9 August 2022

by Glenn Kaonang

Bagaimana Netra Merevolusi Industri Musik Lewat NFT

Hybrid.co.id mewawancarai Bryan Blanc, cofounder sekaligus COO dari Netra, platform NFT musik lokal dengan sistem royalty sharing yang unik

Tren NFT mendapat sambutan yang sangat baik di industri musik, terlihat dari banyaknya platform NFT musik yang beredar saat ini. Di Indonesia, kita punya platform bernama Netra yang sudah beroperasi sejak bulan Maret 2022. Seperti kebanyakan platform NFT musik lain, Netra juga punya ambisi untuk mendisrupsi industri musik melalui penggunaan teknologi blockchain dan NFT.

Buat yang kurang familier, Netra menawarkan premis yang sangat menarik bagi para penikmat musik: ketimbang sebatas menjadi pendengar setia, mereka juga dapat menunjukkan dukungan kepada artis favoritnya secara langsung dengan menjadi pemilik (co-owner) dari lagu-lagunya. Sebagai pemilik, mereka juga berkesempatan untuk mendapatkan royalti atau keuntungan dari pemutaran lagunya di platform streaming musik.

Bagi kalangan musisi, proposisi yang Netra tawarkan malah terkesan lebih menarik lagi, sebab mereka dapat menerima keuntungan secara langsung dari penjualan lagu-lagunya sebagai aset NFT.

Belum lama ini, saya berkesempatan untuk berbicara langsung dengan cofounder sekaligus COO Netra, Bryan Blanc, guna mengenal platform NFT musik Netra lebih dekat lagi. Ada banyak topik menarik yang kami bicarakan, mulai dari cerita awal terbentuknya Netra, sampai rencana-rencana ke depan Netra. Berikut ringkasan dari obrolan saya dan Bryan.

Netra berawal dari ide akan sebuah konser metaverse

Berdasarkan cerita Bryan, Netra pada awalnya tidak punya rencana sama sekali untuk menjual karya musik sebagai NFT. Bersama cofounder lain Netra sekaligus CEO-nya, Setiawan Winarto, Bryan punya ide untuk membangun sebuah konser metaverse dengan tujuan untuk membantu artis yang pekerjaannya benar-benar terdampak oleh pandemi COVID-19. Konser metaverse itu memang masih akan melibatkan NFT, tapi perannya tidak lebih dari sebatas merchandise.

Ini terjadi di bulan November 2021, sekitar lima bulan sebelum Netra resmi diluncurkan sebagai platform NFT musik. Ide ini tidak pernah terealisasi, sebab keduanya sama-sama masih ragu dengan kapabilitas teknologi metaverse yang ada saat ini. "Setelah dipikir-pikir, metaverse concert sebenarnya tidak bisa menggantikan experience yang ditawarkan konser asli, jadi hanya gimmick kalau menurut kami karena teknologinya untuk saat ini belum terlalu immersive," jelas Bryan.

Sebagai gantinya, Bryan dan Setiawan mengeksplorasi ide-ide untuk memecahkan permasalahan terbesar yang selama ini banyak dialami oleh para musisi, yakni perkara royalti. Bryan mengaku bahwa salah satu inspirasi terbesar Netra sebenarnya adalah Royal, platform NFT musik yang digagaskan oleh DJ/produser musik elektronik kenamaan asal Amerika Serikat, 3LAU.

Tampilan situs Royal, platform NFT musik yang menjadi salah satu inspirasi utama Netra / Royal

Didirikan pada Mei 2021, Royal merupakan salah satu platform NFT musik pertama yang memopulerkan mekanisme royalty sharing. Platform lain yang juga menjadi inspirasi Netra adalah Sound, tapi Bryan menegaskan bahwa mereka paling banyak belajar dari Royal, dan Netra pun juga ingin memperbaiki salah satu kekurangan terbesar Royal, yakni terkait keberadaan label rekaman sebagai middleman alias perantara.

Menurut Bryan, peran label rekaman di Royal masih sangat besar, sebab merekalah yang memublikasikan lagu ke platform streaming, dan mereka jugalah yang mendistribusikan royalti dari platform-platform tersebut. Netra di sisi lain justru memublikasikan lagunya sendiri ke platform streaming, dan royalti yang diterima juga langsung masuk ke kas Netra, sebelum akhirnya diteruskan ke artis dan para pemegang NFT.

Netra dan perannya mendisrupsi industri musik

Perlu dicatat, Netra bukanlah sebuah record label. Fungsi Netra sebenarnya lebih ke arah publishing, dan itu sangat berbeda karena yang memegang hak cipta atas lagu-lagu yang dipublikasikan adalah para artisnya itu sendiri. "Kita percaya bahwa masing-masing artis harus memiliki master rights mereka sendiri," jawab Bryan ketika saya tanya pendapatnya mengenai label rekaman dan persoalan hak cipta.

