Sejarah Counter-Strike: Yang Tak Pernah Mati Sejak 1999

Tak hanya jadi seri FPS modern yang sangat berpengaruh, ia juga jadi salah satu game esports tertua.

Tak bisa dipungkiri bahwa CS:GO adalah salah satu fenomena budaya yang besar di kalangan gamers. Seakan hidup abadi, game ini sudah hadir selama 21 tahun lamanya, sejak 1999 lalu hingga tahun 2020 ini. Sepanjang perjalanannya, game ini juga sudah banyak memberi dampak kepada ekosistem gaming, seperti menjadi salah satu game yang mendefinisikan genre FPS, juga menjadi salah satu game yang mendefinisikan ekosistem esports sejak zaman dahulu kala dan bahkan masih jadi salah satu gelaran esports tersukses di tahun 2019 lalu.

Namun demikian semua itu tidak ada artinya jika Counter-Strike tidak pernah dibuat. Kali ini kita akan menyusuri masa lalu, melihat sejarah Counter-Strike, salah satu game yang telah mendefinisikan genre FPS dan juga esports sejak 21 tahun lalu.

Berawal dari Custom Game Half-Life

Nyatanya, tidak sedikit game yang sukses memulai perjalanannya dari custom game. Sudah banyak game jadi bukti akan hal tersebut, seperti Dota 2 dari custom game Warcraft III, PUBG dari custom game ARMA III, bahkan Dota 2 menelurkan game populer lain lewat custom game, yaitu Auto Chess.

Begitu juga dengan Counter Strike (CS), yang lahir dari custom game Half Life. Ketika itu Counter-Strike digagas oleh dua orang gamers yang memiliki ide dan mencoba menerapkan hal tersebut ke dalam Half Life. Dua orang tersebut adalah Minh Le (Gooseman) dan Jess Cliffe (Cliffe).

Pada masa itu, Minh Le dan Jess Cliffe bukanlah developer profesional, melainkan hanya mahasiswa yang menyukai video game dan ingin mencoba membuat sebuah karya dari hal yang ia sukai. Permainan yang bertema “polisi-polisian” ini juga tercetus karena kesukaan Gooseman terhadap hal tersebut.

Le sempat menceritakan ini dalam " target="_blank">dokumenter singkat dari Valve. “Ketika itu saya sangat tertarik sekali dengan pasukan anti-teror. Saya merasa pekerjaan mereka memiliki kerumitannya tersendiri dari segi persenjataan ataupun taktik yang mereka gunakan. Saya pun berpikir bahwa hal tersebut akan menjadi tema yang keren untuk sebuah game.” ucap Gooseman dalam video tersebut.

Half-Life yang digunakan Gooseman dan Cliffe sebagai basis pengembangan CS juga berdasarkan dari tema yang ingin mereka bawa ke dalamnya. Padahal, Half-Life bukan satu-satunya game FPS yang bisa dibongkar ulang dan dijadikan game baru. Pada masa tersebut, ada juga Unreal Tournament serta Quake, dua game yang punya pengaruh terhadap perkembangan genre FPS, yang bahkan salah satunya adalah game pencipta tren kontrol WASD pada game FPS.

Half-Life pun dipilih meski Minh Le mengakui kesulitan dalam merombak engine Half-Life. “Saya mengerjakan proyek ini sekitar 30 sampai 40 jam per-minggu, sembari saya menyelesaikan studi di universitas.” Ucapnya kepada GameSpot.

Sembari pengembangan dilakukan, hal lain yang tak kalah penting untuk dipikirkan adalah nama game tersebut. Salah satu pengguna Reddit menemukan tangkapan gambar diskusi antara Gooseman dengan Cliffe saat mereka ingin menentukan nama game-nya. Gooseman sempat memberi ide nama Counter-Terrorist Forces. Namun Cliffe datang dengan ide nama yang juga disukai oleh Gooseman, yaitu Counter-Strike. Gooseman bahkan bercerita, sebelumnya mereka berdua sempat memikirkan nama lain seperti International World Soldiers dan Frag Forces.

