Tahun lalu, tiga perusahaan game terbesar di dunia — Tencent, Sony, dan Nintendo — sibuk untuk melakukan akuisisi berbagai developer dan publisher game.
Hal ini menunjukkan, walau Sony dan Nintendo merupakan produsen konsol, mereka juga punya jajaran studio game internal untuk membuat game di platform mereka. Selain mengakuisisi studio game, strategi lain yang biasa digunakan oleh perusahaan game raksasa, seperti Sony, adalah menjalin kerja sama dengan developer pihak ketiga. Berikut strategi Sony terkait hal tersebut di tahun 2023.
Game Eksklusif dan PSVR 2
Sederet game eksklusif bisa menambah nilai jual sebuah konsol. Sony pun tidak asing dengan strategi ini. Hanya saja, sekarang, tidak banyak game AAA yang dirilis secara eksklusif untuk satu platform. Biasanya, kontrak eksklusif game AAA bersifat time limited. Jadi, sebuah game AAA hanya tersedia secara eksklusif untuk satu platform selama durasi waktu tertentu saja. Sebagai contoh, saat dirilis pada 2018, God of War hanya tersedia di PlayStation 4. Namun, game tersebut akhirnya bisa dimainkan di PC pada 2022.
Head of Third-Party Portfolio and Acquisitions, Sony Interactive Entertainment, Shawne Benson mengatakan, Sony memang masih menawarkan kontrak eksklusif dengan game tertentu dalam kondisi yang sesuai. Hanya saja, mereka juga sadar, populernya model distribusi game digital memunculkan game dengan model bisnis dan gameplay baru. Dan tidak semua game cocok untuk dirilis secara eksklusif di satu platform.
“Sebagai contoh, game dengan model bisnis Free-to-Play (F2P) akan bisa sukses jika game tersebut dirilis di banyak platform dan menarik banyak gamers,” ujar Benson, dikutip dari GamesIndustry. Karena itulah, sekarang, daripada menawarkan kontrak eksklusif, Sony cenderung fokus untuk memastikan bahwa versi PlayStation dari sebuah game memberikan pengalaman terbaik bagi para gamers.
“Teknologi apa yang developer bisa gunakan untuk menunjukkan sisi terbaik dari PS5?” kata Benson. “Bagaimana mereka bisa menggunakan haptics atau adaptive triggers di DualSense untuk menciptakan teknologi inovatif? Apa yang bisa mereka lakukan dengan 3D audio di sound design dari sebuah game?”
Lebih lanjut, Benson menjelaskan, Sony memang tidak akan membayar developer yang mengimplementasikan fitur-fitur pada Dual Sense ke game mereka. Namun, jika Sony percaya bahwa sebuah game bisa menonjolkan fitur unggulan PlayStation, mereka siap untuk bekerja sama dengan sang developer. Dukungan yang Sony berikan pada developer beragam, bisa berupa bantuan saat proses pengembangan game atau dukungan dalam marketing.
Benson mengungkap, dalam waktu lima tahun ke depan, Sony tidak hanya akan bekerja sama dengan studio game yang membuat game PS5, tapi juga PlayStation Virtual Reality (PSVR) 2. Dia mengatakan, Sony masih percaya, mengembangkan industri VR akan membantu semua pihak yang terlibat di industri tersebut.
Tentu saja, strategi yang Sony sekarang gunakan agak berbeda. Di era PSVR, Sony harus menjelaskan keuntungan membuat game VR pada developer agar mereka mau membuat game untuk PSVR. Sekarang, komunitas develoepr game VR telah terbentuk, berisi developer seperti Polyarc dan NDreams. Karena itu, saat ini, Sony tidak lagi harus membangun ekosistem developer game VR dari nol. Fokus mereka adalah untuk membantu developer game VR untuk sukses.
