Ada banyak perusahaan yang tertarik untuk membuat metaverse. Tidak terkecuali Facebook, yang bahkan mengganti nama perusahaan menjadi Meta.
Pada pertengahan Agustus 2022 lalu, Mark Zuckerberg mengunggah foto selfie-nya di Horizon Worlds, metaverse buatan Meta. Di belakang avatar Zuckerberg, Anda bisa melihat Eiffel Tower. Dengan foto itu, Zuckerberg ingin mengumumkan bahwa proyek metaverse dari Facebook/Meta kini mencakup lebih banyak negara.
Sayangnya, foto selfie itu justru mendapatkan hinaan dari banyak orang. Tidak sedikit orang yang menyebutkan bahwa avatar Zuckerberg terlihat jelek. Ada juga orang yang menyebutkan bahwa grafik metaverse buatan Meta terlihat layaknya game lawas yang dirilis pada awal 2000-an.
Kabar baiknya, setelah mendapatkan protes dari netizen, Zuckerberg mengunggah selfie baru dengan grafik yang lebih baik. Melalui Instagram, dia juga mengatakan bahwa grafik untuk avatar di Horizon akan mendapatkan update.
View this post on Instagram
“Saya tahu, foto yang saya unggah sebelumnya terlihat sangat sederhana. Tapi, foto itu dibuat dalam waktu yang sangat singkat untuk merayakan peluncuran Horizon di Prancis dan Spanyol,” kata Zuckerberg, dikutip dari TechCrunch. Dia meyakinkan, metaverse yang perusahaannya buat akan memiliki avatar dan grafik yang lebih baik.
Usaha Facebook Membuat Metaverse dari Waktu ke Waktu
Foto selfie yang dirilis pada Agustus 2022 bukanlah kali pertama Zuckerberg memamerkan avatar dari dirinya sendiri di metaverse. Pada 2017, dia memperkenalkan Facebook Spaces, sebuah aplikasi virtual reality.
Untuk menampilkan kemampuan dari aplikasi itu, dia menggunakan avatar dari dirinya. Hanya saja, seperti yang disebutkan oleh Kotaku, avatar dengan gaya kartun itu tidak terlalu mirip dengan Zuckerberg.
Seolah hal itu tidak cukup buruk, Zuckerberg memamerkan avatar dan aplikasi barunya dengan “mengunjungi” Puerto Rico melalui video. Masalahnya, saat itu, Puerto Rico baru saja dilanda badai angin yang membunuh ribuan orang.
Pada 2021, Zuckerberg menunjukkan avatar barunya. Avatar tersebut terlihat lebih baik dari avatar yang dipamerkan pada 2017.
Selain menunjukkan avatar tersebut, Zuckerberg juga mengungkap rencana besar Facebook untuk mengembangkan metaverse. Meskipun begitu, avatar Zuckerberg itu masih memiliki gaya kartun yang sederhana.
Sekarang, Zuckerberg kembali memperkenalkan avatar metaverse terbarunya. Selain tampilan yang terlalu sederhana, ada beberapa hal lain yang dipermasalahkan oleh para netizen terkait avatar tersebut.
Pertama, ketiadaan kaki. Kedua, mata avatar yang terlihat mati. Banyak orang yang terheran-heran betapa simpelnya grafik metaverse buatan Meta karena, sejak 2021, perusahaan itu telah menghabiskan US$177 miliar untuk mengembangkan proyek metaverse.
Menurut riset dari bank Citi, pada 2030, industri metaverse diperkirakan akan bernilai sekitar US$8 triliun sampai US$13 triliun. Jadi, tidak heran jika perusahaan-perusahaan besar seperti Meta rela menggelontorkan ratusan miliar dollar untuk mengembangkan proyek metaverse mereka.
Satu hal yang harus diingat, perkiraan para analisa tidak selalu benar. Buktinya, VR sempat diperkirakan akan menjadi industri yang besar. Namun, sampai saat ini, VR masih merupakan industri niche.
Kenapa Metaverse Cenderung Punya Grafik Sederhana?
Grafik metaverse buatan Meta terlihat sangat sederhana, walau perusahaan telah menghabiskan banyak uang. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa foto selfie metaverse Zuckerberg mendapat hinaan. Namun, sebenarnya, metaverse Meta bukan satu-satunya metaverse yang memiliki grafik sederhana. Faktanya, kebanyakan metaverse memang menggunakan grafik yang simpel.
Contohnya, Decentraland, yang juga menunjukkan background dengan tampilan yang sangat sederhana, bahkan ketika pengguna menggunakan pengaturan grafik terbaik. Contoh lainnya, CryptoVoxels dan The Sandbox juga memiliki grafik khas kartun, layaknya game 2000-an.
Alasan mengapa kebanyakan metaverse memilih untuk tidak menggunakan grafik realistis adalah karena melakukan render grafik secara real time membutuhkan kemampuan komputasi yang mumpuni dan internet yang cepat. Dua hal itu tidak dimiliki oleh semua orang.
