Sesi terakhir Sparxup 2012 Conference hari ini ditutup dengan sesi diskusi panel dengan tema “Exploring Indonesian Market”. Sesi ini dimoderatori oleh Anthony Liem (Merah Putih, Inc.). Sejak awal Anthony menekankan kepada panel dan peserta diskusi bahwa Indonesia tidak hanya Jakarta.
Hal tersebut diamini dan dibuktikan oleh dua panelis yang hadir, Fakhry Bafadal dan Reza Prabowo. Fakhry adalah founder dari komunitas teknologi yang berbasis di Yogyakarta, Bancakan 2.0. Menurut Fakhry, lebih mudah mencari programmer di Yogyakarta daripada di Jakarta. Adanya banyak universitas di Yogyakarta dan nyamannya kota tersebut, menjadi alasan banyaknya programmer yang betah tinggal di kota tersebut dibandingkan dengan Jakarta.
Kelebihan yang sama juga ditemui di Bandung, menurut Reza, co-founder Forum Web Bandung (FOWAB), Bandung juga mempunyai banyak universitas, kota yang nyaman, biaya hidup yang relatif lebih murah dibandingkan dengan Jakarta. Bandung juga mempunyai kelebihan dalam hal lokasi karena kota ini hanya berjarak sekitar 3 jam perjalanan darat dari Jakarta. Banyak proyek informasi teknologi dari Jakarta yang akhirnya dialihkan ke kedua kota ini karena berlimpahnya programmer dibandingkan dengan Jakarta.
Hanya saja, menurut Dondy Bappedyanto dari Infinys System, ada gap antara lulusan univeritas di daerah dibandingkan dengan kebutuhan industri. Kualitas lulusan jurusan komputer universitas masih belum memenuhi kebutuhan universitas. Karena itu, pihaknya berinisiatif untuk menjalankan program kerja sama dengan universitas untuk membuat pelatihan atau semacamnya untuk meningkatkan kualitas lulusan universitas.
Meskipun sumber daya manusia teknologi termasuk startup banyak berada di daerah, Italo Gani, CEO Inbound Marketing, mengakui bahwa masih sulit untuk menjual bisnis-bisnis teknologi ada ke daerah. Bentuk bisnis digital di Indonesia masih berbentuk bisnis business to business (B2B). Bentuk bisnis business to consumer (B2C) masih agak susah untuk dijalankan salah satunya karena adanya hambatan berupa platform payment. Fakta bahwa hanya 20% penduduk Indonesia yang mempunyai akun bank dan hanya 9% yang mempunyai kartu kredit menyusahkan startup untuk membuat skema pembayaran. Harusnya startup yang bisa bekerja sama dengan perusahaan telko untuk membuat skema pembayaran potong pulsa.
Jika skema ini diwujudkan dan ditambah dengan pemerataan teknologi dilakukan, maka pasar Indonesia bisa diperluas dengan bisnis B2C. E-commerce misalnya, bisa dengan mudah menjual barang untuk konsumen di Ciganjur, Jawa Barat, atau bahkan Bima, Nusa Tenggara Barat.
Pasar Indonesia masih banyak yang masih belum tergarap. Potensi pasar di daerah dan konsumen-konsumen yang belum tergarap namun masih membutuhkan layanan digital yang bisa dimanfaatkan. Sumber daya manusia pun tersedia, asalkan tahu dimana mencarinya, salah satunya melalui komunitas yang ada. Perusahaan-perusahaan digital, lokal maupun global bisa memanfaatkan potensi-potensi ini untuk memperluas bisnisnya ke pasar Indonesia.