Dampak Positif Teknologi Game ke Industri Non-Gaming

Unreal Engine digunakan untuk membuat sejumlah film dan seri TV populer, termasuk The Mandalorian

Dengan jumlah gamers sebanyak 1,5 miliar orang, industri game di Asia diperkirakan akan bernilai US$86 miliar pada 2022. Menariknya, total nilai industri game ini tidak mencakup dampak dari teknologi game di industri lain, termasuk hardware, software, Web3, edukasi, dan lain sebagainya.

Dalam laporan terbarunya, Niko Partners membahas tentang bagaimana teknologi dalam gaming mendorong perkembangan teknologi di industri lain. Berikut laporan lengkapnya.

Tren Investasi R&D oleh Perusahaan Game 

Seiring dengan berkembangnya teknologi, industri game pun terus berubah. Kini, game mobile memiliki mekanisme yang semakin kompleks. Selain itu, juga muncul berbagai model bisnis baru, termasuk Game-as-a-Service (GaaS) alias live game.

Tidak bisa dipungkiri, keberadaan live game memunculkan kontroversi tersendiri. Namun, tren GaaS membuat game memiliki life cycle yang lebih lama. Alhasil, developer tidak melulu memikirkan cara untuk membuat game yang menarik, tapi juga game yang bisa dimainkan selama bertahun-tahun.

Demi membuat live game dengan life cycle yang panjang, developer juga harus terus memberikan update konten. Pada saat yang sama, developer juga harus tetap memberikan pengalaman bermain yang unik untuk menarik pemain baru dan mempertahankan pemain lama.

Untuk itu, developer bisa menggunakan teknologi terbaru yang ada. Karena itulah, sekarang, perusahaan game tidak hanya fokus untuk membuat game dan konten berkualitas, tapi juga pada aspek pengembangan teknologi. Berdasarkan data dari Niko Partners, dana yang sejumlah perusahaan game investasikan untuk Research and Development (R&D) menunjukkan tren naik dalam beberapa tahun belakangan.

Persentase pemasukan yang NetEase dan Nexon alokasikan untuk divisi R&D. | Sumber: Niko Partners

Sebagai contoh, NetEase dari Tiongkok menghabiskan 11,3% dari total pemasukan mereka untuk dana R&D pada 2017. Angka ini naik menjadi 22,3% dari total pemasukan pada 2021. Sementara jumlah dana yang NetEase kucurkan untuk divisi R&D naik hingga lebih dari tiga kali lipat, hanya dalam waktu lima tahun.

NetEase menyalurkan dana R&D pada beberapa studio game AAA mereka dan juga Fuxi AI Lab. Belum lama ini, Fuxi AI Lab berhasil membuat teknik deep learning yang dinamai MeInGame. Teknik ini dapat menciptakan wajah karakter 3D berdasarkan foto seseorang di dunia nyata.

Perusahaan game lain yang juga peduli akan divisi R&D adalah Nexon. Pada 2017, perusahaan itu menghabiskan 3,4% dari total pemasukan mereka untuk riset dan pengembangan. Pada 2021, persentase dari pemasukan yang Nexon kucurkan untuk divisi R&D naik hampir dua kali lipat, menjadi 7,6% dari total pemasukan perusahaan.

Penggunaan Hardware Game di Industri Lain

Developer game akan selalu berusaha untuk memberikan pengalaman bermain yang lebih baik. Karena itu, mereka tidak segan untuk mengadopsi teknologi baru. Tidak jarang, perusahaan game mengintegrasikan teknologi dari bidang lain ke dalam game, seperti Virtual Reality atau Augmented Reality. Teknologi lain yang perusahaan game adopsi dari industri lain adalah cloud, yang digunakan untuk cloud gaming.

Karena perusahaan-perusahaan game menggunakan teknologi dari industri lain, perkembangan teknologi akan selalu menguntungkan industri game. Tapi, perkembangan teknologi di bidang game juga bisa digunakan untuk mengembangkan industri non-gaming. Salah satunya, hardware. Seperti yang disebutkan oleh Niko Partners, pada tahun 1990-an, industri GPU mengalami perkembangan pesat berkat perkembangan industri game, yang mendorong permintaan akan GPU.

