Bigetron Esports, tim esports Indonesia yang punya logo robot merah ini mungkin sudah tidak asing lagi di telinga Anda, terutama bagi Anda yang menonton dan mengikuti perkembangan skena kompetitif PUBG Mobile. Bigetron Red Aliens adalah nama yang disegani di skena kompetitif PUBG Mobile, karena dominasi tingkat dunia yang mereka dapatkan setelah memenangkan gelaran PMCO 2019.
Nama Bigetron Esports bisa dibilang sedang di atas angin pada tahun 2020 ini. Mereka menuai hasil positif di beberapa cabang game esports. Bigetron Alpha yang bertanding di MPL Indonesia Season 5 sempat memuncaki klasemen dengan rekor Win-Lose 9-1 sampai pekan ke 6. Bigetron Duty yang bertanding di dalam Call of Duty Major Series Season 2, juga berhasil meraih kemenangan dan menjadi tim COD Mobile terkuat di Indonesia.
Namun, semua itu tidak didapatkan oleh Bigetron Esports secara instan. Berbincang dengan Edwin Chia CEO Bigetron Esports, dalam artikel profil Bigetron Esports ini saya akan membahas, mulai dari sejarah terbentuk, proses menjadi juara, sampai bicara soal sisi bisnis Bigetron Esports.
Sejarah Bigetron Esports – Berawal Dari Mimpi Menjadi Pro Player
Jika Anda sempat mengikuti skena kompetitif League of Legends dalam negeri, Anda berarti mengetahui jenama Bigetron lebih lama dari kebanyakan penggemar esports. Dari sana Bigetron pertama kali muncul ke permukaan. Edwin Chia, yang sekarang merupakan CEO Bigetron Esports merintis organisasi esports ini sejak dari 27 Maret 2017 lalu.
Ketika itu Edwin adalah pemain League of Legends kompetitif yang dikenal dengan nickname Starlest. Bertanding di dalam gelaran tingkat nasional League of Legends Garuda Series Summer 2017, Bigetron adalah nama tim yang dibuat dibentuk oleh Edwin dan rekannya, Stewart Tiolamon (Teemolamon).
“Pada awalnya tim ini dibuat atas dasar hobi saja, tidak ada rencana untuk membuatnya menjadi lebih besar. Tetapi, waktunya sangat tepat ketika itu. Mobile esports sedang berkembang pesat di Indonesia lewat AOV serta Mobile Legends dan saya melihat kesempatan terbuka lebar untuk masuk ke dalam skena kompetitif kedua game tersebut dibanding dengan organisasi esports lainnya.” Ucap Edwin menceritakan asal mula Bigetron menjadi lebih besar.
Benar saja, Bigetron (sebagai brand tim esports) segera melejit pada kedua game tersebut. Pada skena kompetitif AOV, Bigetron Esports berkali-kali mengamankan posisi 4 besar, walau belum sempat mencicipi gelar juara. Lalu setelah itu, di MLBB, Edwin juga berhasil mendapatkan pemain dari tim Player Kill yang berisikan pemain-pemain veteran di masa kini seperti Eiduart, Rekt, Emperor, Vin, Fabiens, dan Coffeeguy.
Dua kejadian tersebut berhasil membuat Bigetron dikenal lebih banyak penggemar esports, walaupun belum banyak menuai kejayaan di masa tersebut. “Ketika itu sumber dana Bigetron masih berasal dari kantong saya sendiri dan masih cukup. Penyebabnya, gaji pemain mobile esports masih sangat kecil masa itu. Saya ingat, gaji pemain cuma berada di kisaran Rp500 ribu – Rp2 juta rupiah pada masanya.” Cerita Edwin.
Setelah berbagai macam hal terjadi, Edwin lalu menceritakan bahwa pada Mei 2018 Bigetron akhirnya mencapai Break-even point (atau disebut juga balik modal). Hal tersebut terjadi karena terjun ke dalam skena kompetitif Mobile berhasil berbuah manis seperti apa yang ditinjau oleh Edwin sebelumnya. Brand Awareness meningkat dan berhasil membuat Bigetron jadi dilirik oleh beberapa sponsor.
Bigetron Esports berkembang begitu besar, dari yang awalnya hanya sebuah tim untuk berkompetisi saja, kini berubah menjadi organisasi esports profesional. Edwin lalu menceritakan bahwa hingga sampai ini, jumlah personil yang terlibat dalam perkembangan Bigetron Esports sudah hampir mencapai 60 orang.
