Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022. Pada 2 Maret 2022, Wakil Perdana Menteri Ukraina, Mykhailo Fedorov membuat surat yang ditujukan pada pelaku industri game. Dalam surat itu, dia meminta perusahaan-perusahaan game berhenti beroperasi di Rusia dan Belarus. Selain itu, dia juga berharap, tim-tim asal Rusia dan Belarus dilarang untuk berpartisipasi di kompetisi esports.
“Kami yakin, tindakan itu akan mendorong masyarakat Rusia untuk menyetop agresi militer yang dilakukan oleh pemerintah Rusia,” kata Fedorov, dikutip dari Financial Time. Satu minggu setelah surat itu dirilis, sejumlah perusahaan game mengumumkan bahwa mereka akan berhenti menjual game dan layanan mereka di Rusia. Sebagian perusahaan game juga menyertakan Belarus. Sementara perusahaan esports melarang tim-tim Rusia dan Belarus untuk ikut serta dalam kompetisi esports.
Daftar Perusahaan Game yang Berhenti Beroperasi di Rusia
Salah satu perusahaan game yang memutuskan untuk berhenti menjual game di Rusia dan Belarus adalah CD Projekt Red. Mereka mengatakan, mereka akan bekerja sama dengan rekan-rekan mereka untuk menghentikan penjualan digital dan distribusik fisik dari produk-produk buatan CD Projekt Group. Selain itu, mereka juga memastikan bahwa platform GOG tidak lagi mendistribusikan game-game mereka, seperti Cyberpunk 2077 dan The Witcher 3: Wild Hunt.
Padahal, Rusia dan Belarus memberikan kontribusi sebesar 5,4% dari total pemasukan CD Projekt. Mereka pernah mengungkapkan hal itu pada investor. Sementara itu, penjualan game dari GOG memberikan kontribusi sebesar 3,7% dari total pemasukan CD Projekt selama 12 bulan terakhir. Meskipun begitu, CD Projekt bersikeras untuk mendukung Ukraina.
Selain CD Projekt, Electronic Arts menjadi perusahaan game lain yang mendukung Ukraina. Bentuk dukungan dari EA adalah pemberhentian penjualan game, konten in-game, serta penjualan mata uang dalam game via Origin dan aplikasi EA untuk kawasan Rusia dan Belarus. Selain itu, mereka juga akan bekerja sama dengan platform digital lain untuk memastikan game-game mereka tidak bisa diakses oleh gamers di Rusia dan Belarus. EA mengungkap, penangguhan penjualan game mereka di Rusia dan Belarus akan terus berlanjut selama konflik antara Rusia dan Ukraina masih belum selesai.
Tak berhenti sampai di situ, Take-Two Interactive dan Ubisoft pun mengumumkan bahwa mereka akan berhenti menjual game dan layanan mereka di Rusia. Ubisoft mengungkap hal itu melalui blog mereka. Mereka mengatakan, “Setelah melihat tragedi yang terjadi di Ukraina, kami memutuskan untuk menghentikan penjualan game-game kami di Rusia.”
Sementara itu, pada PC Gamer, Vice President of Corporate Communication, Take-Two Interactive, Alan Lewis berkata, “Kami memperhatikan segala sesuatu yang terjadi di Ukraina dengan rasa cemas dan sedih. Setelah pertimbangan matang, minggu lalu, kami memutuskan untuk menghentikan penjualan dan marketing support dari semua produk kami di Rusia dan Belarus.”
Setelah itu, Activision Blizzard juga mengumumkan bahwa mereka akan berhenti menjual game mereka di Rusia. Chief Operating Officer, Activision, Daniel Alegre mengatakan, Activision akan menyetop penjualan game untuk sementara ke gamers di Rusia. Selain itu, mereka juga akan menghentikan jual-beli microtransactions dalam game. Satu hari setelah Activision membuat pengumuman terkait hal itu, Epic Games membuat pengumuman bahwa mereka akan berhenti beroperasi di Rusia.
“Epic akan menghentikan transaksi jual-beli di game kami dengan Rusia. Hal ini merupakan respons kami atas invasi ke Ukraina,” tulis Epic Games, menurut laporan Engadget. “Kami tidak memblokir akses ke game-game kami karena kami percaya, akses ke alat komunikasi harus tetap aktif; semua lini komunikasi harus tetap dibuka secara bebas.” Satu hal yang membedakan keputusan Activision dan Epic Games dengan CD Projekt, EA, Take-Two, dan Ubisoft adalah baik Activision dan Epic tidak menghentikan transaksi atau penjualan game di Belarus.
