Warnet atau Warung Internet, banyak mengisi kenangan gamers (dan pelaku esports) yang lahir di tahun 90an. Dahulu tempat ini bisa dibilang sebagai satu-satunya tempat bagi kita untuk dapat mengakses internet. Sayang seiring dengan perkembangan zaman, munculnya tren smartphone dan ditambah koneksi mobile semakin baik, posisi warnet jadi semakin tegeser. Menghadapi hal tersebut, warnet zaman sekarang tampil dengan wajah baru, menjadi ruang bermain game online dengan nama iCafe atau Internet Cafe.
Model bisnis berupa penyewaan PC dan internet kencang untuk bermain game online ini terbilang cukup berhasil memperpanjang nafas bisnis icafe sampai sekarang. Namun mereka ada bukan tanpa tantangan. Badai baru kembali menerpa, badai yang bernama mobile games. Mobile games yang kini semakin baik dan bisa dimainkan secara online, lagi-lagi menciptakan disrupsi untuk model bisnis icafe.
Dalam artikel ini, saya mendengarkan keluh kesah dan pendapat dari sejumlah pelaku bisnis icafe ari beberapa daerah di Indonesia untuk mencoba menjawab berbagai pertanyaan besar. Apa kabar bisnis icafe setelah badai besar mobile games? Apa kabar bisnis icafe jika nantinya perekonomian Indonesia membaik, gamers bisa beli PC dan koneksi internet dengan murah dan tak perlu menyewa lagi?
Nasib icafe di tahun 2019
Ada beberapa alasan kenapa mobile games lebih berjaya dibanding PC, yang mungkin bisa jadi satu artikel sendiri jika saya jelaskan secara terperinci. Tapi singkatnya, game mobile menawarkan lebih banyak keuntungan bagi pemainnya seperti lebih ringkas, lebih murah, lebih mudah, sampai punya nilai ekonomi yang bisa didapatkan lewat esports. Tak heran jika posisi mobile games di pasar Indonesia yang masih berkembang, jadi lebih prima dibanding PC Games. Dampaknya, bisnis icafe pun melesu.
Herwin, pemilik icafe Pandora yang berlokasi di Makassar, Sulawesi Selatan, bercerita soal pemasukannya yang kini menurun karena keadaan tersebut. “Keadaan icafe sekarang, jujur rada sulit bersaing karena kehadiran mobile.” Ujarnya. “Tapi ada juga faktor lain, seperti bertambahnya kompetitor yang punya spek pc lebih tinggi ataupun pandangan orang yang cenderung masih negatif terhadap icafe. Namun demikian, saya cukup bersyukur bahwa Pandora masih di tahap stabil.” perjelas Herwin.
Tedi Rustendi, pemilik icafe Trapesium yang berlokasi di Bandung juga mengamini apa yang dikatakan Herwin. “Sekarang omzet semakin menurun. Angka penurunan mencapai kurang lebih 50%. Tahun 2017 lalu, Trapesium bisa mendapat omzet sekitar Rp4 juta per hari, sekarang turun jadi sekitar Rp2 juta saja per hari.” jawabnya.
Tren penurunan omzet juga dirasakan oleh Hendrik Sanjaya, yang memiliki tiga cabang icafe Empirez di Lampung. “Terasa banget turunnya, sekitar 30 sampai 40 persen dibandingkan dengan omzet ketika masa PC berjaya. Kebetulan saya punya dua cabang Empirez, kalau hari biasa Empirez 2 diisi sekitar 50 sampai 70 PC pada hari biasa, 90 PC pada akhir pekan, dengan total ada 122 PC. Lalu kalau Empirez 3 ada 50 PC, yang terisi 40 PC di hari biasa lalu kalau weekend bisa full 50 PC terisi. Lalu kalau Empirez 1, sekarang sih sudah semakin sepi dan tidak menguntungkan. Rencananya sih mau dialihfungsikan saja.” jawabnya.
Tak hanya di Indonesia, tren PC Gaming memang sedang mengalami pelambatan di Amerika Serikat sana. NPD melaporkan bahwa belanja gaming Amerika Serikat, walau meningkat, namun angkanya hanya 1 persen saja jika dibandingkan pada periode yang sama (Juli – September) tahun lalu. Detil menyebutkan bahwa memang ada penurunan pada sektor konten digital untuk PC, dengan peningkatan di sektor lain seperti konten konsol, mobile, dan subscription.
