Jae-Min Bae, yang dikenal dengan nama “Knee” di kalangan gamers Tekken, baru saja memenangkan EVO 2022, turnamen terbesar untuk fighting games. Sebelum ini, Knee sudah memenangkan dua EVO, yaitu pada 2013 dan EVO Japan pada 2018.
Performa Knee di EVO 2022 sangat mendominasi. Dia tidak hanya berhasil menang 4-0 dalam Round 1 Pools dan menang 2-0 dalam Round 2 Pools, dia juga dapat mengalahkan pemain Tekken asal Korea Selatan lain, Meo-IL di Winner’s Semifinal. Tak berhenti sampai di situ, di Winner’s Final, dia mengirim KHAN, pemain asal Pakistan, ke Loser Bracket.
KHAN kembali menantang Knee di babak Grand Finals setelah mengalahkan pemain Pakistan lain, Arslan Ash, dengan skor 3-1. Melawan Knee di Grand Finals, KHAN berhasil merebut satu poin. Namun, pada akhirnya, dia harus mengakui keunggulan Knee, yang berhasil menang dengan skor 3-1.
Siapa Jae-Min Bae?
Lahir pada 24 Juni 1985, Jae-Min “Knee” Bae mulai memainkan Tekken sejak dia masih SD. Ketika itu, dia memainkan Tekken pertama, yang diluncurkan pada 1994.
Knee mengaku, dia memang suka dengan fighting games, seperti King of Fighters, Samurai Showdown, dan tentu saja, Tekken. Di era 1990-an dan 2000-an, fighting games biasanya dimainkan di arcade. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, opsi fighting game yang tersedia di arcade mulai berkurang.
“Ketika saya berumur 20-an, Tekken adalah salah satu dari sedikit game yang masih ada di arcade,” kata Knee dalam wawancara dengan theScore esports. “King of Fighters sudah jarang ditemukan di arcade. Begitu juga dengan Virtua Fighter. Jadi, Tekken adalah satu-satunya opsi yang saya punya.”
Dua karakter favorit Knee adalah Bruce Irvin dan Bryan Fury. Kedua karakter itu dikenal karena dapat menggunakan dengkul (knee) mereka dengan efektif. Karena itulah, Knee menjadi nama panggung yang dipilih oleh Jae-Min Bae.
Knee pertama kali ikut dalam turnamen Tekken pada 2004. Saat itu, dia berhasil meraih juara 3. “Ketika orang-orang mengucapkan selamat pada saya, hal itu mendorong saya untuk bisa menjadi terus lebih baik, dan membuat saya ingin menjadi yang terbaik di game ini,” ujarnya.
Dalam tiga tahun ke depan, Knee mengasah diri dengan melawan pemain-pemain Tekken terbaik di Green Arcade, yang dikenal sebagai “dojo” bagi banyak pemain ahli. Sayangnya, arcade itu akhirnya harus tutup pada 2018. Alasannya, karena bangunannya yang sudah tua. Selain itu, seiring dengan semakin populernya gaming PC dan konsol, keadaan finansial dari Green Arcade pun semakin buruk, menurut laporan Tekken Gamer.
The green arcade has been closed. I’m so sad..Arcade was a very poor environment. DLC characters, season 2 were not all updated, but there were no Arcade Update announcements. I don’t understand their policy. People who visit Arcade are fewer. Korea arcade is over. pic.twitter.com/aI2gaf38xU
— DRX|KNEE (@holyknee) October 9, 2018
Setelah menghabiskan tiga tahun untuk membangun karirnya sebagai pemain profesional, Knee memutuskan untuk ikut dalam satu turnamen terakhir pada 2007, yaitu turnamen Tekken 5 DR yang digelar di Green Arcade. Knee bercerita, turnamen tersebut diikuti oleh para pemain terbaik Tekken. “Saya berhasil menjadi juara satu,” akunya. “Saya measa senang karena saya tahu, saya adalah pemain nomor satu di Korea Selatan.”
Yakin bahwa posisinya sebagai pemain nomor satu tidak tergoyahkan, Knee memutuskan untuk menunaikan wajib militer. Hanya saja, masalah Knee tidak berhenti sampai di situ. Seiring dengan bertambahnya umur, dia dihadapkan pada ekspektasi dari masyarakat. “Di Korea Selatan, ekspektasi masyarakat adalah Anda akan pergi ke sekolah, mencari pekerjaan yang baik, dan menikah,” kata Knee. “Tapi, sejak saya memutuskan untuk fokus ke Tekken, saya tidak pernah bisa memenuhi ekspektasi itu.”