Counter-Strike, Komunitas dan Dust2

Cerita sejarah CS adalah bentuk nyata dari kesuksesan pengembangan terbuka, atau yang biasa disebut Open-Source. Mengembangkan CS sambil menyelesaikan kuliah, Gooseman dan Cliffe mengaku tidak punya banyak waktu dalam memikirkan dan membuat semua elemen dari permainan Counter-Strike. Maka dari itu, pengembangan game multiplayer ini dilakukan sepenuhnya secara terbuka, dengan Gooseman dan Cliffe memberikan komunitas kebebasan untuk membuat apapun yang mereka inginkan.

“Kami sebenarnya tidak membuat satu pun map di dalam Counter-Strike. Semua map dibuat oleh komunitas. Mereka akan membuat sebuah map, lalu mengirimkannya kepada kami dan kami akan meninjau map tersebut. Selanjutnya kami akan memilih mana yang kami suka dan memasukkannya ke dalam versi CS yang akan dirilis berikutnya. Jadi pada dasarnya, begitulah game ini dikembangkan. Ketika itu ya saya, rekan saya Cliffe, dan komunitas. Bisa dibilang CS seperti game yang dikembangkan bersama.” Cerita Minh Le kepada Gamespot.

Gooseman saat diwawancara oleh salah satu media game asal Eropa. Sumber: GameReactor

Cara pengembangan ini membuat komunitas jadi sangat bersemangat. Kebanyakan dari mereka bahkan menjadi bagian dari perkembangan Counter-Strike itu sendiri. “Padahal pada awalnya, kami berjuang setengah mati, memohon-mohon kepada orang orang-orang mau mencoba versi play-test dari Counter-Strike. Dahulu saya mencoba meminta pada kolega kuliah saya, dan mereka merespon dengan ‘tidak, terima kasih.” Ucap Cliffe dalam dokumenter dari Valve.

“Pada awal pengembangan, komentar dari komunitas menjadi warna bagi versi beta Counter-Strike berikutnya yang akan kami rilis. Kami merasakan energi positif yang sangat besar dari komunitas waktu itu,” cerita Clfife. “Orang-orang mengirimkan banyak sekali konten kepada kami. Mungkin kami pernah menerima ratusan map buatan komunitas dalam satu hari ketika itu.” Ucap Minh Le.

Sumber: Official CS:GO Blog

Metode ini juga yang membuat CS punya satu map yang paling legendaris, yaitu de_dust2. Seperti map lainnya, de_dust2 juga diciptakan oleh komunitas. Penciptanya adalah Dave Johnston, yang pertama kali membuat map ini pada Counter-Strike 1.0 pada tahun 2000 lalu. De_Dust2 menjadi map yang mendefinisikan Counter-Strike sejak lama.

Sebenarnya CS:GO punya ragam map yang mungkin tak kalah ikonik. Sebut saja tempat seperti cs_office, de_aztec, atau bahkan map pertama buatan Minh Le dan Cliffe yaitu cs_mansion yang selanjutnya diubah menjadi cs_estate. Namun de_dust2 seperti tak tergantikan dan bertahan sampai saat ini.

Joab Gilroy menulis di Red Bull Esports soal pengalamannya tumbuh besar bersama Counter-Strike. Pada masanya, ketika CS masuk versi beta 6.5, map Dust dan Dust 2 adalah dua map yang paling banyak dimainkan oleh para pemain. Walau ada map lain seperti, cs_office, cs_italy, atau de_aztec, namun para pemain seakan tutup mata dan hanya ingin memainkan de_dust saja.

“Mungkin karena Dust2 adalah map yang sederhana namun mendalam. Tetapi memang, popularitasnya juga terbantu karena map Dust yang sudah lebih dulu populer. Map ini jadi populer hingga kini juga mungkin karena Dust 2 adalah satu hal konstan yang membuat pemain CS dari berbagai generasi berkumpul dan menganggap map tersebut sebagai zona nyaman, walaupun map tersebut mungkin bukan yang paling seru dan mengasyikkan.” Ujar Dave Johnston dalam wawancara singkat bersama RockPaperShotgun.

Seiring pengembangan, Counter-Strike dan Dust2 mendapatkan perhatian yang sangat besar dari para gamers. Doug Lombardi dari Valve bercerita bahwa pada sekitar awal 2000an, CS sudah dimainkan 8000 orang. “Tak lama, sepekan kemudian jumlahnya meningkat jadi 12 ribu, lalu satu bulan kemudian jadi 16 ribu. Melihat keadaan ini, artinya pasti ada sesuatu di dalam komunitas. Makanya ketika itu kami dari Valve penasaran dan ingin sekali mengajak kerja sama pengembang Counter-Strike.

