Semakin Banyak Brand Buat Iklan di Game, Kenapa?

Jumlah gamers capai 3 miliar orang. Jadi, tidak heran jika industri game kini semakin diminati berbagai merek

Iklan dalam game bukanlah sesuatu yang baru. Faktanya, game telah menampilkan iklan sejak sekitar tahun 1970-an. Namun, kemunculan game mobile membuat iklan dalam game menjadi semakin populer. Dan iklan dalam game jadi salah satu cara bagi para brands untuk mengenalkan produk mereka ke gamers.

Daya Tarik Game di Mata Brands

Semakin banyak orang yang berhenti mengonsumsi media massa tradisional, seperti TV dan radio, ungkap CEO UKIE, Jo Twist. Sebagai gantinya, mereka mulai menggunakan media lain yang lebih modern, seperti TikTok, Twitch, Discord, dan juga game.

Tren ini mempersulit brands yang ingin memasarkan produk mereka, karena memasang iklan di media massa kini tidak lagi cukup. Perusahaan harus bisa mengikuti perubahan zaman, dan menampilkan iklan di media yang memang digemari konsumen.

"Di dunia, ada lebih dari tiga miliar orang yang bermain game secara rutin," kata Twist, dikutip dari GamesIndustry. "Lebih dari setengah populasi Inggris bermain game. Dan demografi gamers yang memiliki tingkat pertumbuhan paling cepat adalah gamers perempuan di rentang umur 40 tahun atau lebih." Lebih lanjut dia mengungkap, melalui game, brands akan bisa menjangkau banyak orang di berbagai kawasan, termasuk India, negara-negara Afrika dan Amerika Latin.

Jumlah gamers kini capai 3 miliar orang. | Sumber: Pexels

Creative Strategist and Entertainment Lead, Meta, Jane Kinnaird mengungkapkan keheranannya akan fakta bahwa ada banyak brands yang tidak tertarik untuk memasang iklan di game. Padahal, jumlah gamers di dunia telah mencapai miliaran orang. Menurutnya, game adalah kegiatan yang digeluti seseorang atas dasar suka rela. Gamers bermain game karena mereka mendapatkan pengalaman yang menyenangkan ketika bermain.

"Jika perusahaan dapat membuat brand mereka identik dengan kesenangan yang para gamers rasakan ketika mereka bermain game, perusahaan akan dapat membangun reputasi yang lebih kuat daripada jika sekadar memasang iklan di TV, yang tak lagi orang-orang tonton," kata Kinnaird. Dia menambahkan, jika brands bisa menjadi bagian dari dunia game -- yang memungkinkan para gamers untuk mengekspresikan diri mereka dengan bebas -- hal ini akan membuat brands memiliki nilai lebih di mata para gamers.

Kinnaird menjelaskan, idealnya, iklan seharusnya memberikan manfaat tertentu pada target audiensnya. Jika tidak, iklan setidaknya bersifat menghibur. Dan memasang iklan di game memungkinkan perusahaan untuk membuat iklan yang tidak hanya bermanfaat, tapi juga menyenangkan.

Contoh iklan dalam game. | Sumber: AdWeek

Business Development Officer Kinguin, David Yarnton menyandingkan iklan di game dengan iklan di olahraga. Pada dasarnya, ketika perusahaan mensponsori tim atau atlet olahraga, mereka ingin fans dari tim atau atlet tersebut untuk mengidentikkan brand dengan tim atau atlet olahraga kesayangan mereka. Memasang iklan dalam game akan memberikan dampak serupa: perusahaan akan membuat gamers mengaitkan kesenangan yang mereka dapat saag bermain game dengan brand.

Yarnotn menambahkan, sekarang, memasang iklan dalam game juga telah menjadi semakin mudah. Sekitar 20 tahun lalu, jika brands ingin membuat iklan dalam game, tidak banyak opsi yang mereka punya. Biasanya, kerja sama brands dengan game berupa penyelenggaraan events. Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi, semakin banyak opsi yang brands punya untuk memasang iklan di game.

Contoh yang Kinnaid berikan adalah bagaimana beberapa musisi mengadakan konser virtual di Fortnite. Dia mengaku, dia selalu meragukan kualitas seorang musisi yang melakukan konser virtual. Karena, dia tidak yakin hype dari konser virtual akan bisa menyamakan konser di dunia nyata. Meskipun begitu, dia menyasari, konser virtual di Fortnite dapat memberikan pengalaman yang sama sekali berbeda dari konser di dunia nyata. Dan hal ini merupakan kelebihan tersendiri.

Masalah Dalam Membuat Iklan di Game

Sayangnya, membuat kampanye iklan yang sukses di game bukanlah hal yang mudah. Twist menyebutkan, salah satu kesalahan yang sering brands lakukan adalah mereka hanya meniru iklan yang sedang tren, tanpa memikirkan tentang pengalaman yang didapatkan oleh gamers.

Masalah lainnya, kampanye iklan biasanya punya awal dan akhir yang jelas. Padahal, komunitas gamers bukanlah sesuatu yang bisa dibangun dalam waktu singkat. Dunia game memungkinkan para gamers untuk berkumpul dan melakukan berbagai kegiatan bersama. Pada akhirnya, hal ini akan menciptakan kesetiaan di diri para gamers. "Semua ini membutuhkan kontinyuitas dan bukan sesuatu yang bisa dicapai hanya dengan membuat satu iklan yang sukses," kata Twist.

Yarnton setuju dengan pendapat Twist. Dia mengatakan, kebanyakan brands lebih tertarik untuk menampilkan banyak iklan di hadapan para gamers daripada berusaha untuk membangun hubungan dengan para gamers. Dia menambahkan, "Padahal, jika Anda mencoba untuk masuk ke dunia game dengan cara yang salah, menggunakan bahasa yang salah, Anda justru akan mendapatkan kritik. Dan Anda bisa melukai reputasi Anda sendiri."

Gucci pernah buat event khusus di Roblox.

Game yang kaya akan konten buatan gamers alias User-Generated Content biasanya akan dapat menarik perhatian brands. Contohnya, Roblox. Yarnton menyebutkan, sebagian besar dari 20 brands besar yang menjajaki metaverse merupakan fashion brands, khususnya merek mewah, seperti Gucci atau Burberry.

"Kenapa mereka melakukan itu? Kenapa Apple tetap membuat toko sendiri, walau mereka merupakan perusahaan teknologi? Perusahaan melakukan semua hal tersebut demi membangun nilai brands. Karena, perusahaan ingin berada di tempat yang bisa memberikan inspirasi pada banyak orang," ujar Yarnton.

Lebih lanjut, Yarnton menjelaskan, bagi perusahaan, membangun brand layaknya mengembangkan intellectual property (IP). Dan perusahaan game punya banyak pengalaman dalam membangun dan mempertahankan IP. Yarnton menjadikan Nintendo dan IP Mario sebagai contoh. Nintendo selalu berusaha keras untuk memastikan IP mereka, seperti Mario, tidak disalahgunakan. Sebagai contoh, pada Januari 2021, Nintendo menuntut Game Jolt untuk menutup akses ke fangames yang menggunakan IP milik Nintendo.