Bryan lanjut menjelaskan cara kerja label rekaman, yang pada umumnya menahan pembagian royalti ke artis sampai berhasil menyentuh nilai upfront fee yang disepakati dalam kontrak. "Kalau di sini kan what we're trying to disrupt actually adalah bagaimana caranya upfront fee itu bukan dari label. Jadi artis tetap saja bisa pegang their own master rights, tapi at the same time mereka juga dapat upfront fee. Tapi bukan dari label, melainkan langsung dari fansnya yang co-own the song."

Untuk sekarang, Netra memang belum membuka platformnya ke semua orang. Namun ke depannya, Netra punya visi menjadi platform yang bisa digunakan oleh siapapun untuk menjual lagu sebagai NFT. Bocoran dari Bryan, kira-kira di kuartal pertama atau kuartal kedua 2023, Netra akan membuka platformnya ke publik.

Deretan NFT musik di Netra sejauh ini masih didominasi karya musisi-musisi kenamaan / Netra

Bryan melihat ini sebagai fase kedua dari Netra. Di fase pertamanya ini, Bryan mengakui bahwa Netra memang masih sangat selektif karena mereka ingin para artis yang terlibat bisa menjadi contoh, sehingga tidak terlalu banyak 'noise' yang terjadi, seperti ketika Ghozali dulu tiba-tiba naik daun dan memicu publik untuk sekadar ikut-ikutan tren demi mencari cuan.

Bryan juga mengakui bahwa artis-artis yang dipilih di awal merupakan hasil dari koneksi yang dimiliki cofounder-nya (Setiawan), yang sudah melayani industri musik tanah air selama puluhan tahun lewat jaringan toko alat musiknya, Melodia. Meski demikian, Bryan mengatakan bahwa perlahan semakin banyak artis yang bergabung ke Netra karena mereka mulai sadar akan keuntungan yang bisa didapat, yakni peluang untuk memperoleh advance payment tanpa harus menunggu-nunggu terlebih dulu.

Kalau kita kunjungi situs Netra, di situ memang ada menu bertuliskan "Artist Sign up". Menurut Bryan, mereka memang punya tim khusus yang menyeleksi deretan artis yang ingin mendaftar dan bergabung dengan Netra (waitlist), tapi untuk sekarang daftar tersebut masih akan disimpan. Mendekati dibukanya platform NFT musik Netra ke publik nanti, artis-artis ini bakal jadi yang pertama yang mendapat kesempatan untuk menjual karyanya di Netra.

Potensi platform Netra bagi musisi indie

Tentu saja, pihak yang paling diuntungkan oleh rencana Netra untuk menjadi platform publik adalah kalangan musisi indie. Pasalnya, yang Netra tawarkan sebenarnya bukan sebatas lapak untuk menjual karya musik sebagai token yang tinggal selamanya di blockchain, melainkan juga kemudahan untuk memublikasikan karya musik ke lusinan platform streaming.

Menurut Bryan, Netra saat ini memublikasikan ke 30 platform streaming musik digital, dari yang terkenal-terkenal seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube Music, sampai ke yang mungkin baru Anda dengar namanya pertama kali macam Anghami dan Saavn. Bahkan TikTok maupun Instagram pun juga terhitung sebagai platform digital yang membayarkan royalti ke musisi — meski dengan mekanisme yang sedikit berbeda karena penghitungan royaltinya adalah berdasarkan per posting, bukan per stream.

Berbeda dari Royal, Netra memublikasikan lagunya sendiri ke platform streaming musik seperti Spotify / Spotify

Nah, proposisi menarik yang Netra tawarkan adalah, ketika seseorang menggunggah NFT musiknya ke Netra, maka di saat yang sama lagunya juga akan dipublikasikan ke 30 platform streaming tadi. Ini jelas berbeda dengan kondisi yang ada sekarang, yang mengharuskan artis untuk memakai jasa layanan distribusi macam TuneCore ataupun CDBaby guna merilis karya musiknya ke platform streaming.

Kendati demikian, baik artis maupun fans tetap harus memiliki ekspektasi yang realistis terkait royalti, apalagi mengingat tarif royalti itu berbeda-beda bukan hanya di tiap platform, melainkan juga di tiap negara. Bryan memang tidak menyebutkan angka yang spesifik, namun ia memastikan bahwa tarif royalti Spotify di Indonesia lebih kecil ketimbang di Amerika Serikat, sebab biaya berlangganan di sini memang lebih terjangkau. "Yang paling banyak itu Korea karena dia nggak ada free Spotify," terang Bryan.

NFT Netra sebagai aset investasi jangka panjang

Bicara soal royalti, Netra baru-baru ini sudah melaksanakan pembagian royalti pertamanya kepada artis dan para pemegang NFT. Bryan mengaku sempat mengalami kendala karena belum menerima data dari platform streaming secara lengkap. "Kadang ada beberapa streaming platform yang kasih datanya on-time, kadang ada yang kasih telat," jelas Bryan. Namun per 6 Agustus 2022 kemarin, semua pemegang NFT Netra sudah bisa mengklaim royalti yang didapatkan dari NFT musik yang mereka beli.