Sumber: Dokumenter Valve

Berkat hal tersebut, Gooseman dan Cliffe direkrut oleh Valve untuk mengerjakan Counter-Strike. “Sungguh mengagumkan bisa bicara bersama Valve ketika itu. Kami mengidolakan mereka. Kami suka Half-Life dan kami juga menyukai Valve.” Sejak saat itu, popularitas Counter-Strike meledak, digunakan untuk berkompetisi, bahkan menggusur popularitas Quake sebagai game FPS kompetitif terpopuler di awal tahun 2000an. Popularitas ini membawa Counter-Strike ke tahap berikutnya.

Rilisnya Steam dan Eksperimen Valve terhadap Counter-Strike

Tahun 2003 Valve merilis Steam (Anda bisa membaca sejarah Valve di artikel yang kami tuliskan sebelumnya). Hal ini tentu berdampak langsung kepada Counter-Strike itu sendiri. Salah satunya adalah dari sisi distribusi update versi gameplay yang jadi lebih mudah. Duncan Shield (Thorin) sempat bercerita dalam dokumenter resmi Valve soal ini.

“Dahulu sebelum ada Steam, kehadiran patch terasa sangat menyedihkan karena artinya kami bakal tidak akan main CS selama 2 hari. Karena internet ketika itu masih sangat lambat. Dan tanpa Steam, semua orang di seluruh dunia terpaksa mengunduh update tersebut hanya dari satu server saja yang membuatnya terbebani dengan sangat berat.” Namun kehadiran Steam di tahun 2003 seakan menjadi penyelamat bagi komunitas. Dengan fitur auto-update dan server dari Valve, membuat update versi CS jadi lebih mudah dan cepat.

Penampilan Steam saat pertama kali rilis di tahun 2003. Sumber: PCGamer

Tetapi, pasca Steam rilis pada tahun 2003, tahun berikutnya malah seperti menjadi masa kegelapan CS. Setelah sukses dengan Counter-Strike, Valve mulai bereksperimen dengan berbagai macam hal, dan mencoba menciptakan produk baru dari brand game populer ini. Satu percobaan yang pertama adalah merilis Counter-Strike untuk Xbox.

Game yang diberi nama Counter-Strike Xbox Edition pertama kali diumumkan pada Mei 2002 di gelaran E3. Berbasis kepada Counter-Strike: Condition Zero, game ini dikembangkan bersama dengan pengembang yang kini terkenal lewat seri Borderlands, yaitu Gearbox Software. Namun proses pengembangan tidak berjalan lancar, Gearbox Software meninggalkan Valve pada Juli 2002 seraya mengakhiri pengembangan terhadap Counter-Strike: Condition Zero.

Walau mengalami perjalanan pengembangan yang cukup berat akhirnya game ini rilis 18 November 2003, yang juga menjadi percobaan pertama Counter-Strike bersaing di ranah konsol. Walau berbasis pada Condition Zero, namun Counter-Strike Xbox Edition tidak menghadirkan Single-Player Campaign. Alhasil banyak komentar miring menanggapi hal tersebut. IGN, misalnya, yang mengatakan bahwa membeli Counter-Strike Xbox Edition tanpa berlangganan Xbox Live untuk kebutuhan bermain online akan jadi sia-sia.

Memang Counter-Strike Xbox Edition hanya menyertakan permainan Single-Player berupa gameplay yang serupa seperti Multiplayer, namun melawan bot atau AI. Walau mungkin Counter-Strike versi ini tidak terlalu banyak diketahui orang-orang, namun Counter-Strike Xbox Edition ternyata cukup sukses. Pada tahun 2008, game ini sudah terjual sebanyak 1,5 juta kopi di pasaran.

Sumber: Official Valve

Lalu setelahnya ada juga Counter-Strike: Condition Zero. Versi Counter-Strike ini menjadi percobaan Valve menyajikan Single-Player Campaign ke dalam custom game buatan Gooseman dan Cliffe. Namun pengembangan CS:CZ mengalami jalan berliku berbarengan dengan perilisan CS: Xbox Edition.