Tapi, mobile games sebenarnya bukan merupakan masalah tunggal atas bisnis icafe yang kian melesu. Ketiga pemilik icafe tersebut lalu melanjutkan cerita mereka menjalankan bisnis icafe di tahun 2019. Herwin mengatakan, dalam kasusnya adalah soal faktor pandangan negatif masyarakat terhadap icafe yang masih belum hilang.
“Sampai sekarang, masyarakat masih memandang iCafe atau warnet sebagai hal yang negatif. Pandora berusaha sebisa mungkin mengurangi dan menangkal hal-hal negatif tersebut di icafe. Maka dari itu kami menerapkan beberapa peraturan, seperti tidak boleh merokok, larangan pakai seragam sekolah jika ingin ke icafe kami, dilarang nongkrong, dan larangan melakukan tindakan melanggar norma seperti mabuk, ataupun hal tidak senonoh.” Cerita Herwin kepada kami.
Beda dengan Herwin, Hendrik Sanjaya punya cerita tantangan yang lain. Ia mengatakan bahwa kebijakan full-day school jadi alasan turunnya jumlah pengunjung Empirez. “Selain mobile, saya merasa kebijakan full-day school sedikit banyak berdampak kepada jumlah pengunjung Empirez, terutama Empirez 2 yang memang dekat dengan 3 sekolahan.” cerita Hendrik kepada saya.
Kalau Tedi, merasa tantangannya malah datang dari faktor tradisional, yaitu persaingan antar iCafe di Bandung. Tedi mengatakan, “Banyak icafe bermunculan di berbagai daerah, hal ini sedikit banyak mempengaruhi iCafe saya sendiri, yaitu Trapesium. Selain itu menurut saya faktor penambah lainnya adalah turnamen game PC yang semakin sedikit dan hadiahnya jauh lebih kecil dibanding dengan mobile.”
Simbiosis mutualisme esports dan bisnis icafe
Mengingat posisi icafe sebagai ruang penyewaan PC untuk main game online, tak heran jika dia akan sangat terbantu dengan kehadiran esports, terutama titel esports yang dimainkan di PC. Bagaimana keduanya bisa menciptakan simbiosis mutualisme salah satunya adalah ketika pada masa keemasan Point Blank dulu kala.
Pada masa kejayaannya, banyak pemain yang terhanyut dalam mimpi menjadi pro player Point Blank. Ditambah lagi, para publisher juga mendorong icafe untuk mempromosikan Point Blank. Belum lagi, icafe merupakan salah satu akses mereka untuk menjadi seorang pro player. Hal ini tentu saja akan membuat efek domino, yang membuat icafe juga diuntungkan. Tapi itu dahulu, kalau sekarang?
Ketiga owner icafe tersebut lalu melanjutkan pembahasan soal simbiosis esports dengan icafe. Herwin menyatakan opininya tersendiri soal kaitan antara hubungan antar dua hal ini. “Tren icafe mungkin jadi turun karena tim esports game PC Indonesia itu jarang bisa bertanding di internasional. Jadi kebanyakan pemain akan berpikir untuk apa saya sering-sering main, toh pemain yang sudah jago saja kesulitan bersaing di tingkat internasional” tutur Herwin memberikan opininya.
Opini tersebut bisa jadi masuk akal. Apalagi esports memang punya senjata andalan berupa “menjual mimpi” kepada para penggemarnya. Harapannya? Semakin terhanyut seorang pemain dengan mimpi jadi juara, maka semakin terhanyut juga dia dengan game yang dimainkan. Lalu apa hubungannya dengan urusan bisnis icafe?
Jika melihat dari sudut pandang Herwin, salah satu keterkaitannya adalah karena posisi Pandora iCafe yang sempat memiliki tim Dota dengan pemain yang cukup cemerlang. Jika Anda belum tahu, dua pemain BOOM Esports yaitu Fbz dan Mikoto sempat bermain di Pandora Esports sebelum akhirnya pindah. Brizio Adi Putra (Hyde), stand-in pengganti InYourDream di BOOM Esports untuk gelaran DreamLeague Season 13 lalu juga berasal dari Pandora Esports.