“Secara organisasi, Bigetron Esports dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu Office Team yang berisikan saya sebagai CEO, lalu tim marketing yang termasuk tim kreatif seperti graphic designers, video editor dan videographer. Office Team memiliki anggota sekitar 10 sampai 15 orang. Bagian kedua adalah Esports Team yang berisikan Head of Esports yang mengepalai 5 manajer tim di bawahnya. Sisanya adalah pemain dengan jumlah kurang lebih sekitar 40 orang. Untuk saat ini, pengeluaran operasional terbesar terkucur kepada gaji pemain.” ujar Edwin menjelaskan dengan terperinci.
Saat ini, empat divisi terbesar dari Bigetron Esports sendiri ada di skena Mobile Legends: Bang-Bang, PUBG Mobile, Free Fire, dan Call of Duty mobile. Tak lupa, Bigetron juga kini memiliki divisi ladies bernama Belletron, yang prestasinya tak kalah dari Bigetron Esports.
Bagaimana Bigetron Esports Memenangkan Persaingan Bisnis Organisasi Esports di Indonesia.
Jika bicara peta persaingan organisasi esports, menurut saya setidaknya ada dua ranah persaingan, ranah bisnis dan prestasi. Dari ranah bisnis, Bigetron Esports mungkin terbilang masih cukup tertinggal dibanding para pesaingnya. Bigetron tidak seperti RRQ, yang punya MidPlaza Holding sebagai investor utama tim mereka. Bigetron juga tidak seperti EVOS Esports, yang sudah beberapa kali dapat pendanaan dari Venture Capital, dan punya diversifikasi produk yang matang seperti EVOS Goods, yang berhasil raup Rp150 juta hanya dari penjualan merchandise selama M1 dan MPL ID Season 4.
Edwin bahkan mengakui, bahwa dari segi finansial, sokongan dana terbesar Bigetron Esports saat ini masih datang dari keluarga dan kolega dekat. “Namun untuk langkah selanjutnya, kami sudah melakukan diskusi dengan beberapa Venture Capital,” ucapnya menjelaskan langkah bisnis Bigetron Esports.
Lebih lanjut bicara soal ranah bisnis, Edwin juga berbagi pandangannya terkait hal tersebut. “Kami adalah organisasi esports yang mengedepankan prestasi terlebih dahulu. Formula ini terbukti berhasil bagi kami hingga sejauh ini dan berencana untuk terus mendongkrak prestasi tim kami agar menjadi lebih baik lagi dengan pendanaan apapun yang kami dapatkan di masa depan.” Tukas Edwin.
“Tetapi, saya juga sadar, bahwa bergantung kepada prestasi saja tidak cukup. Bagaimana jika di masa depan, terlepas dari usaha yang manajemen lakukan, Bigetron tetap tidak mendapat prestasi yang memuaskan? Tentu ini akan jadi tidak baik bagi keberlangsungan hidup Bigetron Esports pada jangka panjang. Maka dari itu saat ini kami sedang merintis beberapa diversifikasi bisnis seperti Bigetron Shop (Merchandise Selling) dan Starion Talents (Talent Management). Kami sudah punya banyak inisiatif yang dalam rencana dan semuanya masih terkait dengan gaming. Semua usaha ini kami lakukan demi membuat diversifikasi bisnis.” cerita Edwin Chia.
Lebih lanjut, Edwin mengatakan bahwa bisnis merchandise di Bigetron Esports masih dalam proses rintisan, sehingga sejauh porsi pemasukan yang disumbangkan penjualan merchandise masih sangatlah kecil dibanding dengan total pemasukan bulanan Bigetron Esports. “Sampai saat ini, Talent Management menjadi salah satu divisi kami yang memberi sumbangan cukup besar terhadap pemasukan Bigetron Esports. Menurut catatan saya, Starion Talent Management menyumbangkan sekitar 20% dari total pemasukan bulanan Bigetron Esports.” Jelas Edwin.
Usaha Bigetron Esports Dalam Menjadi Organisasi yang Mengutamakan Prestasi
Pada bagian sebelumnya Edwin sudah sempat menyatakan pandangan bisnisnya terhadap mengembangkan Bigetron Esports. Ia bahkan dengan tegas menyatakan bahwa Bigetron Esports akan fokus untuk terus mendongkrak performa pemain semaksimal mungkin, dengan pendanaan apapun yang didapatkan oleh tim di masa depan.
Edwin sendiri mengakui, bahwa fokus tersebut menjadi salah satu jalan yang membuat Bigetron Esports bisa sampai sebesar ini. Tidak salah jika Edwin memiliki rencana tersebut, karena nama Bigetron Esports sedari dulu bergaung sebagai tim yang berisikan pemain-pemain elit yang haus akan prestasi.
Usaha pertama mereka terlihat di kancah League of Legends. Setelah merintis di LGS Summer 2017, Bigetron Esports akhirnya bisa membuktikan diri dan menjadi pemenang di LGS Spring 2018. Usaha Bigetron mengutamakan prestasi juga terlihat di kancah PUBG Mobile.