Awal pengembangan game ini dimulai dari tahun 2001 dikembangkan bersama dengan Rogue Entertainment. Lalu melihat ketidakstabilan finansial dari pengembang tersebut, pengembangan lalu dipindah ke Gearbox Software. Namun setelah satu tahun pengembangan, Gearbox juga meninggalkan Valve sesaat Counter-Strike: Xbox Edition diumumkan. Pertengahan 2002, Ritual Entertainment mengambil alih pengembangan, sampai akhirnya Turtle Rock Studios mengambil pengembangan di pertengahan 2003 sampai akhirnya game ini selesai.

Setelah terseok-seok dan berkali-kali pindah tangan pengembangan, Counter-Strike: Condition Zero akhirnya rilis 23 Maret 2004 untuk Windows. Saat rilis, CS:CZ mendapatkan penilaian yang bercampur aduk dari media dan mendapat skor 65/100 dari Metacritic. Beberapa fitur yang dihadirkan seperti mode melawan bot dengan misi yang diberi nama Tour of Duty, mendapat ulasan yang cukup baik. PCZone bahkan mengatakan bahwa bot yang dihadirkan begitu pintar, sampai-sampai membuat “rata-rata pemain online terlihat seperti babon yang baru dilahirkan”.

Tetapi satu kritik yang senada dari game ini adalah engine game yang ketinggalan zaman. Banyak ulasan media mengatakan bahwa CS:CZ hadir terlambat, membuat game ini kalah saing secara visual jika dibandingkan dengan game shooter lain yang rilis pada masa tersebut. Namun lagi-lagi, game ini memiliki performa penjualan yang cukup lumayan, dengan total penjualan sebanyak 2,9 juta kopi terjual via retail menurut data tahun 2008.

Terakhir, pada masa yang tidak begitu jauh dari CS: Xbox Ediiton dan CS: Condition Zero, Valve juga merilis Counter-Strike: Source. Beda dengan dua versi sebelumnya yang bisa dibilang eksperimen, CS: Source mungkin dibuat untuk menjadi suksesor custom game orisinil buatan Gooseman dan Cliffe; atau mungkin bisa disebut sebagai CS 2.0?

Rilis pada November 2004, CS: Source punya gameplay yang serupa seperti versi orisinil, fokus pada multiplayer dengan membawa map-map ikonik khas Counter-Strike. Satu perbedaan yang cukup terasa adalah penggunaan engine berbeda, membuat grafis Counter-Strike jadi lebih baik. Pengembangan game ini terbilang cukup lancar-lancar saja namun yang jadi masalah bagi CS: Source adalah respon para pemain Counter-Strike generasi lama.

Menggunakan engine yang berbeda membuat beberapa mekanisme permainan jadi terasa berbeda di dalam CS:Source. Beberapa hal di antaranya seperti asap dari Smoke Grenade menyebar lebih lambat jika dibandingkan dengan CS 1.6. Efek Flashbang juga jadi lebih jelas, ditambah pantulan dalam CS:Source juga lebih terasa jika dibandingkan dengan CS 1.6.

Sumber: Official Valve

Recoil senjata juga jadi hal lain yang berubah di CS:Source. Recoil senjata kini jadi lebih menyebar, membuat pemain jadi kesulitan untuk menembak dengan akurat. Hal terakhir, detil yang mungkin terasa kurang penting dalam permainan kompetitif adalah kehadiran benda-benda yang akan terlempar jika terkena tembakan seperti tong besi ataupun benda-benda kecil lainnya.

Banyaknya perubahan ini banyak membuat pemain lama Counter-Strike jadi tidak nyaman dengan Counter-Strike Source. Akhirnya, game ini mengalami respon yang kurang baik, terutama dari sisi skena kompetitif. Hal ini berdampak kepada kehadiran dua kubu di dunia kompetitif. Seseorang dari forum Team Liquid dengan username SaveYourSavior menganalogikan CS:Source layaknya StarCraft 2 vs StarCraft: BroodWar atau seperti Super Smash Bros: Brawl vs Super Smash Bros: Melee. CS:Source ketika itu dianggap hanya memperbaiki Counter-Strike dari sisi grafis, namun malah memiliki banyak sekali kekurangan dari segi gameplay.

