Satu dari tiga developer harus menunda perilisan game terbaru bikinannya akibat pandemi COVID-19. Kesimpulan itu didapatkan dari survei yang dilakukan penyelenggara Game Developers Conference (GDC) terhadap hampir 2.500 tim developer yang berbeda.
Yup, bukan cuma CD Projekt Red, Sucker Punch Productions, dan developer–developer besar lain yang dengan terpaksa harus memundurkan peluncuran karyanya, tapi juga developer indie yang bahkan belum memiliki tim sama sekali. Dalam survei tersebut, kategori responden terbanyak (20% dari total responden) adalah developer yang bekerja seorang diri. Barulah di posisi terbanyak kedua (18%), ada tim developer dengan 500 karyawan atau lebih.
Dari semua itu, sekitar 33% mengaku tidak bisa memenuhi jadwal perilisan yang telah mereka tetapkan sebelumnya akibat pandemi. Faktor-faktor penghambatnya pun bukan cuma faktor internal seperti keterbatasan komunikasi atau keterbatasan akses terhadap perangkat development kit, melainkan juga faktor eksternal seperti proses sertifikasi dari penyedia platform (Nintendo misalnya) yang memakan waktu lebih lama ketimbang sebelum pandemi.
Seperti yang saya bilang, salah satu penghambat utamanya adalah perihal komunikasi. Ini wajar mengingat 70% dari semua responden harus menerapkan kebijakan bekerja dari rumah dan mengandalkan platform seperti Discord sebagai medium komunikasi utamanya. Seperti halnya para pekerja di industri lain, sebagian besar developer pasti merasakan betapa sulitnya melangsungkan komunikasi jarak jauh akibat banyaknya pengalih perhatian di kediaman masing-masing.
Faktor lain yang sulit dicarikan solusinya adalah terkait voice acting. Yang tadinya tinggal mengundang aktor atau aktris ke studio sekarang harus dilaksanakan dari rumah masing-masing aktor dan aktris karena studionya harus ditutup. Perlengkapan rekaman di rumah tentu saja lebih terbatas, dan sejumlah developer terpaksa harus mengirimkan perlengkapan rekaman khusus sekaligus menambah porsi kerja para audio engineer-nya.
Menariknya, pandemi COVID-19 juga akan mengubah cara developer bekerja secara permanen, dan topik ini disetujui oleh 64% dari seluruh responden. Beberapa langkah alternatif yang diambil guna menjaga produktivitas selama pandemi rupanya akan terus dipertahankan meski mereka sudah bisa kembali ke kantor masing-masing secara aman nantinya.
Salah satu responden mengatakan bahwa perusahaannya kini memperbolehkan tim ilustrator untuk bekerja dari rumah, sedangkan responden lain mengaku sudah mulai merekrut karyawan baru yang akan bekerja secara remote sepenuhnya, termasuk saat pandemi sudah berakhir nanti.
Sebelum pandemi, sebagian developer mungkin tidak mengira bahwa di luar sana ada banyak tool kolaborasi online yang dapat mereka manfaatkan untuk bekerja secara lebih efisien. Pandemi memaksa mereka untuk mencoba sejumlah opsi yang ada, dan beberapa developer pasti akan tetap menggunakannya sampai seterusnya.
Terhambat atau tidak, setidaknya kita bisa mendapat gambaran mengenai sulitnya bertahan di industri game di saat pandemi melalui survei ini. Di saat developer tidak bisa bekerja semaksimal sebelumnya, permintaan dari konsumen justru naik, terbukti dari meningkatnya penjualan console maupun hardware PC gaming.
Survei ini pun tidak lupa menanyakan mengenai perkembangan bisnis para developer selama pandemi. 31% responden mengaku bisnisnya mengalami peningkatan, sedangkan 37% bilang kondisinya sama saja. Sebaliknya, 32% sisa responden melihat ada penurunan dari bisnisnya secara keseluruhan. Nasib tiap developer tentu berbeda, demikian pula kesiapan mereka menghadapi perubahan kondisi bekerja selama pandemi.
Via: IGN.