetap masih urung untuk mencoba mengembangkan basis operasionalnya ke daerah lain. Tapi ini bukan sepenuhnya tanpa alasan. Alasan Hafiz sebenarnya cukup mirip seperti apa kata Dani Handoko, owner tim Hanz Pro Gaming, tim yang berasal dari warnet di Palembang.

"Kita sempat mendapat tawaran investor untuk membuat cabang di Bali. Tapi gimana juga, nggak bisa bohong bahwa kebanyakan event masih di Jakarta. Daripada nantinya biaya operasional kita jadi membengkak, makanya sementara ini kita fokus di Jakarta dulu." tukas Hafiz.

Regenerasi, dan Usaha Menjadi From Zero to Hero

Apa yang dilakukan dan menjadi visi bagi Victim Esports ini sebenarnya menarik. Mengapa? Karena hal ini seperti menjadi kompromi antara dua hal. Pertama secara ekosistem, Hybrid sudah beberapa kali membahas soal urgensi regenerasi pemain di scene esports Indonesia. Yohannes P.Siagian, mantan kepala sekolah SMA PSKD 1, menjadi salah satu sosok yang vokal soal hal ini yang juga sempat Hybrid wawancarai.

Lalu di sisi lain adalah soal kepentingan. Selama ini tak banyak entitas esports yang merasa punya kepentingan melakukan hal tersebut. Memang sudah ada JD.ID High School League ataupun Indonesia Esports League University Series. Namun keduanya hanya wadah pertandingan saja.

Untuk regenerasi, saya merasa ekosistem esports Indonesia ini memang masih kekurangan wadah pelatihan. Beberapa tim besar cenderung lebih memilih mengambil pemain yang sudah matang. Tetapi Victim Esports dengan visinya, mungkin bisa menjadi bagian penting dari ekosistem ini.

Apalagi Doni Setiawan sang CEO Victim Esports, juga secara gamblang ingin menciptakan tim yang bisa berjuang dari nol hingga menjadi juara. Secara peluang, Victim Esports sebenarnya bisa saja mencari keuntungan instan, dengan menjual pemain yang sudah dimatangkan oleh manajemen Victim Esports kepada tim yang lebih mapan. Namun, Doni lebih memilih jalan yang terjal untuk menjadi juara.

"Semisal ada pilihan jual pemain demi keuntungan instan, atau menggunakan pemain didikan untuk kompetisi yang belum tentu bisa memenangkan kompetisi, saya lebih memilih tetap menggunakan pemain didikan saya untuk mengikuti kompetisi yang belum tentu jadi juara." jawab Doni Setiawan, CEO tim Victim Esports.

Keluarga besar Victim Esports, mulai dari manajemen, pemain semua divisi, hingga brand ambassador. Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono

"Karena begini, saya percaya dengan pemain saya. Mereka yang belum tentu jadi juara tentunya akan belajar. Dari kekalahan tersebut, mereka pasti bakal menemukan pelajaran agar dapat jadi juara di kemudian hari." Doni melanjutkan.

Keteguhan Doni dalam mengembangkan tim dari nol ini, terutama Mobile Legends, mungkin bisa dibilang ada hubungannya dengan liga franchise MPL Season 4. Mengingat tim Mobile Legends Victim Esports terbilang cukup baru, mereka tidak mengikuti liga franchise MPL Season 4.

Maka dari itu, ini waktu yang tepat untuk mendidik pemain dan membangun kekuatan terlebih dahulu bukan?

Lebih lanjut, Doni juga menjelaskan keinginannya untuk ikut serta pada MPL musim berikutnya. "Kita kemungkinan besar bakal gabung entah di MPL musim kelima atau musim keenam." Doni membuka pembicaraan.

"Tapi mengingat biaya franchise tersebut (Rp 15 miliar) bukan berarti divisi Mobile Legends adalah prioritas. Hanya saja, untuk pertarungan sekelas MPL, saya merasa Victim Esports wajib turut serta untuk dapat menunjukkan siapa diri kita." Doni kembali menegaskan.

Lewat visinya, Victim Esports memang secara tidak langsung jadi punya "kewajiban" untuk meregenerasi atlet esport, yang dalam konteks ini adalah atlet esports Mobile Legends. Ini jadi cara yang menarik yang tentunya diharapkan bisa berdampak positif pada ekosistem.

Kendati kekhawatiran terhadap prospek masa depan suatu game akan terus ada, regenerasi pemain tetap menjadi hal yang wajib dilakukan dalam ekosistem esports. Agar ekosistem ini  tetap ada untuk bertahan, bukannya hanya menjadi tren sesaat yang lalu hilang ditelan zaman.