Lebih Parah dari Kasus Doni Salmanan, Inilah 7 Kasus Penipuan Terbesar di Industri Teknologi

Startup Theranos sempat memiliki valuasi US$9 miliar sebelum kebohongannya terungkap

Startup selalu berusaha mencari cara untuk mendisrupsi status quo menggunakan teknologi. Dan sejumlah startup telah berhasil menawarkan produk yang memudahkan kehidupan banyak orang, mulai dari startup yang menyediakan platform e-commerce, transportasi online, sampai produk finansial. Sayangnya, akan selalu ada orang-orang yang ingin menyalahgunakan teknologi demi mendapatkan untung pribadi. Sebagai contoh, Doni Salmanan dan Indra Kenz yang mempromosikan judi online sebagai investasi.

Walau tidak lumrah, kasus penipuan di industri startup teknologi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Dan korban penipuan itu tidak melulu konsumen, tapi juga investor. Dan nilai penipuan teknologi terbesar tersebut bisa sangat fantastis.

Berikut tujuh kasus penipuan teknologi terbesar terkait startup yang pernah terjadi.

1. Theranos

Theranos didirikan pada 2003 oleh Elizabeth Holmes, yang ketika itu berumur 19 tahun. Sebagai startup bioteknologi, Theranos berusaha untuk mendisrupsi industri tes darah di Amerika Serikat, yang bernilai miliaran dollar. Untuk itu, Theranos membuat mesin Edison. Theranos mengklaim, mesin Edison dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit seperti kanker dan diabetes hanya dengan beberapa tetes darah. Padahal, biasanya, tes darah bisa memerlukan 1ml darah pasien. Tidak hanya itu, Theranos juga mengklaim, pasien bisa mengetahui hasil tes darah mereka dalam waktu beberapa jam. Sebagai perbandingan, hasil tes darah tradisional baru akan keluar dalam waktu beberapa hari atau bahkan beberapa minggu.

Visi Theranos menarik minat banyak investor dan media. Holmes bahkan sempat dinobatkan sebagai "milyarder perempuan termuda" oleh Forbes dan "Steve Jobs berikutnya" oleh Inc. Theranos berhasil mengumpulkan modal sebesar US$1,1 miliar. Dan pada 2014, valuasi Theranos mencapai US$9 miliar.

Elizabeth Holmes, pendiri dari Theranos. | Sumber: Britannica

Namun ternyata, Theranos telah berbohong pada investor, media, dan pasien mereka tentang kemampuan mesin Edison yang mereka buat, lapor CB Insights. Setelah kebohongan Theranos terkuak, Securities and Exchange Commission (SEC) pun melakukan investigasi pada Holmes dan Theranos. Dari investigasi itu, SEC mengenakan sanksi pada Holmes berupa larangan untuk menjajaki industri pengujian laboratorium selama dua tahun. Tak hanya itu, pada 2018, Holmes dituntut oleh Department of Justice atas tuduhan penipuan. Di tahun yang sama, Theranos ditutup.

2. Outcome Health

Outcome Health adalah startup yang bergerak di bidang informasi kesehatan. Startup itu didirikan oleh Rishi Shah dan Shradha Agarwal pada 2006. Ketika itu, Shah dan Agarwal masih menjadi mahasiswa di Northwestern University.  Pada dasarnya, Outcome menawarkan slot iklan pada perusahaan farmasi. Iklan itu akan ditampilkan di tablet dan TV yang ada di puluhan ribu klinik dokter di Amerika Serikat. Untuk itu, Outcome rela untuk memberikan tablet dan TV ke 40 klinik dokter secara gratis. Selain iklan, TV dan tablet itu akan menampilkan konten edukasi pada para pasien yang sedang menunggu giliran.