Langkah ini membuktikan keseriusan Netra untuk memperlakukan aset NFT-nya sebagai investasi jangka panjang ketimbang yang sifatnya spekulatif seperti NFT karya seni. Memang ada peluang untuk menjual NFT musik Netra di secondary market, namun pastinya flipping bukan satu-satunya cara untuk mendapatkan untung di sini.

Lebih lanjut, para pemegang NFT Netra juga berhak mendapatkan reward lain dalam bentuk Netra Transitory Token (NTT). Berdasarkan penjelasan Bryan, NTT adalah token sementara yang diberikan kepada para pemegang NFT Netra, yang nantinya dapat ditukar dengan token $NETRA setelah fase kedua dimulai. Token $NETRA ini punya peran sebagai governance token, dan mereka yang memiliki token $NETRA nantinya juga berhak mendapatkan sebagian dari pendapatan atau revenue yang dibukukan Netra sebagai platform.

Sebagai governance token, $NETRA juga akan memicu terbentuknya decentralized autonomous organization (DAO) Netra, yang salah satu perannya adalah menentukan ke mana arah Netra ke depannya, termasuk halnya mengkurasi deretan artis yang hendak bergabung dengan platform Netra.

Namun ketimbang memaksa para konsumennya berinvestasi, Netra juga membebaskan mereka untuk mengklaim NTT dan mengonversikannya menjadi USD Coin (USDC) saat ini juga. Tentu saja, jika mereka memutuskan untuk mengambil rute ini, maka mereka juga akan kehilangan kesempatan untuk terlibat dalam mekanisme revenue sharing Netra nantinya.

Strategi ke depan Netra

Melalui Instagram, Setiawan selaku CEO Netra baru-baru ini menjelaskan bahwa timnya aktif bekerja di belakang layar demi mengembangkan fitur-fitur baru untuk Netra. Menariknya, terkadang fitur-fitur tersebut datang tanpa dugaan, seperti misalnya fitur pembayaran menggunakan rupiah yang Netra luncurkan belum lama ini.

Bryan menjelaskan bahwa fitur ini sebenarnya tidak pernah ada dalam roadmap Netra, namun mereka memutuskan untuk mengimplementasikannya sebagai langkah darurat guna mengantisipasi anjloknya pasar crypto yang berkelanjutan. "Kami try to think bagaimana caranya artis bisa mendapatkan sustainable income, jadi nggak dari berapa terus tiba-tiba turun, dan agar fans juga mendapatkan harga yang pasti," ungkap Bryan ketika saya tanya apa yang menjadi alasan Netra memilih untuk melibatkan layanan fintech Web2.

NFT musik Netra kini dapat dibeli menggunakan rupiah dan metode pembayaran yang lebih tradisional / Netra

Bryan juga menambahkan bahwa permasalahan umum yang kerap dialami platform Web3 adalah perihal user experience, yang sering kali tidak sebaik yang platform Web2 hadirkan. "User sudah terbiasa dengan login dengan email dan lainnya, namun Web3 harus menggunakan wallet dan mengirim uang dari CEX, sesuatu yang baru bagi banyak orang. Banyak fans yang ingin membeli NFT artis favoritnya, tapi tidak mengerti caranya atau bahkan menyerah," jelas Bryan lebih lanjut.

Bryan percaya bahwa cara terbaik untuk meningkatkan pengadopsian Web3 secara massal adalah dengan mempermudah entry point, tapi dengan catatan ini tidak mengorbankan prinsip-prinsip yang menjadi keunggulan Web3, seperti misalnya kepemilikan penuh yang bersifat non-custodial.

Ini bukan pertama kalinya Netra menunjukkan kesigapannya dalam menghadapi kondisi yang menyulitkan. Saat saya tanya apa alasan Netra menggunakan blockchain Polygon, Bryan justru bercerita bahwa awalnya Netra dibangun di atas blockchainSolana. Namun seminggu sebelum peluncuran, mereka memutuskan untuk bermigrasi ke Polygon karena mereka menilai Solana belum terlalu reliabel saat itu. Ditambah lagi, Phantom yang menjadi wallet terpopuler Solana kala itu hanya tersedia di platform iOS, dan itu jelas akan mempengaruhi aksesibilitas Netra secara langsung.

Bryan memang masih enggan berbicara spesifik mengenai rencana-rencana Netra ke depannya, namun yang pasti Indonesia ibarat batu loncatan bagi Netra, sebab mereka juga punya ambisi untuk berekspansi ke ranah global. Bryan juga sempat bilang bahwa mereka sudah ada beberapa nama artis luar yang hendak Netra ajak kerja sama, namun ia menilai sekarang masih belum waktunya membahas itu secara mendetail.

Satu hal yang pasti, Netra percaya NFT musik merupakan suatu hal yang sangat krusial bagi ekosistem Web3, sebab ini merupakan pintu adopsi yang sangat terbuka lebar. "Semua orang mendengar lagu setiap hari dan hampir semua orang juga punya artis favorit. Dengan ini kami sangat optimis bahwa ke depannya NFT musik ini akan makin mainstream, ditandai dengan artis-artis papan atas yang mulai bergabung, dan fans yang ikut serta mendukung gerakan ini di Indonesia," tutup Bryan.