Setelah mundur dari jabatan CEO Blizzard di tahun 2018, Mike Morhaime akhirnya punya proyek baru yang bakal sangat menarik perhatian industri gaming. Pada tanggal 23 September 2020, pendiri Blizzard tersebut memperkenalkan Dreamhaven, sebuah perusahaan video game baru yang ia dirikan bersama istrinya, kali ini independen dan tanpa campur tangan pihak luar.
Poin tentang independen ini penting terutama kalau melihat sejarah Blizzard. Mungkin tidak banyak yang tahu, akan tetapi Mike Morhaime sebenarnya sudah menjual Blizzard sejak tahun 1994 dengan nilai $6,75 juta. Kala itu, perusahaannya bahkan belum memakai nama Blizzard, dan Warcraft pun masih belum eksis.
Alhasil bisa dikatakan Mike Morhaime dan timnya sama sekali tidak punya hak kepemilikan atas beragam franchise tersukses Blizzard macam Warcraft, Starcraft, Diablo, maupun Overwatch. Lewat Dreamhaven, Mike sepertinya tidak mau mengulangi kesalahannya dengan Blizzard, meski ke depannya ia tetap bakal mempertimbangkan peluang kerja sama dengan investor yang tertarik.
Yang cukup menarik, Dreamhaven diperkenalkan ke publik dengan dua studio terpisah sekaligus di bawah naungannya: Moonshot Games dan Secret Door. Keduanya sama-sama dimotori oleh para alumni Blizzard dengan pengalaman yang panjang di industri gaming. Sejauh ini, dari 27 total karyawan Dreamhaven, cuma satu yang sebelumnya tidak pernah merasakan bekerja di Blizzard.
Berdasarkan laporan Washington Post yang sempat mewawancarai Mike Morhaime secara langsung, Moonshot Games bakal berfokus pada proyek yang berskala lebih besar, sedangkan Secret Door akan mengeksplorasi “konsep yang lebih intim” – apakah game mobile? Meski sejauh ini belum ada judul game spesifik yang sedang dikerjakan oleh kedua studio tersebut, kemungkinan besar game pertama yang bakal dipublikasikan oleh Dreamhaven adalah game multiplayer.
Kalau melihat riwayat sukses Blizzard dengan kategori game multiplayer, semestinya prediksi ini tidak akan terdengar terlalu mengejutkan. Lebih lanjut, game multiplayer tentu juga berpotensi mempunyai ekosistem esports sendiri, dan saya tidak heran apabila esports bakal menjadi salah satu area yang diincar oleh Dreamhaven, terutama kalau mempertimbangkan jabatan lama istri Mike, Amy Morhaime, selaku pimpinan divisi esports Blizzard.
Seperti yang kita tahu, esports merupakan lahan uang, dan menciptakan setidaknya satu game dengan ekosistem esports yang sukses bakal berdampak positif terhadap kondisi finansial jangka panjang Dreamhaven. Harapannya tentu saja adalah supaya mereka tetap bisa berkarya sesuai dengan idealisme mereka, dan kali ini tanpa terhambat perkara uang seperti yang terjadi pada Blizzard lebih dari dua dekade silam.
Kontrol, itulah kata kunci yang ingin saya asosiasikan dengan Dreamhaven. Kalau Blizzard dulu sudah bisa menciptakan deretan game yang berkualitas di bawah kendali korporasi – yang tentu saja lebih terpaku pada aspek bisnis ketimbang idealisme – sekarang bayangkan bagaimana jadinya kalau orang-orang yang sama di balik game–game luar biasa tersebut bisa bekerja tanpa ada pihak yang terlalu membatasi gerak-gerik mereka.
Kapan Dreamhaven bakal merilis game pertamanya memang masih tanda tanya besar. Kedua studio di bawahnya masih aktif merekrut staf tambahan, dan Mike Morhaime sendiri memang dikenal selalu mengarahkan timnya agar tidak terburu-buru dalam mengerjakan suatu game.
Tidak semua orang bisa mendirikan suatu perusahaan baru yang bergerak di bidang publikasi video game dan punya dua studio internal sekaligus. Fakta bahwa para veteran Blizzard kini berkumpul menjadi satu untuk menggarap game dengan modal mereka sendiri menurut saya sudah cukup dijadikan alasan untuk menanti karya besutan Dreamhaven.
Sentimen negatif terhadap developer game yang berada di bawah kendali perusahaan raksasa belakangan memang kembali mencuat setelah Microsoft mengakuisisi ZeniMax Media beserta seluruh anak perusahaannya. Dreamhaven yang menempuh jalur independen mungkin bakal semakin memperkuat sentimen tersebut, meski saya yakin Mike Morhaime dkk tidak punya maksud sama sekali soal itu.
Lucunya, berdasarkan pengakuan Mike Morhaime sendiri, Blizzard dulu sempat hampir diakuisisi oleh Microsoft di antara tahun 2003 – 2004, persisnya ketika Blizzard masih mengerjakan World of Warcraft. Ketika itu, status Blizzard masih merupakan anak perusahaan Vivendi Games, dan Vivendi bermaksud untuk menjual Blizzard senilai $700 juta. Microsoft mengurungkan niatnya karena angka tersebut dinilai terlalu mahal, dan saya yakin Microsoft sekarang pasti sangat menyesal.
Sumber: Washington Post dan Dreamhaven.