Dark
Light

4 Potensi Penggunaan Kecerdasan Buatan di Industri Esports

2 mins read
May 15, 2019
Dota 2

Esports adalah industri besar yang masih terus tumbuh di seluruh dunia. Dalam perkembangannya, ekosistem ini berkembang dari kegiatan kompetitif yang sederhana di akar rumput menjadi sebuah industri kompleks yang menghubungkan unsur kepribadian manusia, hiburan, dan teknologi. Penggunaan teknologi, terutama, telah mengubah bagaimana esports bekerja, misalnya dari cara penyajian siaran, penciptaan jenis konten hiburan baru, hingga mekanisme game yang digunakan dalam esports itu sendiri.

Kecerdasan buatan atau AI juga punya peran dalam mengubah bagaimana industri esports bekerja. Disadur dari Venture Beat, baru-baru ini Berk Ozer yang merupakan co-founder perusahaan startup FalconAI membagikan pemikirannya tentang aspek-aspek esports yang bisa didukung oleh teknologi kecerdasan buatan. Setidaknya ada empat aspek di mana esports dan AI saling berkaitan erat. Berikut penjelasannya.

Penciptaan strategi permainan

Esports umumnya adalah kompetisi yang menggunakan game dengan sistem permainan kompleks. Dota 2 misalnya, memiliki ribuan bahkan mungkin jutaan kemungkinan strategi yang dapat diterapkan untuk memenangkan pertandingan. Memanfaatkan platform-platform analitik, AI dapat menganalisis data dari sejumlah besar pertandingan, kemudian menghasilkan saran tentang cara menyerang atau bertahan yang lebih baik. FalconAI sendiri memiliki produk yang dirancang khusus untuk tujuan ini, yang bernama SenpAI.

Dalam game seperti Counter-Strike: Global Offensive misalnya, di mana pengambilan keputusan krusial harus terjadi secara cepat, AI dapat mengajari para pemain posisi-posisi bersembunyi yang menguntungkan, atau menciptakan formasi permainan yang lebih kuat dan sulit dipatahkan. Hal-hal seperti ini bisa juga muncul dari hasil analisis pelatih manusia, tapi AI memiliki kelebihan karena semua saran yang diberikan selalu berdasarkan data.

Game kompetitif sebagai sarana training

Hubungan antara AI dan esports bukan hanya satu arah, tapi dua arah yang saling menguntungkan. Di satu sisi AI dapat menganalisa pertandingan esports kemudian memprediksi strategi yang lebih baik, di sisi lain esports justru merupakan tempat yang sangat ideal untuk mengetes AI, membandingkan performanya dengan manusia, dan mencari titik lemah untuk diperbaiki.

Raia Hadsell, programmer senior dari DeepMind, pernah berkata bahwa video game adalah “sebuah mikrokosmos dari keahlian manusia”, karena video game punya isi yang sangat beragam dan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya manusia. Developer dapat menggunakan video game—dari yang simpel sampai sangat kompleks—untuk melakukan training terhadap mesin AI dan meningkatkan performanya. Jadi jangan heran bila kita sering mendengar berita tentang adanya AI yang dipertandingkan melawan pemain-pemain Dota 2 profesional. Hasil dari pertandingan-pertandingan itu nantinya menjadi data training baru yang akan membuat si AI lebih pintar.

Meningkatkan kualitas game dan monetisasi

Dewasa ini, jumlah game yang beredar di seluruh dunia sudah sangat banyak. Sisi jeleknya, seorang konsumen bisa kebingungan mencari game yang cocok untuk ia beli karena terlalu banyak pilihan. Fenomena seperti ini disebut sebagai choice paralysis. Memanfaatkan kecerdasan buatan, platform penjualan game dapat memberi rekomendasi tentang game apa yang cocok untuk setiap konsumen, dan meningkatkan kemungkinan konsumen melakukan pembelian.

Kebanyakan game yang digunakan dalam esports juga memiliki karakteristik live service. Artinya konsumen tidak hanya membeli game sekali lalu memainkannya sampai tamat, tapi memainkan game itu untuk waktu yang lama (bahkan hingga bertahun-tahun) dan dalam perjalanannya terus melakukan pembelian lewat transaksi mikro. AI bisa dilatih untuk menemukan fitur-fitur terbaik/terpopuler dalam suatu game, kemudian membantu developer mengembangkan fitur yang dapat membuat konsumen tertarik untuk memainkannya lebih lama.

Membantu customer service

Model bisnis game era modern yang berwujud live service artinya para gamer bukan lagi hanya merupakan penggemar, tapi juga berperan sebagai pelanggan yang akan berinteraksi dalam jangka panjang. Perusahaan, baik itu developer dan penerbit game ataupun organisasi esports, akan butuh cara yang efektif untuk berkomunikasi dengan para penggemar ini.

AI yang dapat memahami ucapan manusia—entah berwujud verbal atau tertulis—dapat menjadi pengganti customer service dan membantu konsumen menjawab masalah-masalah umum. Untuk masalah-masalah teknis atau spesifik memang mungkin tetap akan dibutuhkan tenaga customer service manusia, tapi setidaknya dengan sistem ini mereka tidak perlu repot menangani masalah yang sebetulnya sudah sangat umum terjadi. Media-media sosial kini juga sudah mulai mengintegrasikan chat bot ke dalam platform mereka, jadi penggunaan AI ini akan semakin lazim di masa depan.

Teknologi AI telah berkembang sangat pesat dalam beberapa waktu terakhir. Meskipun Raia Hadsell sendiri berkata bahwa sebetulnya saat ini kita belum bisa mengembangkan “true artificial intelligence”, progres yang dicapai sudah besar besar hingga dapat diterapkan untuk mempengaruhi kehidupan kita. Hanya soal waktu sampai AI menjadi bagian terintegrasi dari segala macam industri, dan esports bukan pengecualian.

Sumber: Venture Beat

Previous Story

[Review] Plantronics BackBeat Fit 2100: Musik Saat Olahraga Tanpa Kendur

Sebagai "discovery platform", Traveloka memiliki vertikal bisnis transportasi, akomodasi, dan "experience"
Next Story

Traveloka Perkuat Vertikal Bisnis, Fokus Hadirkan Layanan Transportasi Darat

Latest from Blog

Don't Miss

Valve Buat Regulasi Baru di CS:GO, Apa Dampaknya ke Ekosistem Esports?

Selama bertahun-tahun, Valve jarang turun tangan untuk menentukan arah perkembangan
Dota 2 10th anniversary

Rayakan 10 Tahun, Dota 2 Rilis Seri Kosmetik Ikonik Sepanjang Sejarah

Setelah dinantikan sekian lama, Dota 2 akhirnya merilis update untuk