Tak hanya perusahaan game, perusahaan pembuat konsol seperti Nintendo dan Sony pun ikut berhenti menjual produk mereka di Rusia. Juru bicara Sony mengatakan, mereka telah membatalkan pengiriman konsol dan software ke Rusia. Salah satu game yang batal didistribusikan ke Rusia adalah Gran Turismo 7. Tak hanya itu, gamers di Rusia juga tidak akan bisa mengakses PlayStation Store, menurut laporan CNBC.
Nintendo juga melakukan hal yang sama dengan Sony. Mereka memutuskan untuk berhenti mengirimkan suplai produk ke Rusia. Alasannya adalah karena invasi Rusia ke Ukraina membuat proses pengiriman logistik dan penjualan produk fisik di Rusia menjadi tidak stabil. Selain itu, Nintendo juga memutuskan untuk menunda peluncuran Advance Wars 1+2: Re-Boot Camp, game strategi yang bertema militer.
Terakhir, Microsoft pun ikut menghentikan penjualan produk mereka di Rusia. Tidak terbatas pada game, mereka juga menutup akses ke produk mereka yang lain, seperti Windows, Office, dan Azure. Tentunya, hal ini bisa memberikan dampak buruk pada Rusia, mengingat banyak orang yang menggunakan teknologi buatan Microsoft dalam kehidupan mereka.
Tim Rusia Dilarang Ikut Dalam Kompetisi Esports
Sama seperti perusahaan game, penyelenggara turnamen esports juga ikut mendukung Ukraina dengan melarang tim-tim Rusia ikut serta dalam kompetisi yang mereka gelar. Salah satunya adalah ESL Gaming. Mereka melarang tim-tim yang memiliki hubungan dengan pemerintah Rusia untuk ikut serta dalam kompetisi Counter-Strike: Global Offensive, ESL Pro League. Dengan begitu, ada dua tim Rusia yang tidak dapat bertanding di liga tersebut, yaitu Virtus.pro dan Gambit. Padahal, keduanya merupakan finalis dalam Intel Extreme Masters XV – World Championship, yang diadakan pada tahun lalu.
Virtus.pro memprotes keputusan ESL. Mereka menganggap, apa yang mereka lakukan merupakan contoh nyata dari “cancel culture“. Mereka juga mengatakan, mereka akan membiarkan atlet-atlet mereka bertanding di ESL Pro League sebagai “The Bears”. Karena, ESL memang masih mengizinkan para pemain Rusia untuk bertanding di kompetisi mereka, asalkan mereka tidak bertanding di bawah bendera organisasi esports Rusia.
Addressing ESL Pro League statement on https://t.co/RghpmPyTHr. pic.twitter.com/sfNliB4rGU
— Virtus.pro (@virtuspro) March 4, 2022
Sebelum itu, Virtus.pro menceritakan, mereka juga dilarang untuk bertanding di GAMERS GALAXY: Dota 2 Invitational Series Dubai. Para pemain Virtus.pro hanya boleh ikut di kompetisi itu jika mereka tidak menggunakan jersey dan menggunakan nama dari orgnisasi atau membawa nama negara Rusia. Keputusan WePlay, penyelenggara GAMERS GALAXY, untuk melarang Virtus.pro tampil menjadi bukti bahwa walau mereka bukanlah afiliasi dari ESL, mereka punya prinsip yang sama. Dan mereka juga siap untuk mempertahankan keputusan yang mereka ambil.
Selain ESL dan WePlay, Electronic Arts juga melarang tim dan pemain Rusia dan Belarus untuk ikut serta dalam kompetisi profesional dari Apex Legends dan FIFA 22.
“Kami memutuskan untuk melarang Rusia dan Belarus ikut serta dalam program esports kami,” kata EA, lapor PC Gamer. “Keputusan kami langsung berlaku saat ini. Tim dan pemain dari Rusia dan Belarus tidak boleh ikut serta dalam Apex Legends Global Series dan EA Sports FIFA 22 Global Series.”
Tentu saja, sebagian orang memuji keputusan perusahaan-perusahaan game dan esports untuk mendukung Ukraina. Namun, sebagian orang juga skeptik: apakah perusahaan-perusahaan game dan esports mendukung Ukraina karena mereka memang ingin membantu? Atau mereka hanya ingin menjadikan invasi Ukraina oleh Rusia sebagai panggung promosi?
Satu hal yang pasti, industri game di Rusia memiliki nilai US$3,4 miliar, menjadikannya sebagai pasar game terbesar ke-15 di dunia, menurut data dari perusahaan analitik Newzoo dan IDG Consulting. Dan keputusan perusahaan game untuk tidak berbisnis di Rusia menunjukkan bahwa mereka paham, para gamers tidak hanya ingin game yang berkualitas dari developer dan publisher game. Mereka juga ingin perusahaan mengambil keputusan moral yang sesuai dengan kepercayaan dan prinsip mereka.
Sumber header: Pexels