Dark
Light

Real Time Search Engine Hanyalah Fitur Gengsi

2 mins read
March 13, 2010

Google, Bing dan Yahoo semuanya menambahkan fitur yang memang sedang hot, Real Time search engine. Fitur real-time ini sepertinya mulai populer seiring naiknya popularitas Twitter yang juga mempopulerkan real-time status update. Berasal dari status update di Twitter inilah behavior penyampaian berita berubah menjadi lebih cepat, real-time dan juga reaktif. Alhasil, Twitter-pun berubah fungsi dari penyampaian kabar personal menjadi media berbagi informasi dan berita secara real-time.

Tahun 2009 lalu Google dan Bing hampir bersamaan mulai memasukkan Twitter updates ke search result,dan tahun ini Yahoo mengikuti langkah para pesaingnya. Beberapa search engine lain yang kurang populer bahkan telah memulai langkah ini lebih dulu, seperti Summize yang akhirnya diakuisisi oleh Twitter, ada juga OneRiot, Collecta dan juga CrowdEye.

Entah kenapa saya masih memikirkan sudut pandang lain bahwa sampai sekarang fitur real-time hanyalah sebatas fitur gengsi yang dimiliki karena harus punya sebelum kompetitor lain punya, atau juga menjadi mandatory karena kompetitor sudah meninggikan standard duluan. Memang jadi terdengar sangat skeptis, mungkin pendapat saya ini masih dipengaruhi dengan tingkat adopsi social media di Indonesia yang masih agak “berbeda” dengan di luar negeri. Ah tapi itu tentu sangat subyektif.

Lalu, apa sih implikasi langsung dari realtime search engine untuk pengguna internet? Berikut pendapat bapak Nukman Luthfie :

Sudah banyak riset yang menunjukkan bahwa rekomendasi teman (di dunia offline dan online) lebih besar pengaruhnya untuk membeli barang/jasa ketimbang iklan jenis apapun.Kedua, riset terbaru menunjukkan, opini konsumen lain (yang bukan teman) di online ternyata juga berpengaruh besar pada pembelian.

Lihat tulisan saya di : http://virtual.co.id/blog/online-behavior/apa-kata-teman-di-media-sosial-lebih-penting-ketimbang-iklan/

Dan kedua hal itu terjadi di social media (kita kan hanya berjejaring dgn teman yang kita kenal di FB, Twitter dll). Opini teman di socmed sangat berpengaruh thd kita (konsumen).Kalau opini oline (tdk harus dari yg dikenal) sdh dimulai sejak Amazon mengizinkan pembaca mereview buku2 yg dijual di Amazon. Di social media, otomatis kita jarang mencari karena update selalu di feed ke browser atau ke alat baca lain spt Twittdeck, FB BB dll. Terpaan opini yg terus meneruslah yg akan mempengaruhi pembelian. Paling tidak, pengguna socmed tahu kemana ia harus bertanya ketika ingin beli sesuatu karena tahu kompetensi teman2 socmed nya.Nah, apa hubungannya dgn search engine dan real time search?

Sampai hari ini saya yakin 100%, RT search tak akan mempengaruhi konsumen. Mereka akan lebih suka tanya langsung di Twitter, FB atau socmed lain.Ini murni terjadi karena :

1. Karakter pengguna socmed spt saya sebut di atas

2. search engine belum menyediakan RT search secara penuh, sehingga belum MENGUBAH perilaku search konsumen di search engine.

Namun, tidak tertutup kemungkinan, dengan disajikannya RT search di search engine, dalam jangka panjang akang mengubah perilaku search saat ini. Maka saya menduga, Google, Yahoo, Bing sedang menanam buah untuk dipetik 5 thn mendatang. Apalagi, saya yakin, meski tanpa data, volume search untuk kata kunci tertentu menurun di search engine karena pindah di socmed. Ini otomatis mengurangi rejeki search engine jika mereka tidak segera memindahkan perilaku bertanya dan search langsung di socmed ke search engine.

I couldn’t agree more, terkadang jika berita itu datang dari lingkaran sosial (teman) memang relevansinya terkadang menjadi lebih tinggi. Pandangan yang “visionary” dari bapak Nukman Luthfie ini ada benarnya, bisa jadi 5 tahun lagi Real-time content merupakan aset yang mandatory bagi sebuah content provider.