Dalam mendukung developer game VR, Sony bisa memberikan bantuan dalam bentuk beragam, seperti dengan memberikan dana pengembangan game atau dukungan marketing. Apalagi karena developer game VR tidak punya infrastruktur marketing seperti publisher ternama.
“Ketika kami mempertimbangkan untuk menjalin kerja sama dengan pihak ketiga, kami ingin memastikan bahwa baik PlayStation maupun rekan kami bisa mendapatkan untung,” kata Benson. “Tujuan kami adalah menjamin bahwa rekan kami bisa terus bertahan dan mendapatkan untung dari channel lain.”
Pentingnya Developer Game Indie
Kerja sama dengan studio game AAA memang akan menarik perhatian banyak orang. Sony menyadari hal itu. Namun, Benson menekankan, kolaborasi dengan developer indie juga tidak kalah penting bagi Sony. Dia mengatakan, game AAA memang memiliki nilai dan keuntungan yang lebih besar. Tapi, game indie biasanya penuh dengan inovasi dan mekanisme unik. Pasalnya, developer indie cenderung lebih berani untuk melakukan ekspermien di game mereka.
Benson menjadikan Before Your Eyes sebagai contoh. Game itu memanfaatkan fitur eye-tracking sehingga kedipan mata pengguna bisa diintegrasikan dalam mekanisme game. Saat ini, game tersebut telah tersedia untuk PC dan mobile. Dan belum lama ini, game itu dirilis untuk PSVR 2.
“Game-game seperti ini tidak hanya penuh imajinasi, tapi juga memiliki mekanisme yang unik. Hal ini membuat game-game tersebut punya peran penting dalam ekosistem gaming,” ujar Benson. “Konten seperti inilah yang kami ingin sediakan untuk paltform kami. Selain itu, sekarang, audiens kami juga jauh lebih beragam. Jadi, fokus saya dan tim adalah menawarkan game dengan konten yang beragam di PlayStation.” Beberapa game indie lain yang Benson jadikan contoh antara lain, Stray, Kena: Bridge of Spirits, adn Sifu.
Sebelum ini, Sony sebenarnya juga sudah berusaha untuk mendekatkan diri dengan developer indie. Di E3 2013, Sony memamerkan game-game indie yang akan tersedia untuk PlayStation 4, sebelum konsol itu diluncurkan. Sayangnya, seiring dengan waktu, hubungan Sony dengan developer indie memburuk. Beberapa tahun belakangan, Sony mendapatkan berbagai kritik dari developer indie, seperti komunikasi yang kurang baik serta promosi yang jarang.
Chief Indie Liaison, Sony, Shuhei Yoshida juga mengakui bahwa belakangan, fokus Sony memang berubah. Mereka mulai memprioritaskan game AAA dan mengesampingkan game indie. Namun, Benson yakin, Sony tidak akan mengulang kesalahan tersebut dan kembali menganaktirikan developer game indie.
Salah satu alasan mengapa Benson begitu percaya diri adalah karena Sony telah merombak struktur perusahaan pada beberapa tahun lalu. Sekarang, operasi bisnis Sony dijalankan secara terpusat dan tidak lagi terpecah ke cabang Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat.
Benson juga mengungkap, Sony memiliki tim yang fokus pada developer indie, dipimpin oleh Yoshida, Greg Rice, dan lain sebagainya. Orang-orang tersebut terus berusaha untuk membangun kerja sama antara Sony dan developer indie. Tak hanya itu, mereka juga ingin untuk mengenalkan game indie di channel milik Sony, baik melalui PlayStation Store, blog PlayStation, atau event yang diikuti oleh Sony.
“Ada banyak hal lain yang harus kami lakukan untuk mendukung para developer indie,” ujar Benson. “Dan ada banyak tools yang telah kami sediakan untuk mereka. Sekarang, dukungan untuk developer indie telah jauh lebih baik daripada di 2017, ketika saya mulai bekerja untuk Sony.”
Sumber header: Pexels