God of War berhasil memenangkan penghargaan Game of The Year pada 2018. Tahun ini, penerus dari game tersebut diluncurkan, yaitu God of War: Ragnarok. Mengingat betapa populernya God of War, gamers tentu punya ekspektasi tinggi akan Ragnarok, yang dibuat oleh Santa Monica Studio tersebut. Dan tim yang bertanggung jawab atas Ragnarok menyadari hal itu.
Dalam video tentang proses pembuatan Ragnarok, Ariel Angelotti, Senior Producer for Narrative mengakui bahwa tim developer merasakan tekanan untuk memastikan bahwa Ragnarok akan menjadi game dengan kualitas yang tidak kalah dari pendahulunya, God of War.
Perkembangan Cerita dan Dunia yang Bisa Dijelajahi
God of War bercerita tentang perjalanan Kratos dan Atreus untuk memenuhi permintaan terakhir dari Faye, yaitu untuk menebar abunya dari puncak gunung tertinggi di Nine Realms. Dalam perjalanannya, Kratos dan Atreus menjadi lebih dekat sebagai ayah dan anak. Mereka juga bertemu dengan beberapa karakter menarik, seperti Freya, Mimir, dan Huldra bersaudara, Brok dan Sindri.
Ragnarok mengambil setting waktu beberapa tahun setelah God of War. Di sela jeda waktu tersebut, Kratos terus melatih Atreus. Hubungan keduanya pun menjadi semakin erat. Pemain akan bisa melihat kedekatan itu dalam adegan pembuka game.
“Adegan pembuka Ragnarok tidak memiliki banyak dialog. Tapi, Kratos dan Atreus memang sudah begitu saling memahami sehingga mereka tidak perlu berkomunikasi secara verbal untuk tahu apa yang dibutuhkan oleh satu sama lain,” kata Eric Williams, Game Director, God of War: Ragnarok, pada Inven Global.
Di Ragnarok, Atreus sudah berkembang menjadi seorang remaja. Dia juga sudah lebih memahami Kratos, sehingga dia tidak lagi perlu terus diperintah.
Pada saat yang sama, Atreus juga ingin mencari tahu tentang asal-usulnya sebagai Frost Giant. Pasalnya, di akhir God of War, dia tahu bahwa Faye, sang ibu, merupakan Frost Giant. Informasi lain yang dia dapatkan ketika dia berada di Jotunheim adalah di kalangan Frost Giant, dia dikenal dengan nama “Loki”.
Walaupun hubungan Kratos dan Atreus sudah lebih baik, kali ini, Kratos tidak bisa membantu anaknya. Sebagai gantinya, Kratos melatih Atreus agar dia tidak hanya lebih kuat, tapi juga dapat berpikir kritis.
“Namun, Atreus ingin mencari informasi tentang jati dirinya tanpa bantuan sang ayah. Sementara Kratos, dia tahu bahwa dia tidak bisa menjawab semua pertanyaan Atreus, tapi dia juga tidak mau kehilangan anaknya. Dia pun berusaha untuk memastikan Atreus tetap ada di bawah perlindungannya,” kata Williams.
Dia bercerita, walaupun Ragnarok mengambil setting dunia yang didasarkan pada mitologi, masalah yang dialami oleh Kratos dan Atreus merupakan masalah yang juga dialami oleh orang tua dan anak di dunia nyata.
Pada akhirnya, Williams bercerita, hubungan ayah-anak antara Kratos dan Atreus tetap menjadi salah satu fokus narasi di Ragnarok. “Tidak peduli berapa umur kita, kita akan selalu menjadi anak dari orang tua kita. Saat tumbuh besar, semua orang mengalami masalah serupa,” ujar Williams. Dia mengungkap, di Ragnarok, pemain akan melihat bagaimana hubungan antara Kratos dan Atreus — yang kini sudah menjadi remaja — akan kembali berubah.
Para pemain mengenal ras Dwarves melalui Brok dan Sindri di God of War. Di Ragnarok, gamers punya kesempatan untuk pergi ke dunia para Dwarves, Svartalfheim. Raf Grassetti, Art Director menjelaskan, timnya bekerja sama dengan semua departemen di Santa Monica Studio demi memastikan bahwa semua karakter yang tampil di Ragnarok memang sesuai dengan dunia God of War dan tidak terkesan out of place.
Grassetti menceritakan, Svartalfheim merupakan dunia dengan bioma yang beragam, mulai dari wetland sampai mountain spring. Selain itu, dunia ini juga penuh dengan mineral dan sumber daya yang penuh warna.
