Selama lebih dari satu dekade, maestro seni rupa kontemporer Indonesia, Teguh Ostenrik, telah mendedikasikan dirinya pada proyek seni instalasi patung bawah laut bertajuk ARTificial Reef.
Proyek yang bertujuan mempercepat pertumbuhan terumbu karang dan memulihkan ekosistem laut ini lahir dari kepeduliannya terhadap kerusakan lingkungan. Kisah perjalanan kreatif ini kini diangkat ke dalam sebuah film dokumenter.
Film dokumenter berjudul “Bisikan Terumbu”, yang disutradarai oleh pemenang Piala Citra FFI 2022, Arfan Sabran, akan tayang perdana hari ini, 4 Juli 2025, di ARTJOG 2025 sebagai bagian dari program “Motif: Amalan”.
Film ini merekam jejak dan pemikiran Teguh Ostenrik dalam menciptakan mahakarya yang tidak hanya berfungsi sebagai medium ekspresi artistik, tetapi juga sebagai struktur ekologis, objek wisata selam, dan sumber ekonomi baru bagi komunitas pesisir. Salah satu karya dalam proyek ini, “Domus Frosiquilo”, sempat dipamerkan di ARTJOG 2019 sebelum ditenggelamkan di perairan Ternate.
Proyek ARTificial Reef sendiri merupakan rangkaian 12 instalasi patung bawah laut yang diletakkan di berbagai lokasi di Indonesia. Proyek ini berawal dari pengalaman Teguh Ostenrik saat menyelam di Lombok pada tahun 2014 dan menyaksikan hilangnya terumbu karang. “Saat saya melihat padang pasir di dasar laut tempat seharusnya terumbu karang hidup, saya merasa seperti kehilangan bagian dari diri saya sendiri. Saya sadar, seni yang saya buat tidak bisa hanya menggantung di dinding. Sebuah karya itu harus menyatu dengan kehidupan, memberi manfaat bagi alam dan masyarakat,” ujar Teguh Ostenrik.
Arfan Sabran, yang dikenal lewat karya-karya dokumenter seperti ININNAWA – An Island Calling, menghadirkan narasi mendalam selama 25 menit dalam film ini. “Film ini bukan hanya tentang seni atau laut, tapi tentang bagaimana satu tindakan kecil yang jujur dan konsisten bisa menjadi amalan yang menyentuh banyak kehidupan. Teguh tidak hanya membuat patung; ia menciptakan ekosistem,” kata Arfan Saban.
Produksi film “Bisikan Terumbu” didanai oleh Kementerian Kebudayaan, Dana Indonesiana, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Proses pengarsipan visual proyek ini juga mendapat dukungan dari Samsung Galaxy S25 Ultra, yang digunakan dengan perlengkapan bawah laut profesional untuk merekam instalasi terbaru di Bali Utara. Fitur seperti Nightography dan Log Video pada perangkat tersebut disebut membantu dalam proses perekaman di kedalaman laut dalam kondisi minim cahaya, serta mempermudah proses penyuntingan warna.
Instalasi terbaru dalam proyek ARTificial Reef yang turut direkam dalam film ini adalah “Kurma Amerta” di Bali Utara. Instalasi ini menggunakan besi bekas dan suku cadang manufaktur yang dirangkai menjadi 399 patung berbentuk penyu. Karya-karya dalam proyek ini dapat diadopsi oleh individu maupun korporasi sebagai bentuk kontribusi terhadap seni dan lingkungan.
Informasi lebih lanjut mengenai partisipasi dalam proyek “Kurma Amerta” tersedia di www.artopologi.com.
Disclosure: Artikel ini disusun dengan bantuan AI dan dalam pengawasan editor.