Knee mengungkap, ketika dia berumur 20-an, dia sempat berencana untuk kuliah setelah dia menuntaskan wajib militer. Dia juga ingin bisa mendapatkan pekerjaan normal. Tapi, pada akhirnya, dia justru kembali menekuni Tekken. Tidak lama setelah Knee menyelesaikan wajib militer, muncul video yang menunjukkan bahwa dia sedang bermain di Green Arcade.
Melambungnya Popularitas Esports Tekken
Peluncuran Street Fighter 4 pada 2008 membuat orang-orang kembali tertarik dengan fighting games. Dua tahun kemudian, pada 2010, turnamen esports dari fighting games mulai menjadi semakin populer. Knee bercerita, di Korea Selatan, game esports terpopuler adalah StarCraft. Game tersebut diadu dalam berbagai turnamen bergengsi, seperti World Cyber Games (WCG). Dan Tekken juga masuk menjadi salah satu game yang juga diadu di WCG.
“Sebelum WCG, hanya ada turnamen-turnamen kecil untuk Tekken,” kata Knee. Fakta bahwa Tekken diadu dalam WCG — dan bisa bersanding dengan StarCraft — membuatnya semakin semangat. “Saya bisa menjadi nomor satu di game ini. Dan kali itu adalah pertama kalinya saya bisa memenangkan medali,” ungkap Knee. Dia pun memutuskan untuk kembali menekuni Tekken sebagai pemain profesional.
Walau ekosistem esports fighting games mulai populer dan Tekken pun memang punya fans hardcore, skena esports Tekken saat itu tidak seramai sekarang. Karena Tekken Tag Tournament 2, yang digunakan dalam turnamen, merupakan game yang sangat kompleks. Tingkat kesulitan Tekken Tag Tournament 2 meroket karena Anda harus memainkan dua karakter. Game itu memang sempat muncul di EVO 2014, tapi, bagi sebagian pemain, game tersebut terlalu sulit untuk dikuasai. Dan setelah Tekken 7 diluncurkan pun, skena esports dari game itu masih tetap memiliki masalah.
Di tengah semua itu, Knee memutuskan untuk mengikuti saran dari pemain profesional lain, Seong-ho “Chanel” Kang, dan membuat channel di AfreecaTV. Dia bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk menunjukkan kemampuannya dalam bermain Tekken. Dan meskipun Bryan dan Bruce merupakan karakter favoritnya, Knee punya pemahaman yang dalam tentang karakter-karakter dalam Tekken.
“Saat saya siaran, para penonton akan meminta saya untuk bermain dengan karakter yang berbeda-beda,” cerita Knee. “Dan hal ini membantu saya untuk berlatih sehingga saya merasa nyaman untuk memainkan karakter apa saja.” Pemahamannya akan karakter-karakter Tekken tercermin dari gayanya bermain di turnamen profesional. Dia tidak hanya menguasai beberapa karakter, seperti kebanyakan pemain profesional. Sebaliknya, dia menggunakan strategi counterpick.
Jadi, Knee akan mempelajari musuhnya dan karakter yang dia gunakan. Kemudian, dia akan menyesuaikan karakter dan strategi yang dia gunakan untuk melawan sang musuh. Beberapa tahun kemudian, dia bahkan dapat meraih “Tekken God Prime” — peringkat paling tinggi di Tekken — untuk setiap karakter dalam Tekken 7. Keputusannya untuk melakukan streaming tidak hanya membantu Knee untuk menjadi pemain yang lebih baik, tapi juga memungkinkannya untuk menjangkau audiens yang lebih luas.
Bandai Namco memutuskan untuk meluncurkan Tekken 7 di konsol dan PC pada 2017, dua tahun setelah game itu dirilis untuk arcade pada 2015. Hal ini membuat komunitas Tekken menjadi semakin besar. Karena, semakin banyak orang yang tertarik untuk memainkan game tersebut.
“Sebelum Tekken populer, Street Fighter menarik perhatian banyak orang. Dan saya dulu iri melihat betapa besarnya komunitas dari game tersebut,” kata Knee. “Saya senang karena Tekken sudah berkembang seperti sekarang. Tapi, terkadang, saya juga berharap dan berandai-andai, seandainya komunitas Tekken sudah sebesar ini saat saya masih muda.”
