Seiring dengan semakin canggihnya teknologi artificial intelligence, semakin banyak juga cara untuk mengaplikasikan AI dalam bisnis, seperti penggunaan chatbot sebagai bagian dari customer service. Di industri game dan esports, AI juga memiliki berbagai kegunaan, misalnya untuk membuat strategi dan melatih para pemain. Tak berhenti sampai di situ, AI kini juga dapat bertanding di level yang sama dengan gamer profesional. DeepMind baru saja mengumumkan bahwa AI buatan mereka, AlphaStar, berhasil mencapai ranking Grandmaster dalam StarCraft II. Itu artinya, AI ini dapat mengalahkan 99,8 persen pemain game buatan Blizzard tersebut.
Ada tiga ras yang bisa Anda mainkan di StarCraft II, yaitu Terran, Protoss, dan Zerg. Karena itu, DeepMind melatih tiga jaringan syaraf yang berbeda untuk menguasai permainan tiga ras tersebut. Untuk melatih AlphaStar, DeepMind menggunakan database yang disediakan oleh Blizzard. Dari sini, sang AI belajar untuk mengambil keputusan dari para pemain terbaik. Setelah itu, DeepMind membuat AI tiruan dan mengadunya dengan satu sama lain. DeepMind juga membuat “exploiter agent” yang berfungsi untuk menemukan celah dalam strategi yang digunakan oleh AlphaStar. Pada Januari 2019, DeepMind mengumumkan, AlphaStar dapat mengalahkan pemain-pemain profesional terbaik dalam 10 pertandingan. Ketika itu, AI buatan DeepMind itu hanya kalah dari Grzegorz “MaNa” Komincz dalam pertandingan terakhir.
Satu hal yang menarik, DeepMind membatasi AlphaStar sehingga ia hanya bisa melihat bagian dari game yang memang bisa dilihat oleh gamer manusia. Tak hanya itu, AI ini juga dibatasi sehingga ia hanya dapat melakukan 22 action dalam lima detik, sama seperti yang dapat dilakukan manusia. AlphaStar adalah AI pertama yang bisa mencapai level Grandmaster, level tertinggi di StarCraft II. Sebelum ini, DeepMind — yang ada di bawah naungan Alphabet, perusahaan induk Google — juga membuat AI untuk bermain go. AI yang dinamai AlphaGo itu berhasil mengalahkan pemain Go profesional. Namun, StarCraft II memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dari board game seperti go. Dalam StarCraft II, yang menggunakan sistem real-time dan bukannya turn-based, seorang pemain harus mengumpulkan mineral untuk membangun markas, membuat unit pekerja, dan melakukan upgrade. Setiap saat, pemain memiliki 100 triliun triliun (10^26) keputusan yang bisa mereka ambil. Dampak dari keputusan yang mereka ambil juga tidak langsung terlihat, yang membuat game ini menjadi semakin rumit.
“Sepanjang sejarah, pencapaian pengembangan AI selalu ditandai dengan pencapaian dalam game. Sejak komputer bisa memahami go, catur, dan poker, StarCraft dianggap sebagai tantangan berikutnya,” kata David Silver, DeepMind Principle Research Scientist, seperti disebutkan oleh The Verge. “Game ini jauh lebih kompleks daripada catur, karena pemain mengendalikan ratusan unit sekaligus; lebih rumit dari go, karena ada 10^26 opsi dalam setiap gerakan; dan pemain memiliki informasi yang lebih sedikit daripada ketika bermain poker.”
Silver mengatakan, mereka mengembangkan AlphaStar bukan untuk menggantikan pemain esports profesional, tapi untuk membuat AI belajar untuk menyelesaikan permasalahan di dunia nyata. “Satu hal penting yang membuat kami tertarik dengan StarCraft adalah karena game ini memiliki masalah yang merepresentasikan masalah di dunia nyata,” kata Silver, dikutip dari BBC. “Kami melihat StarCraft sebagai benchmark untuk memahami cara kerja AI dan membuat AI yang lebih baik.” Dia mengatakan, teknologi yang mereka dapatkan dari pengembangan AlphaStar dapat digunakan dalam teknologi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari asisten virtual, robot, sampai mobil otonom, karena ketiga kegiatan ini memaksa AI untuk mengambil keputusan berdasarkan informasi yang tak lengkap.
Apa pendapat pemain profesional?
Menurut Raza “RazerBlader” Sekha, salah satu pemain StarCraft II terbaik di Inggris Raya, mengakui bahwa performa AlphaStar memang mengagumkan. Namun, dia melihat AI itu masih memiliki beberapa kelemahan. Opininya terbentuk setelah dia bertanding melawan AlphaStar sebagai Terran dan melihat permainan antara sang AI dengan pemain lain. “Ada satu game ketika seorang pemain menggunakan komposisi pasukan yang aneh, dia hanya menggunakan pasukan udara — dan AlphaStar tidak tahu cara mengatasi hal ini,” kata Sekha, dikutip dari BBC. “Sang AI gagal beradaptasi dan akhirnya harus menyerah kalah. Ini menarik karena pemain yang baik biasanya memiliki gaya bermain standar, sementara pemain yang lebih lemah justru memiliki gaya permainan yang tidak biasa.”
Sementara Joshua “RiSky” Hayward, pemain terbaik di Inggris Raya, tidak mendapatkan kesempatan untuk melawan AlphaStar. Namun, dia memerhatikan pertandingan sang AI sebagai Zerg. Dia mengatakan, AlphaStar memiliki gaya bertarung yang unik sebagai seorang Grandmaster. “Ia tak membuat keputusan yang paling efisien,” ujarnya. “Tapi, ia dapat mengeksekusi strateginya dan melakukan beberapa hal dalam satu waktu, sehingga ia bisa mendapatkan ranking cukup tinggi.”