Jadi, dengan esports, pemain yang bermain di iCafe bisa jadi lebih tekun, karena melihat kawan satu icafe tempat dia main meraih mimpi kesuksesan menjadi pro player. Apalagi, Pandora Esports juga tim yang lumayan pada masanya. Sempat menjadi juara Kaskus Battleground pada tahun 2017. Tanpa adanya panggung lokal atau pemain lokal yang mencapai tingkat internasional, pemain-pemain Pandora mungkin jadi tak lagi punya pemain panutan.
Hendrik Sanjaya lalu menjelaskan tentang dampak jelas esports terhadapi bisnis icafe, lewat beda durasi main pemain casual dengan pemain esports. Menurut ceritanya, pemain casual biasanya hanya main satu-dua game saja, lalu pulang. Sementara pemain esports, bisa main sampai dengan 8 jam sehari, karena kebanyakan mereka memang punya ambisi untuk jadi lebih baik. Semakin lama orang bermain di icafe, semakin untung juga, karena biaya billing yang harus dibayar jadi lebih besar.
Kalau begitu ceritanya, buat saja turnamen rutin di icafe, dengan iming-iming menjadi superstar internasional, supaya orang-orang kembali semangat mengejar mimpinya? Sayang, praktiknya tidak semudah teori. Nyatanya, gara-gara mobile games, menjadi pro player di tahun 2019 jadi tak lagi sulit. Cukup push-rank dari rumah, jadi top global, lalu setelahnya Anda bisa klaim diri sebagai “pro player”. Kalau untung, bisa direkrut tim esports. Kalau tidak beruntung? Yaa… Masih bisa bikin channel Youtube kok… Hehe.
Lalu, belum lagi icafe juga tidak memiliki kekuatan finansial sebesar itu untuk membuat turnamen esports game PC dengan hadiah super besar. Alhasil lagi-lagi, mobile games yang punya hadiah turnamen super besar serta menjanjikan karir yang menggiurkan, mengalahkan PC game.
Namun demikian, Herwin dari Pandora icafe mengaku masih secara rutin mengadakan turnamen. “Setiap bulan berganti game, kadang Dota, kadang Point Blank, tergantung peminat dan apa yang lagi rame di icafe. Kadang saya juga mencoba mempertandingkan game yang jarang dimainkan di Pandora. Harapannya adalah agar pemain dari net lain jadi datang ke icafe kita sekalian mencoba.”
Hendrik dari Empirez juga demikian, membuat turnamen setiap satu bulan sekali. Ditambah, kadang ada juga event online yang menuntut pemain datang ke icafe Empirez karena kerjasamanya dengan jaringan Nvidia Certified iCafe dan DA Arena. Hasilnya? Keduanya merasa bahwa turnamen, sedikit banyak, memang punya dampak kepada jumlah pengunjung dan keuntungan warnet.
Lalu kalau begitu, bagaimana kalau kita sering-sering saja membuat turnamen di iCafe? Pasti nanti tren esports game PC bakal jadi balik lagi? Namun sayang, lagi lagi praktiknya tidak semudah teori yang terucap. Herwin memberikan opininya soal dampak rutinitas turnamen terhadap tren esports PC. “Saya rasa, turnamen rutin tidak secara otomatis mengembalikan tren esports PC. Karena yang ikut turnamen kemungkinan orangnya itu-itu saja, apalagi di kota kecil. Masalah sebenarnya memang datang dari sisi regenerasi pemain game PC. Menurut saya, banyak gamers yang masih muda tidak tahu game PC. Jadi gaming yang mereka kenal lebih dulu adalah mobile dan segera berkecimpung di game tersebut.”
Akhirnya kembali lagi, butuh pemodal yang lebih besar jika ingin tren PC gaming bisa kembali. Tapi, pemodal tersebut juga tidak bisa investasi seperti beli kucing dalam karung, alias investasi tanpa melihat daya beli masyarakat Indonesia terhadap PC dan menganalisis pasar. Ini membawa kita kepada pertanyaan berikutnya. Kalau semisal ekonomi Indonesia terus berkembang, daya beli masyarakat meningkat pesat, dan semua gamers punya PC gaming atau konsol, nasib icafe bagaimana?