Tidak ada yang salah dengan model bisnis yang digunakan oleh Outcome. Hanya saja, Outcome dituduh memalsukan informasi terkait jumlah tablet dan TV yang mereka miliki. Tujuannya, agar para investor mau menanamkan modal lebih banyak di Outcome. Baik Shah maupun Agarwal membantah tuduhan tersebut. Namun, Goldman Sachs -- salah satu investor terbesar dari Outcome -- kemudian memeriksa informasi yang diberikan oleh Outcome. Dan mereka menemukan, Outcome memang melebih-lebihkan kesuksesan kampanye iklan yang mereka lakukan.

Pada Januari 2018, Shah dan Agarwal mengundurkan diri dari Outcome demi menyelesaikan tuntutan dari para investor. Namun, pada November 2019, Shah, Agarwal, dan dua eksekutif Outcom lainnya dituntut atas tuduhan penipuan. Total dana investasi yang dikumpulkan oleh Outcome mencapai US$500 juta.

3. LendingClub

Di pertengahan 2000-an, layanan pinjaman online menjamur di Amerika Serikat. Salah satu startup yang menawarkan jasa pinjaman online adalah LendingClub, yang didirikan oleh Renaud Laplanche pada 2006. Dengan cepat, LendingClub menjadi salah satu jasa pinjaman online paling besar di AS. Namun, pada 2016, Laplanche -- yang ketika itu menjabat sebagai CEO LendingClub -- dipaksa untuk mengundurkan diri oleh dewan direktur perusahaan. Tak berhenti sampai di situ, dia juga dituntut karena telah mengubah produk perusahaan -- berupa dana pinjaman -- untuk membuat keadaan finansial perusahaan terlihat lebih baik.

Renau Laplanche. | Sumber: TechCrunch

Walau mengaku tidak berasalah, Laplanche tetap menerima sanksi dari SEC, yaitu larangan untuk bekerja di industri sekurita selama 3 tahun dan denda sebesar US$200 ribu. Setelah melepas jabatan CEO LendingClub pada 2016, Laplanche lalu mendirikan startup baru, yaitu Upgrade, yang merupakan pesaing dari LendingClub. Setelah kepergian Laplanche, dewan direksi LendingClub juga mengungkap bahwa Laplanche telah menyembunyikan sejumlah informasi dari mereka, seperti pinjaman yang diambil oleh Laplanche dan beberapa anggota keluarganya.

Namun, skandal terkait Laplanche tidak mempengaruhi bisnis LendingClub. Startup itu masih beroperasi sampai sekarang.

4. Mozido Fintech

Mozido Fintech merupakan perusahaan pembayaran mobile. Tujuan mereka adalahuntuk membuat produk finansial bagi orang-orang yang masuk kategori Unbanked, yaitu orang-orang yang punya perangkat mobile tapi tidak punya akun bank tradisional. Target pasar mereka antara lain Afrika, Asia Tenggara, dan India. Visi Mozido menarik perhatian para investor. Pada 2014, valuasi Mozido mencapai US$2,3 miliar.

Namun, rencana Mozido terhalang oleh skandal yang menimpa Michael Liberty, pendiri dari Mozido. Pada 2018, Securities and Exchange Commission (SEC) menuntut Liberty atas tuduhan penipuan. Liberty dituduh telah menipu ratusan investor untuk menanamkan modal ke perusahaan cangkang alias shell company. Tak hanya itu, Liberty dan kaki tangannya juga dituduh telah mencuri sebagian besar dari dana yang diberikan oleh para investor, yang nilainya mencapai US$48 juta. Uang itu digunakan oleh Liberty untuk memenuhi gaya hidup mewahnya, termasuk untuk membeli rumah bernilai jutaan dollar, mobil mahal, serta penerbangan menggunakan pesawat pribadi.

5. Rothenberg Ventures

Mike Rothenberg mendirikan Rothenberg Ventures pada 2012. Rothenberg merupakan alumni dari salah satu kampus Ivy League. Tak hanya itu, dia juga memiliki koneksi yang kuat dengan teman-teman kuliahnya, yang telah berhasil membangun perusahaan bernilai jutaan dollar. Setelah membuat Rothenberg Ventures, Rothenberg memanfaatkan koneksinya untuk mencari investor dan perusahaan yang pantas untuk menerima modal.