Paling tidak pendapat pak Nukman ini bisa menjadi justification for my personal skepticism. Sampai saat ini fitur real-time content di search engine hanyalah sekedar fitur gengsi. Seberapa sering sih anda menggunakan search engine untuk mencari berita terbaru? Atau anda justru lebih sering langsung ke Detik.com saja?

Bagaimana pendapat anda? Setuju atau tidak? Saya sangat penasaran dengan pendapat anda 🙂

Rama Mamuaya

Founder, CEO, Writer, Admin, Designer, Coder, Webmaster, Sales, Business Development and Head Janitor of DailySocial.net.

Contact me : [email protected]

16 Comments

  1. Halo Ram,

    kapan kita bisa ketemu lagi nih? Haven't had the chance to discuss stuffs yet with you 😀

    Anyway..@”Setuju atau tidak?”

    In a way, yes. In another, no.

    Ini perspective yang menarik but by no means it's the only way to look at it. Dari sisi pengamat, mungkin terlihat sebagai sebuah attempt yang tidak begitu berhasil dan hanya “ikut-ikutan” / bandwagon jumping atau at best, just trying to catch up with the “state of the art”

    Tapi perspektif ini tidak platonic / tidak equal untuk semua orang. Bagaimana dengan perspektif dari user itu sendiri? Di sini saya sama sekali tidak setuju dengan pak Nukman kalau dibilang: “search engine belum menyediakan RT search secara penuh, sehingga belum mengubah perilaku search konsumen di search engine.”

    It's something entirely different, karena “what matters here is not technological capital, it's social capital” (CLay Shirky, TED 2009, Washington DC). Yang pak Nukman asserts adalah technological capital: technologynya belum cukup “lengkap” -so to speak- untuk menyokong change in behavior. Tetapi menurut gue: orang-orangnya itu sendiri yang belum catch up dengan technology ini sehingga orang-orangnya belum bisa (melihat) manfaat RT search secara menyeluruh untuk dapat mulai menggunakannya dengan relatively fasih. Kalau tidak bisa melihat potensi manfaatnya, tidak ada alasan untuk bisa menggunakannya dengan fasih. Kalau tidak bisa menggunakan dengan fasih, change in behavior is just inconceivable.

    Let's integrate the idea above with 2 other ideas: Rogers' Innovation adoption curve dan Clay Shirky's TED Talk

    RT search yang sekarang disediakan adalah fenomena yang baru dan (very importantly) naturenya sangat berbeda in quality ketimbang normal web search seperti dari search engine. Orang-orang yang mendapatkan insight / wisdom betapa valuablenya RT search tool ini adalah the early adopters. Mereka adalah orang-orang yang juga keep up with the technological state of the art, memiliki pengalaman yang sudahp cukup banyak dan, by and large, just technologically savvy.

    Tetapi mereka bukanlah kolompok mayoritas; mereka mungkin adalah orang-orang yang berada di 99th percentile of the population, which by definition, not that many people. And here's the thing:

    “…, Those tools don't get socially interesting until they get technologically boring” (Clay Shirky, 2009, Washington DC)

    RT search bukanlah technology yang boring. It's new! It's hip! It's the newest trend in search! But technology != fashion. Trend in technology does not spread in the same pace and in the same manner with trend in fashion.

    RT search bukanlah technology yang mayoritas netizen bisa “take for granted”. They are confused! Mereka belum tahu cara menggunakannya. Mereka belum biasa. Mereka belum bisa menggunakan RT search the way they normally search on search engines. Ini bukanlah technology yang bisa kita harapkan untuk spread out at this moment, but given enough time, RT search may just be menjadi fitur yang paling “bergengsi”.

    Search, pada dasarnya, adalah filter yang sangat berharga dan tidak bisa dilepas. Hanya saja RT Search is entirely a different feature which, right now, confuses the majority of users more than it helps them.