Bisnis icafe di masa depan
“Saya rasa eksistensi warnet nggak bakal hilang, walau hal tersebut terjadi.” jawab Herwin dengan optimis. “Karena warnet tetap akan jadi sarana bagi semua gamers rumahan untuk berkompetisi secara offline dan membangun komunitasnya.” Tukas Herwin melanjutkan. “Karena saya sendiri merasa, bisnis warnet pada dasarnya tidak semudah cuma modal besar, PC spesifikasi tinggi, sistem jalan lalu selesai, masih banyak hal lain yang bisa dilakukan.”
Bisnis icafe saat ini memang sedang berada di persimpangan, melihat kemajuan teknologi yang segitu pesatnya. Jangan khawatir, icafe juga tidak sendirian. Pada satu dekade ini (2009-2019) kita sudah melihat bagaimana ragam bisnis ataupun profesi tersapu arus kemajuan zaman. Contohnya seperti wartel alias warung telepon, bisnis taksi, profesi ojek pangkalan, dan banyak hal bisnis dan profesi lainnya. Dan mungkin, sudah saatnya, pelaku bisnis warnet mulai menanamkan mindset inovasi layaknya para pelaku bisnis startup teknologi.
Membahas ini, Hendrik dari icafe Empirez mengakui, bahwa pada akhirnya icafe tidak lagi bisa hanya jadi sekadar tempat main game saja. “Harus jadi mixed place, misal kedai kopi di lantai satu, lalu di lantai lainnya adalah icafe, seperti konsep dari Kaesang Gallery. Yabes Elia Senior Editor Hybrid dalam tulisan membahas soal peluang warnet di masa depan juga sempat membahas ini. Dalam artikel tersebut, Turyana Ramlan yang pernah jadi Admin Pusat Komunitas Warnet Indonesia mengatakan, masih banyak peluang untuk icafe di masa depan. Bisa jadi tempat untuk iklan, merangkul mobile gaming, atau seperti yang disebut Hendrik soal mixed place.
Seakan terpancing ide kreatifnya, Herwin dari icafe Pandora jadi cerita banyak soal peluang lain yang ada di pikirannya. “Memang warnet zaman sekarang sudah tidak bisa lagi melihat pengunjung dengan mindset ‘datang-main-pulang’. Kita harus putar otak dan melakukan inovasi. Misal, belakangan fenomena streaming game sedang besar di Indonesia. Mengapa tidak icafe membuka tempat streaming house? Sediakan PC, webcam, internet cepat, dan setup yang siap untuk streaming.” Ucapnya.
Herwin lalu kembali menceritakan pengalamannya berinovasi dalam bisnis icafe. “Kalau dalam hal Pandora, kami sempat mencoba strategi memanfaatkan influencer perempuan. Tugas dia cukup sederhana, cukup datang, main dan interaksi dengan pemain icafe Pandora lainnya. Ketika saya melakukan itu, banyak owner icafe lain berpikir itu hanya buang-buang uang. Tapi nyatanya, pemain jadi berbondong-bondong datang ke Pandora, supaya bisa caper sama si influencer tadi.”
Gara-gara ide Herwin, saya jadi kepikiran. Mungkin icafe dengan konsep seperti Maid Cafe bisa jadi peluang yang baik bagi para pelaku icafe. Konsep tersebut juga bisa memunculkan aliran pemasukan baru bagi icafe. Misal, pemain icafe harus membayar sejumlah uang untuk bisa main Dota bersama sang maid. Atau mungkin… Ah sudahlah, lebih baik saya berhenti menjelaskan ide ini sebelum jiwa wibu saya jadi semakin bergejolak…
—
Dengan segala tantangan berat yang siap menentang bisnis warnet di masa depan, saya setuju dengan apa yang dikatakan Herwin. Di tengah badai teknologi yang datang dengan sangat cepat, para owner icafe harus sigap, tanggap dengan tren, bergeliat lincah menghadirkan inovasi agar dapur warnet bisa terus ngebul.
Pada akhirnya, walau budaya online mengakar semakin kuat, namun presensi offline tetap menjadi satu nilai lebih yang bisa ditawarkan oleh icafe. Maka dari itu icafe harus terus melakukan perubahan, sambil mengingat identitasnya sebagai tempat berkomunitas para gamers, bertemu kawan baru, ataupun mencapai mimpi menjadi juara bersama-sama.
Sumber header: Amino Apps