Ini juga terlihat dari bagaimana mereka mempertahankan dan mengasuh pemain berbakat seperti Zuxxy Luxxy sejak dari tahun 2018 lalu, bahkan ketika mereka masih bermain Rules of Survival. Hasilnya? Bigetron Red Aliens kini mendominasi skena PUBG Mobile lokal Indonesia dan tingkat dunia setelah memenangkan PMCO 2019.
Namun, usaha Bigetron Esports mengedepankan prestasi juga tidak selalu berhasil. Contohnya perjuangan mereka di skena MOBA Mobile, yang kerap dirundung berbagai nasib malang .
Pada kancah kompetitif Arena of Valor, walau selalu berhasil lolos sampai babak Playoff, namun tim yang ketika itu dipimpin oleh Teemolamon kerap tumbang di hari pertama. Pada kompetisi ASL Season 1 mereka tumbang oleh GGWP.ID, lalu pada kompetisi ESL Indonesia Championship Season 1 mereka tumbang oleh Saudara Esports.
Begitu juga perjuangan mereka di kancah Mobile Legends. Walau sudah mengukuhkan posisi mereka di MPL sejak dari Season 1, namun Bigetron tidak pernah menjadi nama yang bergaung kencang di kancah kompetitif MLBB. Setidaknya sampai musim ini, ketika Branz dan kawan-kawan berhasil mendominasi musim dengan catatan Menang-Kalah 9-2.
Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa tahun 2020, menjadi tahunnya Bigetron, dengan ragam prestasi yang didapat berbagai divisi game esports. Edwin lalu sedikit bercerita tentang prosesnya dan peran manajemen dalam membuat Bigetron menjadi tim dengan berbagai prestasi mentereng. “Sukses yang kami nikmati sekarang ini sepenuhnya adalah hasil kerja keras.” Ucap Edwin melanjutkan ceritanya.
“Kami berusaha untuk terus memperbaiki diri dan belajar dari kesalahan masa lalu. Menurut saya, salah satu faktor terbesar atas semua prestasi yang kami dapatkan belakangan ini adalah karena kami akhirnya mendapat pemain yang tepat, sesuai dengan tim, dan percaya terhadap visi serta prinsip Bigetron Esports sebagai organisasi.”
Edwin juga mengatakan, bahwa faktor lain datang dari para manajer tim yang bekerja keras siang-malam demi memenuhi kebutuhan pemain agar mereka bisa fokus latihan dan bertanding saja. “Saya sangat bersyukur atas kerja keras para manajer dan pemain untuk mencapai hal ini.”
Lebih lanjut, Edwin lalu menceritakan bagaimana Bigetron Esports melakukan proses pembentukan pemain, mulai dari pencarian bakat hingga menciptakan tim juara. Untuk proses pencarian bakat, Edwin mengaku melakukannya dengan jaringan talent scout yang ia miliki. Tak hanya itu, pencarian bakat juga terkadang dilakukan oleh pemain dan pelatih, yang juga lihai melihat bakat terpendam dari seorang pemain.
Setelahnya pemain yang sudah diincar tersebut akan direkomendasikan ke dalam tim. Ketika masuk ke dalam tim Bigetron, proses seleksi tidak selesai begitu saja. Para pemain akan melalui masa percobaan terlebih dahulu selama 1 sampai 2 pekan. Selama masa percobaan, pemain akan bermain di fasilitas latihan Bigetron Esports untuk memastikan kemampuannya seimbang dengan rekan tim lainnya, menakar serta menimbang apakah pemain tersebut memiliki pribadi baik dan punya keinginan kuat untuk menjadi juara.
Namun, Edwin mengakui proses tersebut belum sepenuhnya baik, karena persaingan perekrutan pemain kini jadi semakin ketat. Apalagi, tim seperti RRQ yang kini punya RRQ Academy sebagai wadah mereka untuk mencari bakat. “Pasti kami akan mencari cara untuk membuat proses talent scouting jadi lebih baik lagi. Apalagi perebutan talenta pemain jadi semakin ketat dengan banyaknya tim yang masuk ke dalam ekosistem esports saat ini. Membuat akademi juga menjadi salah satu yang ada di dalam rencana kami.”
Setelah proses scouting, yang tersisa tinggal proses latihan. Untuk itu, Edwin mengatakan bahwa ia selalu mengusahakan untuk menghadirkan setidaknya satu coach dan satu manajer pada setiap divisi. “Kami percaya bahwa kerja keras bisa mengalahkan bakat. Karenanya rezim latihan Bigetron Esports sudah pasti keras. Namun bukan berarti latihan tersebut hanya bermain game saja. Kami juga memasukkan aktivitas lain ke dalam rezim latihan kami, seperti Team Bonding, mengulas pertandingan, latihan mental, dan lain sebagainya.” Edwin menjelaskan
Soal proses membuat tim juara ini, Edwin menyatakan kelebihan Bigetron dibandingkan tim lain dengan cukup percaya diri. “Saya rasa salah satu kelebihan Bigetron Esports adalah posisi saya sebagai CEO yang pernah menjadi profesional player dan memenangkan kejuaraan nasional sebelumnya.”