Mike Rothenberg gunakan dana investor untuk hidup mewah. | Sumber: VentureBeat

Visi dari Rothenberg Ventures adalah untuk memberikan pendanaan tahap awal pada startup teknologi yang ada di kawasan Bay Arena. Mereka sempat menanamkan modal di beberapa perusahaan ternama, seperti SpaceX, Robinhood, dan Revel Systems. Namun, Rothenberg juga menggunakan modal dari para investor untuk membiayai gaya hidupnya yang mewah, termasuk dalam mengadakan berbagai pesta. Uang investasi dari para investor juga digunakan untuk menyewa stadion tim Giants, MetLife Stadium, demi menjamu para investor dalam pertemuan founder-investor tahunan.

Menurut tuduhan SEC, Rothenberg menghabiskan US$7 juta dana investasi untuk memenuhi gaya hidup mewahnya. Rothenberg membantah tuduhan SEC. Namun, pada 2018, dia mengundurkan diri dari Rothenberg Ventures.

6. Bouxtie

Ketika mendirikan Bouxtie, Renato Libric punya satu visi, yaitu mendisrupsi pasar gift cards di Amerika Serikat. Jasa yang Bouxtie tawarkan adalah personalized digital gift cards, lengkap dengan grafik dan pesan khusus. Sayangnya, mencari investor untuk Bouxtie bukan hal mudah. Ketika Bouxtie didirikan pada 2013, para investor tidak lagi bisa diyakinkan hanya dengan janji manis. Biasanya, para investor sudah akan meminta laporan keuangan perusahaan untuk memastikan modal yang mereka berikan tidak akan sia-sia.

Alhasil, Libric melebih-lebihkan prospek Bouxtie demi mendapatkan investor. Tak hanya itu, dia juga berbohong tentang keadaan finansial Bouxtie. Dia juga mengimplikasikan bahwa Bouxtie mendapatkan tawaran akuisisi senilai US$150 juta. Dari kebohongan itu, Libric berhasil meyakinkan sebuah perusahaan asal Las Vegas untuk menanamkan modal sebesar lebih dari US$1 juta di Bouxtie.

7. Pixelon

Pixelon didirikan di California, Amerika Serikat oleh seorang pria bernama Michael Fenne. Namun, nama itu sebenarnya adalah alias yang digunakan oleh David Kim Stanley, seorang penipu yang telah melarikan diri selama dua tahun. Sebelum mendirikan Pixelon, Stanley telah melakukan penipuan bernilai lebih dari US$1 juta pada akhir 1980-an.

Teknologi yang dijanjikan oleh Pixelon adalah kemampuan untuk melakukan streaming video dari browser mereka. Dan ide streaming video di 1998 -- ketika kecepatan internet jauh lebih rendah dari saat ini -- adalah konsep yang sangat menarik. Ketika itu, mengunduh gambar saja bisa memakan waktu beberapa menit.

Steve Zahn (tengah) berperan sebagai Michael Fenne dalam Valley of the Boom. | Sumber: NATIONAL GEOGRAPHIC/BETTINA STRAUSS, via WIRED

Dari para investor, Pixelon mendapatkan kucuran dana sebesar US$20 juta. Dan Stanley menghabiskan US$16 juta untuk menggelar pesta mewah di MGM Grand Casino, Las Vegas, AS. Dalam pesta itu, Stanley juga mengundang berbagai musisi ternama, seperti KISS, The Dixie Chicks, Tony Bennet, Sugar Ray, dan The Who.

Seharusnya, pesta mewah itu juga menjadi ajang demonstrasi dari teknologi streaming Pixelon. Namun, sebagian besar orang penonton hanya mendapatkan pesan error. Kejadian ini mendorong para investor untuk menyelidiki Pixelon. Dari penyelidikan itu, jati diri Stanley yang sebenarnya pun terungkap. Pada April 2000, Stanley menyerahkan diri pada pihak berwajib.

Sumber header: Wikipedia