Dark
Light

Teknologi Lampu Depan Mobil Ini Bisa Diprogram Sesuai Kebutuhan

2 mins read
April 28, 2015

Selama beberapa tahun, teknologi lampu depan mobil tidak mengalami perkembangan sepesat komponen lainnya. Yang paling menonjol mungkin hanya sebatas material bohlam yang digunakan, dimana sekarang LED sudah sangat umum didapati pada lampu depan mobil.

Kendati demikian, sejumlah pabrikan cukup memprioritaskan pengembangan teknologi lampu depan mobil. Sejumlah mobil berharga mahal memiliki adaptive headlight, dimana lampu depannya bisa membelokkan cahaya mengikuti tikungan atau mencegah mata pengemudi mobil dari arah yang berlawanan terbutakan.

Di saat yang sama, tim peneliti asal Illumination and Imaging Laboratory di Carnegie Mellon University Robotics Institute ingin membawa teknologi serupa ke tingkat yang lebih tinggi. Mereka beranggapan bahwa teknologi yang ada di pasaran saat ini biasanya kurang fleksibel – hanya membawa satu fungsi unik saja.

Penawaran mereka adalah sistem lampu depan mobil yang bisa diprogram untuk kebutuhan tertentu, menyesuaikan dengan kondisi di sekitar mobil. Menariknya, semua ini dilakukan dengan satu konfigurasi hardware saja.

Info menarik: Opel Kembangkan Teknologi Lampu Depan Mobil yang Bisa Dikontrol oleh Mata Pengemudi

Sistem yang mereka kembangkan melibatkan tiga komponen penting: kamera, prosesor dan spatial light modulator (SLM) yang mereka modifikasi dari sebuah proyektor DLP. Ketiganya bekerja secara simultan, menjalankan tugasnya masing-masing di dalam satu sistem lampu depan mobil yang canggih.

Sistem ini akan terus memonitor dan bereaksi terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Kamera akan menangkap apa saja yang berada di bagian depan mobil, yang kemudian dianalisa oleh prosesor. Hasil olahan informasi tersebut kemudian diteruskan ke komponen SLM untuk memecah satu sorotan cahaya besar menjadi satu juta sorotan kecil yang bisa diprogram satu per satu.

carnegie-mellon-smart-headlights-01

Prototipe yang dibuat memang masih berukuran cukup besar, tapi tim pengembangnya cukup yakin bisa menempatkan semua komponen ke dalam ‘rumah’ milik lampu depan mobil standar. Responsitivitasnya mencapai angka 1,5 milidetik, sangat cukup untuk menjadi ‘mata’ bagi mobil yang bergerak cepat di jalan tol.

Info menarik: Mobil Konsep Chevrolet FNR Ialah Jelmaan Nyata Kendaraan Fiksi Ilmiah

Lalu apa yang dimaksud dengan fleksibilitas dalam satu konfigurasi hardware? Pertama, karena tiap-tiap sorotan lampu kecilnya bisa diprogram, maka sorotan lampu yang mengarah ke mata pengemudi mobil lain bisa dimatikan supaya tidak menyilaukan.

carnegie-mellon-smart-headlights-02

Responsivitasnya diyakini lebih cepat dan lebih presisi ketimbang sistem lampu LED biasa yang dilengkapi teknologi serupa. Di saat yang sama, tidak ada perbedaan tingkat kecerahan pada area yang tersorot cahaya.

Kedua, menerapkan metode yang sama, yakni memprogram tiap-tiap sorotan lampu kecil, sistem ini bisa membantu pengemudi melihat dengan lebih baik di saat salju atau hujan turun. Cahaya akan disorotkan di antara partikel-partikel salju sehingga tidak ada cahaya yang terpantul kembali ke arah mata pengemudi.

carnegie-mellon-smart-headlights-03

Ketiga, sistem ini juga berguna saat melewati jalanan tak bermarka. Sorotan cahaya bisa diprogram agar membentuk satu jalur jalanan, dan menyala redup di jalur yang berlawanan – secara tidak langsung menggantikan peran marka jalan.

Terakhir dan yang tak kalah penting, sistem ini bisa menyorot sejumlah objek seperti pesepeda yang berada di depan mobil. Fungsi ini juga berguna di saat ada pesepeda atau hewan yang menyeberang pada jarak 5 meter di depan, sehingga pengemudi bisa mengetahui keberadaannya dengan mudah dan menghindari terjadinya kecelakaan.

Meski masih berupa prototipe, sistem ini akan terus dikembangkan dan diuji coba guna menyempurnakan setiap bagiannya. Besar kemungkinan ada pabrikan otomotif yang sedang memantau perkembangan teknologi lampu depan mobil besutan tim peneliti universitas ini, dan kemudian tertarik untuk mengimplementasikannya pada mobil produksinya.

Sumber: ILIM CMU dan Scientific American.

Glenn Kaonang

Gamers, proud daddy, entering web3 with critical mindset.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Indosat Perkenalkan Layanan Vehicle Telematics

Next Story

Caped Crusader Tak Lagi Berjuang Sendirian Dalam Batman: Arkham Knight

Latest from Blog

Don't Miss

Updated: AI di Smartphone Makin Populer, Apa Komentar Pengguna?

Update: Ada perubahan data dari hasil survei sesuai rilis yang

Riset Terbaru Menunjukkan Lebih Dari Separuh Gamer Pernah Marah-Marah Karena Bermain Game

Marah memang menjadi salah satu ekspresi dasar yang bisa dialami