Sementara itu, Dela Longfish, Lead of Character Concept mengungkap, pakaian para Dwarves mencerminkan fakta bahwa mereka merupakan ras blacksmith. Tak berhenti sampai di sana, tim pengembang Ragnarok juga ingin memastikan bahwa tampilan Svartalfheim, mulai dari rumah para Dwarves sampai lingkungan hidup mereka, terlihat kohesif.
Elemen Combat Dorong Pemain Lebih Kreatif
Roberto Clemente, Senior Combat Animator percaya, elemen combat adalah bagian penting dari game yang bertema perang, seperti God of War: Ragnarok. Sementara Game Director, Eric Williams mengatakan, tim Santa Monica Studio ingin memberikan kesempatan pada pemain untuk bisa mengalahkan musuh yang ada dengan cara yang kreatif.
“Kami tidak ingin para pemain hanya memblokir serangan musuh dan menyerang balik,” kata Williams. “Tergantung dari gaya bermain para gamers, mereka bisa menyerang dengan agresif, atau mengamati musuh untuk mempelajari pola serangan mereka sebelum menyerang balik.”
Dia juga menyebutkan, Ragnarok memungkinkan pemain untuk membuat pola serangan baru. Dengan begitu, pemain bisa mencari gaya bertarung yang sesuai dengan playstyle mereka.
Untuk memperkaya jenis serangan Kratos, Clemente menjelaskan, mereka memberikan opsi penggunaan shield yang lebih banyak. Selain untuk memblokir serangan musuh, shield yang dibawa Kratos bisa digunakan untuk melakukan parry.
Stephen Oyarijivbie, Combat Designer menyebutkan, salah satu tantangan terbesar dalam pekerjaannya adalah menyeimbangkan elemen combat di game. Dia dan timnya harus memastikan bahwa musuh yang pemain temui cukup menyenangkan untuk dilawan — dan memberikan rasa kepuasan ketika pemain bisa mengalahkan mereka — tapi tidak terlalu sulit sehingga membuat pemain merasa frustasi.
“Setelah God of War, kami mendengarkan saran dari komunitas yang meinginginkan musuh yang lebih beragam,” kata Oyarijivbie. “Kali ini, kami mencoba untuk memberikan apa yang pemain inginkan.” Dia menjelaskan, di Ragnarok, Kratos akan berpetualang ke berbagai dunia di Nine Realms. Dan tim Santa Monica Studio mencoba untuk membuat musuh yang sesuai dengan masing-masing dunia.
Masalah yang Tim Produksi Temui Selama Pandemi
God of War: Ragnarok dibuat selama pandemi. Williams mengakui, hal ini menawarkan tantangan tersendiri. Salah satu masalah yang tim Santa Monica Studio temui adalah komunikasi.
Mengingat para staf bekerja dari rumah mereka masing-masing, miskomunikasi menjadi lebih sering terjadi. Dan masalah yang muncul akibat miskomunikasi menjadi lebih sulit untuk diselesaikan.
“Fakta bahwa kami tidak lagi makan siang bersama merupakan masalah yang lebih besar dari yang kami kira sebelumnya,” ungkap Williams. “Kami tidak hanya menghabiskan waktu makan siang untuk makan. Biasanya, kami akan berdiskusi, yang memunculkan berbagai ide hebat.”
Pada akhirnya, dia bercerita, tim Santa Monica Studio harus menciptakan lingkungan virtual demi bisa mengatasi berbasai masalah yang terjadi.
“Pengambilan motion capture untuk cinematic cutscenes merupakan masalah terbesar kami,” kata Williams. Alasannya, mereka kesulitan untuk mencocokkan jadwal tim Santa Monica Studio dan para aktor.
Senada dengan Williams, Jodie Kupsco, Supervising Dialogue Designer juga mengatakan bahwa pandemi menawarkan tantangan tersendiri. Karena pandemi, mau tidak mau, tim Santa Monica Studio harus menyesuaikan proses motion capture dan perekaman audio agar proses produksi Ragnarok tidak terhenti.
Ariel Angelotti, Senior Producer for Narrative menjelaskan, untuk membatasi jumlah aktor dan staf yang hadir saat proses motion capture, sebagian aktor harus memainkan lebih dari satu peran.
“Para aktor yang memainkan karakter utama di scene tertentu mungkin harus mengambil sebagai background character di scenes lain,” ujar Angelotti. Sistem ini digunakan dengan tujuan untuk membatasi jumlah orang yang datang ke studio. “Kami tidak ingin memotong narasi yang ingin kami sampaikan. Meskipun pandemi memberikan berbagai keterbatasan, tidak ada cinematic scenes yang kami ubah,” katanya.