Memang Edwin Chia yang juga dikenal dengan nama in-game Starlest bahkan masih bermain di kancah kompetitif League of Legends sampai tahun 2018, ketika Bigetron Esports memenangkan League of Legends Garuda Series Spring Split 2018.
“Karena itu saya merasa dapat lebih memahami kebutuhan dan kesulitan dari para pemain dibanding dengan organisasi esports lain di Indonesia.” Edwin melanjutkan. “Memahami kebutuhan dan kesulitan pemain memungkinkan saya untuk merencanakan struktur organisasi serta para personil manajemen yang tepat agar dapat membantu mereka menuju kesuksesan.”
Pandangan Masa Depan Bigetron Esports Dari Edwin Chia
Walau Bigetron Esports bukan yang terbaik di semua ranah kompetisi esports, namun saya merasa mendominasi di dua liga skena esports terbesar di Indonesia (PUBG Mobile dan MLBB) sudah cukup membuat Bigetron dipandang di ekosistem esports Indonesia, secara prestasi.
Namun demikian itu semua tentu belum cukup. Edwin mengaku masih punya beberapa target dan juga rencana ekspansi yang akan ia lakukan. Untuk ekspansi terdekat Edwin mengatakan, “Sudah pasti League of Legends Wild Rift.” Lebih lanjut Edwin juga mengatakan bahwa ia ingin mencoba menggapai mimpinya, memiliki divisi dari game yang ia mainkan secara profesional sebelumnya yaitu League of Legends, seperti Gary Ongko yang membuat divisi CS:GO BOOM Esports di Brazil.
“Saya sangat ingin Bigetron Esports masuk skena League of Legends lagi, tapi mungkin di negara lain. Rencana ekspansi internasional sudah pasti akan kami lakukan, namun hal tersebut butuh waktu untuk dipertimbangkan, apakah biaya operasional untuk tim tersebut sebanding dengan benefit yang Bigetron dapatkan secara bisnis. Saya melihat banyak organisasi esports Indonesia lain yang mencoba, dan akhirnya terpaksa menutup divisi tersebut. Kami tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Tetapi pada intinya, Bigetron Esports tetaplah menjadi organisasi esports yang mengutamakan skena lokal Indonesia terlebih dahulu.” Edwin menjelaskan pandangannya soal ekspansi internasional.
Menutup pembicaraan, Edwin lalu menceritakan soal visi, serta perasaannya merintis Bigetron dari hanya sebuah tim saja, hingga menjadi organisasi esports. Edwin mengaku, “jujur, saat awal mendirikan tim ini, saya sebenarnya tidak memiliki mimpi yang konkret untuk Bigetron. Saya bahkan tidak pernah menyangka bahwa Bigetron bisa menjadi besar seperti sekarang. Bigetron terasa seperti kecelakaan yang tidak diharapkan, bahkan masih terasa seperti mimpi bahwa saya bisa membawa Bigetron sampai titik ini!”
“Namun demikian saya tetap bersyukur kepada Tuhan, karena seiring perjalanan, terbuka juga banyak kesempatan baru. Juga tentunya, saya ingin berterima kasih atas usaha yang dilakukan oleh kolega serta para pemain yang percaya terhadap visi dan tetap bertahan dengan Bigetron Esports melalui masa-masa berat.”
“Terima kasih kepada para penggemar yang telah mendukung Bigetron, yang telah membuat Bigetron menjadi besar seperti hari ini. Memandang ke depan, mimpi saya tentunya adalah membawa brand organisasi Bigetron Esports setingkat dengan brand organisasi esports internasional. Mencapai ini, saya percaya Bigetron Esports akan dapat membuat Indonesia bangga nantinya!” Jelas Edwin menutup perbincangan
—
Itulah sedikit perbincangan saya dengan Edwin Chia CEO Bigetron Esports, bicara soal sejarah, proses menjadi juara, sampai pandangan Edwin Chia dalam mengembangkan bisnis Bigetron Esports.
Dengan proses yang sudah dilewati, apa yang didapat Bigetron Esports tahun ini tentu menjadi buah manis yang patut untuk dinikmati atas berbagai usaha dan perjuangan yang dilakukan oleh Edwin dan manajemen. Kira-kira bagaimana perkembangan Bigetron Esports di masa depan? Akankah tim berlogokan robot merah dapat meraih ambisinya menjadi organisasi esports nomor satu di Indonesia?