Laporan terbaru dari Akamai menunjukkan bahwa Indonesia menempati posisi ketujuh sebagai negara terlamban dalam hal konektivitas narrowband.
Narrowband adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan model lama kecepatan koneksi Internet yang biasa diasosiasikan dengan koneksi dial-up. Ini berarti penggunaan jaringan berkualitas-suara untuk transfer data, dan seberapapun sulitnya saya untuk percaya tentang ini, ternyata tipe koneksi ini adalah sangat populer dan sangat luas diadopsi di banyak negara.
Di Indonesia, jumlahnya secara mengejutkan meningkat sangat perlahan meskipun saya menduga ini karena peningkatan adopsi Internet di area yang terletak di pinggiran kota besar. Kebanyakan orang di kota besar sekarang memiliki akses mudah ke broadband dan membuang koneksi dial-up-nya untuk ditukar dengan paket data broadband rumahan yang terjangkau dan paket mobile yang super murah.
Dari perspektif tahun-ke-tahun, hanya Indonesia dan India yang mengalami peningkatan untuk adopsi narrowband, dan tingkat kenaikannya cukup signifikan di kedua negara. Walaupun level adopsi narrowband meningkat 69% sepanjang tahun di Indonesia, tampaknya pemerintah berusaha secara aktif meningkatkan situasi konektivitas di seluruh negeri, dengan menandatangani “Jakarta Declaration on Meaningful Broadband” pada tanggal 14 April 2011.
Deklarasi ini bertujuan untuk “membawa manfaat layanan berbasis broadband yang cepat dan berarti bagi sedikitnya 30% masyarakat Indonesia di tahun 2014” melalui teknologi jaringan nirkabel yang baru, perangkat terkoneksi berkemampuan broadband, penyempurnaan infrastruktur fiber-optik nasional, dan kerjasama antara pihak pemerintah/negara (publik) dengan swasta (privat).
Laporan Akamai tersedia secara gratis unduh di sini.