Beberapa orang dalam forum tersebut malah mengatakan bahwa CS:Source terasa lebih mudah dibanding dengan CS 1.6 karena recoil yang random, serta hitbox kepala yang terasa lebih besar sehingga headshot jadi lebih mudah. Alhasil, seakan terjadi perang sipil di antara komunitas pemain CS 1.6 melawan pemain CS: Source, layaknya perang antara pemain Dota 2 dengan pemain Custom Game Warcraft Defense of the Ancient dulu kala.

Bagi Anda yang sudah main warnet sejak awal tahun 2000an mungkin akan merasakan nostalgia jika melihat gambar ini. Sumber: Official Valve

Dampak perang sipil Counter-Strike ini bahkan mencapai tingkat dunia kompetitif. Ketika istilah esports belum banyak digaungkan, penyelenggara turnamen kadang terpaksa mengadakan kompetisi untuk kedua game (Source dan 1.6). Mengutip dari Kotaku, salah satu brand kompetisi terbesar pada masa itu yaitu World Cyber Games (WCG), bahkan menerima reaksi yang sangat buruk dari komunitas ketika mereka hanya menghadirkan kompetisi Counter-Strike: Source saja. Akhirnya setelah itu WCG kembali menggunakan CS 1.6 sebagai game yang dipertandingkan dan terus dipertahankan.

Hal ini juga berdampak kepada penjualan Counter-Strike: Source. Tercatat, Counter-Strike: Source hanya terjual 2,1 juta kopi saja sampai akhir tahun 2008 lalu. Walau itu bukan angka yang kecil, namun penjualannya kalah dibanding dengan Counter-Strike: Condition Zero yang terbilang eksperimental dan tentunya Counter-Strike yang orisinil.

Counter-Strike:Global Offensive Penyelamat Counter-Strike di Masa Modern

Setelah kurang lebih delapan tahun perang sipil antara pemain Counter-Strike 1.6 dengan Counter-Strike: Source terjadi, 12 Agustus 2012 Counter-Strike:Global Offensive (CS:GO) resmi dirilis; seri terbaru Counter-Strike yang nantinya akan menjadi pemersatu komunitas. CS:GO merupakan penerus langsung dari CS 1.6 dan juga CS:Source dengan ciri khas berupa permainan yang fokus pada online multiplayer.

Namun demikian CS:GO tidak serta-merta langsung bagus dan diterima secara baik oleh komunitas saat pertama rilis. Pemain Astralis, Andreas Hojsleth (Xyp9x) sempat mengatakan dalam dokumenter TheScoreEsports bahwa dahulu ada banyak hal yang membuat CS:GO kurang menyenangkan saat pertama kali rilis. Salah satu contoh yang ia sebut adalah utility Molotov yang overpowered, membuat pergerakan jadi lambat jika terjebak di dalamnya, dan tidak bisa dipadamkan dengan smoke.

Belum lagi bug dan glitch di sana dan sini, yang membuat permainan jadi terasa kurang intuitif. Belajar dari masa gelap yang dialami Valve selama kurang lebih 8 tahun saat mereka membuat Counter-Strike: Condition Zero, Xbox Edition, dan Source, kini Counter-Strike: Global Offensive jadi lebih disukai karena respon Valve yang begitu cepat dalam menanggapi berbagai kekurangan dalam game tersebut.

Daniel Kapadia (DDK) salah satu shoutcaster di skena kompetitif CS:GO mengatakan bahwa game tersebut seakan menjadi harapan terakhir bagi Valve terhadap seri Counter-Strike. “Dan satu hal yang mengejutkan adalah game tersebut ternyata menjadi lebih baik hanya dalam 6 sampai 12 bulan saja. Perbaikan tersebut terjadi dengan sangat cepat, bahkan lebih cepat dari pada yang diharapkan oleh kebanyakan para gamers.” ucapnya.

Selain dari itu, penambahan fitur juga jadi alasan CS:GO memiliki penerimaan yang sangat baik di kalangan gamers. CS:GO menjadi seri Counter-Strike pertama yang memperkenalkan fitur matchmaking.

Minh Le menyebutkan, bahwa sebelum kehadiran matchmaking, Anda harus masuk ke dalam sebuah room yang tidak Anda ketahui seberapa jago musuh yang akan Anda hadapi. Ini mungkin mirip seperti custom game Defense of the Ancient pada Warcraft III, saat Anda harus memasuki room bernama “55 APNP Kuburan Para Dewa”. Tanpa tahu siapa yang akan Anda lawan, dengan kemungkinan bertemu pemain profesional seperti Farand Kowara (Koala).