GeForce 256 yang dirilis pada 1999. | Sumber: Wikipedia

Faktanya, Sony menjadi perusahaan pertama yang menggunakan istilah "GPU". Ketika itu, istilah GPU yang Sony gunakan mengacu pada kartu grafis buatan Toshiba yang digunakan pada konsol PlayStation. Setelah itu, penggunaan istilah GPU dipopulerkan oleh NVIDIA pada 1999. Sekarang, GPU merupakan bagian penting dari PC Gaming.

Dalam satu dekade terakhir, GPU yang didesain untuk game mulai digunakan untuk berbagai produk non-gaming, termasuk self-driving car dan PC untuk menambang cryptocurrency.

GPU untuk gaming begitu populer di kalangan para penambang cryptocurrency sehingga sempat muncul kelangkaan, yang membuat harga GPU gaming meroket. Selain itu, gaming chip juga pernah digunakan untuk supercomputer.

Ialah CELL processor. Pada awalnya, chip buatan Sony, IBM, dan Toshiba itu dibuat untuk digunakan pada konsol PlayStation 3. Namun, chip itu begitu powerful sehingga ia digunakan untuk IBM Roadrunner, supercomputer yang paling mumpuni di eranya. Tak berhenti sampai di situ, United States Air Force Research Laboratory juga pernah menggunakan 1.700 unit PlayStation 3 -- yang dinamai "Condor Cluster" -- untuk menganalisa gambar satelit beresolusi tinggi di 2010.

Game Engine Digunakan untuk Membuat Film

Teknologi game yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan di luar industri game tidak terbatas pada hardware saja, tapi juga software. Sesuai namanya, game engine awalnya dibuat untuk mengembangkan game. Namun, sekarang, game engine juga digunakan untuk berbagai hal lain, termasuk membuat film. Contohnya, Unreal Engine.

Unreal Engine buatan Epic Games kini tidak hanya digunakan oleh para developer game, game engine itu kini juga digunakan untuk membuat film dan seri TV.

Beberapa film dan seri TV populer yang menggunakan Unreal Engine antara lain Star Wars: The Rise of Skywalker, The Mandalorian, Game of Thrones, dan Westworld. Selain di industri film, Unreal juga digunakan oleh perusahaan manufaktur.

Perusahaan manufaktur menggunakan teknologi "digital twins" pada Unreal Engine untuk membuat representasi virtual dari sistem yang ada di dunia nyata. Keadaan representasi virtual ini akan berubah secara real-time. Dengan begitu, perusahaan manufaktur bisa memanfaatkan teknologi digital twins untuk melakukan pengujian dan perencanaan jangka panjang.

Perusahaan asal Beijing, 51World, menciptakan versi digital dari Shanghai. Sama seperti kota aslinya, Shanghai digital ini memiliki luas 3.750 kilometer persegi dan ditinggali oleh 26 juta warga. Tujuan 51World membuat kota Shanghai digital tersebut adalah untuk membantu perencana tata kota dan para teknisi untuk merancang layanan umum baru atau memperbaiki layanan umum yang telah ada. Selain itu, kota digital ini juga bisa digunakan untuk meminimalisir masalah lalu lintas, seperti kemacetan.

Controller Game Dorong Perkembangan Teknologi untuk Penyandang Disabilitas

Selain hardware dan software, perkembangan teknologi controller game juga memberikan keuntungan pada komunitas non-gaming, khususnya orang-orang dengan disabilitas. Sejak 2018, Microsoft terus mengembangkan Xbox Adaptive Controller (XAC).

Keberadaan perangkat ini memudahkan gamers PC dan Xbox dengan disabilitas untuk bermain game. Pasalnya, XAC dilengkapi dengan teknologi untuk membantu pemain terkait pendengaran, penglihatan, gerakan, dan bahkan kognitif.

Teknologi pada XAC juga bisa digunakan oleh pengguna Linux. Tak berhenti sampai di situ, teknologi yang dikembangkan oleh Microsoft juga digunakan di bidang non-gaming, seperti software pemungutan suara di Amerika Serikat.

Xbox Adaptive Controller dari Microsoft.

Kemajuan teknologi untuk penyandang disabilitas tidak hanya akan menguntungkan komunitas itu, tapi juga industri game secara umum. Pasalnya, memudahkan akses game ke penyandang diasbilitas tidak hanya akan membuat industri game menjadi lebih inklusif, tapi juga menambah jumlah gamers dan meningkatkan total pemasukan dari industri game.

Selain membuat XAC, Microsoft juga memperkenalkan Xbox Accessibility guidelines, yang berfungsi untuk menstandarisasi solusi akan berbagai masalah terkait accessibility di industri game.