    Jadi dari sisi pengamat mungkin terlihat sebagai fitur gengsi. Tapi dari sisi pengguna, RT search bukanlah fitur gengsi, melainkan fitur sangat berguna (for some exclusive people, at least for now) hanya saja tool tersebut qualitatively different yang membuat kebanyakan orang belum bisa adjust untuk menggunakannya. It's just a matter of time (seperti yang pak Nukman bilang; saya setuju di sini).

    Objectively, I personally think this is just another stab in the dark by search engines (especially Google) to facilitate user experience. Whether the usage will shift from early adopter to the majority and laggard remains to be seen.

  2. Sebentar, sepertinya kita rancu soal social search dan realtime search.

    IMO, realtime search is all about time relevancy. Di Google hal ini diwakili dengan filter “satu jam terakhir”, “satu hari terakhir”, “satu minggu terakhir”. Fitur ini baru akan bermanfaat saat kita mencari sesuatu yang sedang ramai/hype. Untuk mendapatkan efek ini, coba query Google dengan salah satu keyword di http://www.google.com/trends eg: tiger woods

    Social search sebenarnya bukan soal realtimeness. Kebetulan saja karena sumbernya punya kontent yang terupdate cukup realtime akibat aktivitas penggunanya. Penekanan social search justru pada jaringan. Oleh karena itu dalam Google, social search memunculkan konten-konten yang berasal dari teman-teman kita saja dalam jaringan sosial.

    Kalau soal gengsi sih #50persen benar :). Social search dan realtime search di Google rasanya masih halfbaked. Kemungkinan memang terlalu dini untuk diimplementasikan walau arahannya sudah benar.

  3. Good point dari neofreko , jadi saya klarifikasi dikit:
    Betul social search memang tidak harus real time, walaupun karena by product dari penggunaannya, memang hasilnya banyak yang real seach. Tapi saya rasa di sini kita semua (i believe…) berbicara mengenai “real time search” dimana hasilnya tidak terbatas di lingkup sosial saja: bisa dari blog, dari website, dan juga dari social media

    Ini link contoh (the real) real time search:
    http://www.google.com/#q=hello&hl=en&tbo=1&tbs=

    pada saya membukanya, ada link juga dari sini: http://farmershelpingfarmers2007.blogspot.com/…. which is a blog

    Jadi itu klarifikasi yang pertama, yang kedua:

    Kata-kata s”ocial” yang tersebut di reply dari saya mungkin menjadikannya rancu. Saya menjawab dengan meng-address (the real) real time search seperti di atas dan dibungkus di level user / pengguna / komunitas (untuk menanggapi Rama & pak Nukman).

    Jadi real time search masih terlihat seperti fitur pelengkap / gengsi karena user / pengguna / komunitasnya masih kecil / sedikit dan hal tersebut terjadi karena alasan yang saya ungkapkan di atas

    THanks for bringing it up, neofreko

  4. wah mantap komennya! Karena pake hashtag #50persen anda berhak dapat iPad! :))

    Berarti kita tinggal tebak2an target dari Google nih, sepertinya Bing dan Yahoo masih mengintil saja. Google terlihat lebih percaya diri terlihat dari Google Social Search dan Buzz yang sepertinya kalo digabung dengan search result bisa makin mantap.

  5. sejak 2009 lalu Google sudah memasukkan twitter-feed ke search resultnya, jadi ya otomatis sudah real time.

  6. Very good point. Betul, memang beda antara keduanya dan keduanya punya kegunaan kongkrit. Real time, apalagi kalo dipadukan dengan sentiment analysis, berguna sekali. Misalnya bagaimana reaksi konsumer (lewat blog, Twitter updates, etc.) terhadap iPad sehari setelah produk muncul di pasar dibanding dengan seminggu setelahnya.

    Kalau social search buat saya yang lebih penting adalah cross-platform, dan di sini dimana Google/Bing/Yahoo akan main. Sekarang saya cuma bisa search rekomendasi friends di Facebook saja atau di Twitter saja. Padahal conversation kita bermacam-macam dan nggak nurutin vertical. Contohnya orang2 sering review restoran dan film juga di Twitter, bukan cuma di Yelp/Netflix aja. Google sudah menuju cross-platform social search dengan Google Profile.