Persaingan dengan Arslan Ash
Berkembangnya skena esports Tekken memunculkan kesempatan baru bagi Knee. Pada Agustus 2017, dia resmi menandatangani kontrak dengan organisasi esports Korea Selatan, Rox. Dengan itu, Knee menjadi salah satu dari sedikit pemain Tekken profesional Korea Selatan yang memiliki sponsor resmi. Menjadi bagian dari organisasi esports berarti Knee punya kesempatan lebih besar untuk ikut serta dalam turnamen di luar Korea Selatan. Pada 2018, akhirnya, Knee bertemu dengan pesaing terbesarnya, yaitu Arslan Ash.
Dalam OUG Tournament yang diadakan di Dubai, Arslan Ash berhasil mengalahkan Knee di babak Grand Final. Tentu saja, kekalahan Knee membuat komunitas Tekken heboh. Awalnya, banyak fans yang menganggap kemenangan Arslan sebagai fluke, tidak lebih dari kebetulan. Namun, Arslan kembali mengalahkan Knee di EVO 2019 di tahap Bracket. Saat itu, Knee pun sadar, jika dia ingin mengalahkan Arslan, dia tidak hanya harus memahami gaya bermainnya, tapi juga gaya bermain para pemain Tekken asal Pakistan.
“Nama Pakistan tidak terlalu dikenal di kalangan pegiat esports Tekken. Tapi, Arslan berhasil menjadi pemain pertama yang masuk ke turnamen global dan mengukir reputasi untuknya sendiri. Bertanding dan berlatih dengannya membantu saya untuk menjadi pemain yang lebih baik,” ujar Knee. Sayangnya, rencana Knee untuk pergi ke Pakistan dan belajar tentang playstyle para pemain di sana tidak bisa langsung terlaksana. Alasannya, karena penetapan travel restriction.
Ketika Knee mendengar bahwa Arslan sedang ada di Jepang, dia langsung membeli tiket dan terbang ke sana. Dia berharap, dia akan bisa berhadapan dengan Arslan dalam pertandingan panjang. Dan keinginannya itu tercapai. Dia bahkan berhasil memenangkan dua dari tiga pertandingan melawan Arslan.
Kabar baik bagi Knee, ada banyak turnamen Tekken yang digelar di 2019. Artinya, dia punya banyak kesempatan untuk bertemu dengan Arslan. Dia kembali bertanding melawan Arslan di babak Grand Final dari Thaiger Uppercut 2019. Namun, di sana, Knee harus mengakui keunggulan Arslan.
Knee kembali bertemu dengan Arslan di Grand Final dari EVO 2019. Knee sempat unggul ketika dia menggunakan Kazuya untuk menghadapi Kazumi yang digunakan oleh Arslan. Hanya saja, pada akhirnya, Arslan tetap unggul dan mengalahkan Knee. Uniknya, Knee mengaku bahwa dia tidak merasa marah atau kesal ketika dia kalah dari Arslan. Menurutnya, melawan Arslan justru membantunya untuk menjadi pemain yang lebih baik.
Knee akhirnya mendapatkan kesempatan untuk pergi dan berlatih ke Pakistan sebelum Tekken World Tour (TWT) 2019 digelar. Di sana, dia disambut hangat oleh para pemain Tekken. Tidak heran, mengingat kegigihannya dalam menekuni Tekken menjadi inspirasi banyak pemain di Pakistan. Walaupun, Knee sendiri tidak tahu bahwa dia memberikan pengaruh yang sangat besar pada komunitas Tekken di Pakistan
Di TWT 2019, Knee memiliki kesempatan untuk memilih grup bracket yang dia inginkan. Dia memilih untuk ditempatkan di grup yang sama dengan Arslan, yaitu di grup A. Di sinilah, Knee akhirnya dapat mengalahkan Arslan. Satu hal yang menarik, di turnamen tersebut, Knee hanya meraih peringkat 3. Tapi, bagi Knee, kesempatan untuk mengalahkan Arslan merupakan kepuasaan tersendiri.
“Sejak kecil, saya selalu bermain Tekken. Dan walaupun saya mencoba untuk mengejar hobi atau karir lain, saya selalu kembali ke Tekken,” ungkap Knee.