Widi Asmoro adalah Entertainment Services Manager Nokia Indonesia, yang tahun ini kembali menghadiri konferensi All That Matters di Singapura, mewakili Nokia sebagai salah satu sponsor acara. Tulisan ini pertama kali terbit di blog pribadinya.
Tahun ini saya mendapat kesempatan untuk kembali mengikuti ajang diskusi musik dan teknologi skala Asia, Digital Matters & Music Matters. Seperti tahun lalu, ajang ini kembali diselenggarakan di Ritz Carlton Millenia Singapore sepanjang empat hari dari tanggal 22 – 25 Mei 2012. Meski skala Asia, pembicaranya adalah kaliber dunia. Sebutlah yang hadir di hari pertama ada Ralph Simon, guru mobile content entertainment, Michael Schneider, jagonya aplikasi mobile yang pernah membuat aplikasi untuk Lady Gaga dan Katy Perry, dan juga Ted Machover, dosen yang juga profesor di MIT Lab.
Hari ini dibuka dengan tiga workshop; Gaming Matters, Digital Publishing Matters, dan Video Matters, yang berlangsung pada saat bersamaan sehingga peserta harus memilih salah satu dari materi tersebut untuk diikuti. Saya ikut Video Matters. Siangnya setelah lunch seremoni pembukaan dilakukan oleh Presiden Digital & Music Matters, Jasper Donat dan lanjut dengan beberapa panel diskusi seperti digital entertainment, tantangan publisher untuk me-monetize content digital dan juga memilih platform yang tepat untuk membuat apps.
Menariknya, semua berbicara tentang teknologi digital untuk mendukung seni dan bagaimana cara me-monetize-nya. Bagaimana kolaborasi developer apps dengan pemilik content untuk menghadirkan sesuatu yang relevan bagi penggemar hiburan, sesuatu yang lebih personal dan eksklusif.
Tahun ini juga Nokia kembali mensponsori ajang tahunan ini dan memamerkan produk hiburan terbaru dari divisi Entertainment yaitu Nokia Music, Nokia Reading, dan Nokia TV yang bisa diakses dari Nokia seri Asha atau Lumia.
Sebagai penutup, hari ini adalah presentasi solo dari Ted Machover, profesor di MIT Media Lab. Beliau memamerkan project teranyarnya yang merupakan penggabungan dunia pertunjukan offline dengan online.
Bayangkan sebuah teater yang digarap secara ‘Role Playing Game’ dan tiap-tiap episodenya harus dirangkai oleh penontonnya yang merupakan bagian dari teater tersebut dengan kolaborasi dari seorang dari antah berantah yang bergabung lewat social media (Internet) untuk membimbing ke akhir cerita dari pertunjukan tersebut. Kompleks, sangat menarik dan tidak bisa ditiru. Bekerja sama dengan paguyuban teater Punchdrunk dengan lakon cerita “Sleep No More”, yang sebelumnya telah melakukan banyak pertunjukan dengan tiket yang harus dipesan minimal satu bulan sebelumnya.
Sayangnya peserta tahun ini tampak lebih sedikit ketimbang tahun sebelumnya. Meskipun sepertinya materi yang disampaikan tahun ini, terutama di hari pertama sangat bergizi. Peserta dari Indonesia pun tidak sebanyak tahun sebelumnya, padahal beberapa kali dalam diskusi panel yang berbeda, mencuat nama Indonesia sebagai negara yang patut diberi perhatian karena konsumsi konten digitalnya cukup signifikan tinggi ketimbang negara Asia lainnya (minus Cina dan India). Yah andai saja biaya ‘belajar’ ini tidak terlalu tinggi mungkin saja akan lebih banyak yang ikut serta.