  7. rada minggir sedikit, menurut gue nantinya perang yang lebih jauh antar para mesin pencari itu tidak berhenti di ke-real-timeness-annya, tapi ke semantik atau pemahaman bahasa.

    gue udah beberapa kali complain tentang Trending Topics-nya Twitter yang ngaco, di mana kata-kata bahasa indonesia generik bisa masuk jadi TT. dengan dibukanya “firehose” Twitter ke para mesin pencari, gue berharap mereka melakukan pekerjaan membangun trending topics yang lebih baik dari Twitter.

    bayangkan misalnya gue ngetik “Shutter Island review” di Google dan mereka akan memunculkan tweet berisi “Shutter Island keren banget, ga nyesel gue nontonnya!” atau bahkan lebih jauh bisa measure berapa banyak tweet bernada positif vs bernada negatif tentang film itu.

    gue yakin Twitter ngga bakal bisa melakukan sejauh itu dalam waktu dekat, tapi Google? gue kasih 6 bulan deh. Go! 😀

  8. gw setuju social search emang harus dibedain sama realtime search…social search bisa sangat luas dan gak selalu real time (seperti pendapat neofreko dan mas pandu), kalo gak salah saya juga pernah nulis tentang google search apalah bakal gagal atau tidak karena lumayan ribet untuk bisa menghasilkan hasil pencarian yang bagus dan tepat seperti yang yang kata Yoga, dan gw rasa Google bisa memperbaiki ini ini, terutama kalo udah bisa gabungin semantik sama real time…

    saya setuju dengan pak nukman, kayaknya, untuk social search, Google udah mulai khawatir dengan trafic, bukan dengan teknologi yang dibuat sama penyedia jasa social, tapi lebih ke trafic bahwa mesin pencarinya lama-lama gak bakal laku karena trend orang mencari jawaban ke social media atawa relasi mereka, lewat social network, yang berati mereka mau gak mau harus bergerak kearah sana.

    begitu juga dengan realtime, karena Twitter udah berubah menjadi dunia 24 jam non stop dimana informasi juga gak pernah berhenti, mau gak mau mesin pencari harus nyantumin hasil pencarian ini..

    kalo gw bakal bertaruh untuk Google, dengan jangka waktu yang sudah banyak disebutin di atas, dan satu lagi gw bertaruh ke Facebook, dengan syarat kerjasama mereka untuk hasil pencarian web dengan Bing terus diperluas dan menjadi salah satu fokus utama 😀

  9. wah ini jawaban yang paling diplomatis hahahaha..

    Saya ga yakin apakah orang-orang memang mulai bergerak ke arah social search atau tidak. Belum ada alasan untuk melakukan hal tersebut except convinience (sudah di social media, ya pergunakanlah search di sana). Tetapi hasil yang diberikan oleh facebook search masih jauh kalau dibandingkan dengan dari google.

    RT search is going to be necessary.. hanya saja orang-orang belum tahu persis cara menggunakan dan manfaatnya

  10. iya Google memang sudah ke sana sejak lama, maksud gue penerapan semantic search ini ke social search belum kelihatan. jadinya buat gue perang yang sesungguhnya bukan di aspek real-timenya tapi di aspek semantiknya. siapa duluan yang bisa ngasih semantic result dari tweet/facebook status.

    It's hard, but it's Google 😀

  11. Saya kurang setuju kalau dibilang, untuk social search, “yang lebih penting adalah cross-platform”. Search is search, yang paling penting tetaplah relevansi. Cross-platform adalah addition yang sangat bagus kalau bisa tetap dijalankan tanpa mengorbankan relevansi.

    Without relevansi, search is just noise producing tool. Cross-platform and real-timeness will just make it a lot worse

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Ad Unit Baru Kaskus : Google AdSense

Next Story

Twitter Pergencar Fitur Lokasi

Latest from Blog

Don't Miss

Era Teknologi Pemasaran AI dari Google Untuk Pengiklan di Indonesia

Google menggelar acara Google Marketing Live Indonesia di Jakarta. Acara

Google Luncurkan Model AI Generatif Gemma 2 untuk Para Peneliti dan Pengembang

Tren AI generatif terus berkembang untuk mengisi berbagai kebutuhan dan