Jika perusahaan seperti Meta ingin metaverse bisa diakses oleh sebanyak-banyaknya orang, mereka harus membuat metaverse dengan grafik yang tidak memberatkan perangkat pengguna. Alhasil, mereka memilih untuk membuat metaverse dengan grafik yang sederhana.
Jika dibandingkan dengan game MMO pun, grafik metaverse cenderung lebih buruk. Alasannya, karena metaverse mengusung konsep open world. Jadi, kegiatan yang bisa pengguna lakukan di metaverse jauh lebih banyak daripada hal-hal yang bisa pemain lakukan dalam game.
Karena itulah, sulit bagi perusahaan untuk melakukan pre-render dari lingkungan metaverse, menurut laporan Decrypt.
Alasan lain mengapa kebanyakan perusahaan memilih untuk membuat metaverse dengan grafik yang simpel adalah untuk menghindari fenomena uncanny valley.
Biasanya, fenomena ini terjadi ketika seseorang melihat grafik yang sangat mirip dengan manusia, tapi ada satu kejanggalan dalam grafik tersebut, yang justru membuat pemain merasa tidak nyaman.
Ketiadaan Kaki di Avatar Metaverse Buatan Facebook
Selain grafik yang terlalu sederhana, masalah lain yang ada di metaverse buatan Facebook alias Meta adalah ketiadaan kaki pada avatar pengguna. Terkait masalah ini, Andrew Bosworth, Chief Technology Officer, Reality Labs menjelaskan bahwa menampilkan avatar dengan kaki di dunia metaverse adalah sesuatu yang sangat sulit.
Sementara itu, Gijs Den Butter dari SenseGlove mengatakan bahwa masalah ketiadaan kaki di avatar metaverse muncul karena ketiadaan hardware yang memadai.
Alat yang digunakan untuk berinteraksi dengan metaverse saat ini masih terbatas pada headset dan controller, yang hanya bisa melacak tangan. Karena bagian kaki pengguna tidak dilengkapi sensor, hal ini menyulitkan program metaverse untuk mendeteksi keberadaan kaki.
“Saat ini, avatar di metaverse tidak memiliki kaki karena hardware yang tersedia hanya bisa ‘melihat’ dan melacak tangan serta mungkin, lengan Anda. Dan, ketika Anda melihat ke depan, Anda tidak akan bisa melihat kaki Anda sendiri,” jelas Den Butter.
Fakta bahwa pengguna tidak bisa melihat kaki mereka sendiri berarti algoritma di metaverse juga tidak bisa memperkirakan posisi kaki pengguna.
Namun tidak semua metaverse mengalami masalah yang dialami oleh Meta. Beberapa proyek metaverse — seperti yang dibuat oleh Decentraland dan The Sandbox — dapat menyelesaikan masalah tersebut dan membuat avatar pengguna yang dilengkapi dengan kaki.
Kedua platform itu bisa menampilkan kaki di avatar pengguna karena mereka menggunakan browser atau komputer sebagai alat input pengguna dan bukannya headset VR.
“Ketiadaan kaki adalah masalah untuk Facebook/Meta dan Microsoft, yang ingin membuat immersive platforms,” kata Weronika Marciniak, Metaverse Architect di Future Is Meta.
“Kebanyakan proyek metaverse, seperti VRChat, Decentraland, Sandbox, dan lain sebagainya terbukti bisa menampilkan avatar dengan kaki, meskipun tidak ada sensor di kaki pengguna. Untuk menampilkan kaki di avatar pengguna, platform-platform tersebut hanya ‘memperkirakan posisi kaki pengguna’.”
Metaverse Otherside
Walau kebanyakan proyek metaverse memiliki grafik layaknya game lawas, ada juga kreator yang berhasil menciptakan metaverse dengan grafik yang relatif modern. Mereka adalah Otherside, metaverse buatan Yuga Labs, kareator dari Bored Ape Yacht Club.
Dibuat menggunakan M2 engine milik Improbable, Otherside tampil dengan grafik yang cukup modern, yang dianggap sebagai pencapaian tersendiri oleh para kreator Otherside.
“Kami tidak hanya membuat platform untuk rekan-rekan kami,” kata Rob Whitehead, Co-founder and Chief Product Officer, Improbable pada Decrypt.
Dia menjelaskan, sebelum membuat platform untuk rekan mereka, Improbable akan berdiskusi, membahas fitur dan spesifikasi yang dibutuhkan oleh sang rekan untuk merealisasikan proyek metaverse mereka. Setelah itu, barulah Improbable akan membuat platform dengan desain yang sesuai dengan kebutuhan rekan mereka.
Memang, Improbable menghabiskan waktu lama untuk mengembangkan M2 engine agar ia bisa melakukan render dari puluhan ribu karakter unik menggunakan teknik machine learning.
Dengan teknik itu, proses render akan ditangani oleh GPU pengguna dan bukannya diproses di cloud.
“Masalahnya, jika Anda menggandakan jumlah orang yang ada dalam satu ruangan, besar data yang harus Anda kirim akan naik menjadi empat kali lipat,” ujar Whitehead.
Masih bingung tentang apa itu metaverse? Anda bisa menonton video penjelasan sederhana berikut.
Sumber header: NME