Tetapi fitur matchmaking membuat CS:GO jadi lebih user-friendly. Anda yang baru mulai main akan dipertemukan pemain lain, yang secara algoritma dianggap memiliki kemampuan main yang setara. Tak hanya itu, CS:GO juga menghadirkan Competitive Matchmaking, yang punya aturan main lebih kompetitif (menyalakan Friendly Fire contohnya), dan dilengkapi dengan rank untuk menentukan level kemampuan sang pemain.

Seri Hyper Beast, salah satu skin senjata CS:GO yang cukup populer. Sumber: Steam Community Workshop

Hal lain yang juga membuat CS:GO mendapat respons yang positif dari komunitas adalah kehadiran skin di dalam game. Skin atau yang disebut sebagai “finishes” merupakan in-game items yang tergolong sebagai kosmetik di dalam CS:GO. Disebut sebagai kosmetik karena skin tidak menambah elemen apapun di dalam permainan kecuali menjadi pemanis mata bagi para pemainnya. Fitur ini sendiri bukan fitur bawaan dari CS:GO, melainkan fitur yang baru ditambahkan pada 13 Agustus 2013 lalu yang hadir lewat Arms Deal Update.

Elemen skin seakan menjadi perekat bagi komunitas, membawa pemain CS:GO bernostalgia ke zaman Counter-Strike dahulu karena memberi kesempatan bagi para pemain untuk berkontribusi terhadap game yang mereka cintai. Salah satu alasan terbesarnya adalah karena skin dalam CS:GO mendukung fitur Steam Workshop, yang memungkinkan para pemain, siapapun Anda, bisa berkontribusi memberikan skin buatan Anda sendiri ke dalam game.

Nantinya ragam skin yang sudah diberikan para kontributor akan dimasukkan ke dalam peti yang bisa didapatkan para pemain. Peti bisa didapatkan secara gratis hanya dengan bermain namun kunci peti tadi hanya bisa dibeli dengan menggunakan sistem microtransaction. Tak hanya itu, skin yang Anda dapatkan nantinya juga bisa diperjual-belikan dengan pemain lainnya lewat Steam Community Market. Sistem ini membuat banyak pemain bertahan di CS:GO, karena game tersebut membuat ekonomi virtual tersendiri di dalam permainanya.

IEM Katowice menjadi bukti bahwa CS:GO masih hidup dan sangat aktif meski sudah 8 tahun berlalu sejak game tersebut pertama kali dirilis. Sumber: Intelextrememasters.com

Berkat hal tersebut, CS:GO menjadi game yang membuat para pemainnya tetap kembali lagi, meski sudah mencoba yang lainnya. Terakhir kali, walau sudah 8 tahun beredar di pasaran, namun CS:GO masih bisa mencetak rekor dengan 1 juta pemain online secara bersamaan pada 14 Maret 2020 lalu. Apalagi sejak berubah menjadi Free to Play pada 2018 lalu, game ini menjadi semakin mudah diakses oleh pemain, termasuk para pemain CS 1.6 atau pemain yang baru mengenal game ini.

Kesuksesan ini akhirnya menurun kepada skena esports CS:GO. Membuat CS:GO berkali-kali mencetak rekor sebagai salah satu turnamen terpopuler. Kompetisi IEM Katowice yang mempertemukan Natus Vincere dengan G2 Esports masih ditonton oleh satu juta penonton secara bersamaan. Bahkan selama bulan Maret kemarin, liga CS:GO ESL Pro League Season 11 menjadi tontonan stream paling ramai di Twitch yang sudah ditonton selama 12,9 juta jam dan sempat ditonton oleh 331 ribu orang secara bersamaan.


Walau ada cerita dari organisasi esports seperti SK Gaming, yang memutuskan meninggalkan skena CS:GO untuk beberapa saat, namun CS:GO mungkin masih akan tetap bertahan setidaknya sampai beberapa tahun ke depan. Melihat game ini masih aktif menjadi esports dan dimainkan, mungkin hanya Tuhan yang tahu apakah game ini akan mati dan hilang bak ditelan bumi di masa depan, atau malah abadi sepanjang masa.