Alasan Meta Rilis Threads, Pesaing Twitter

Melihat kondisi Twitter yang labil di bawah Elon Musk, Meta melihat kesempatan untuk membuat platform baru

Elon Musk resmi membeli Twitter seharga US$44 miliar pada Oktober 2022, setelah beberapa bulan yang penuh drama. Hal pertama yang Musk lakukan setelah proses akuisisi selesai adalah memecah beberapa eksekutif C-level Twitter, termasuk CEO Parag Agrawal, CFO Ned Segal, CCO Sarah Personette, Penasihat Umum, Sean Edgett, dan bahkan Kepala Bagian Hukum dan Kebijakan, Vijaya Gadde.

Setelah proses akuisisi selesai pun, drama di Twitter belum berakhir. Musk membuat pernyataan atau keputusan yang kontroversial. Contohnya, Musk pernah melabeli National Public Radio (NPR), lembaga media nirlaba asal Amerika Serikat, sebagai media propaganda pemerintah. Pada awal Juli 2023, Musk juga sempat mencoba untuk membatasi cuitan yang bisa dibaca oleh pengguna.

Meta Platforms, perusahaan induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp, melihat drama di Twitter sebagai kesempatan untuk meluncurkan media sosial baru sebagai alternatif dari media sosial dengan logo burung biru itu. Dan pada Juli 2023, Meta merilis Threads.

Hanya dalam waktu satu jam setelah diluncurkan, Threads berhasil mendapatkan lima juta pengguna. Dan dalam waktu kurang dari sehari, jumlah pengguna Threads menembus lebih dari 30 juta orang. Threads pun menjadi media sosial dengan pertumbuhan paling pesat.

Melihat hal itu, tentu saja, Twitter tidak diam begitu saja. Satu hari setelah Threads dirilis, pada 6 Juli 2023, pengacara Twitter, Alex Spiro mengirimkan surat pada CEO Meta, Mark Zuckerberg. Dalam surat itu, Spiro mengatakan bahwa Twitter akan menuntut Meta.

Tuduhan Twitter atas Meta

Dalam surat yang dikirim kepada Zuckerberg, Spiro menuduh bahwa Meta mempekerjakan pegawai mantan Twitter, yang diklaim tahu tentang cara kerja dan informasi rahasia di Twitter. Lebih lanjut, Spiro mengatakan, Twitter akan mempertahankan hak atas Intellectual Property mereka dan akan menuntut Meta untuk berhenti menggunakan "trade secrets" alias rahasia dagang Twitter.

Namun, melalui Threads, juru bicara Meta, Andy Stone membantah tuduhan Spiro. Dia berkata, "Tidak ada satupun mantan pegawai Twitter di tim engineering Threads." Senada dengan Stone, mantan pegawai senior Twitter juga mengungkap bahwa tidak ada mantan pekerja Twitter yang masuk ke Threads atau Meta.

Tampilan Threads. | Sumber: BBC

Walau Threads memiliki antarmuka yang mirip dengan Twitter, keduanya tetap berbeda. Ada beberapa fitur Twitter yang tidak dimiliki oleh Threads, seperti fitur search dan juga direct messages. Sementara itu, dari segi hukum, ahli hukum intellectual property asal Stanford, Mark Lemley mengungkap bahwa jika Twitter ingin menuntut Meta, mereka harus punya bukti yang lebih kuat akan pencurian informasi rahasia perusahaan.

"Mempekerjakan mantan pegawai Twitter, yang memang sudah dipecat atau mengundurkan diri, serta fakta bahwa Facebook membuat media sosial yang serupa Twitter, dua hal ini tidak cukup untuk mendukung pernyataan Twitter," kata Lemley pada Reuters.

Sementara itu, Jeanne Fromer, dosen di New York University, mengatakan bahwa dalam kasus sebuah perusahaan menuduh perusahaan lain telah mencuri informasi rahasia, penuduh memang sudah berusaha untuk menyembunyikan informasi tersebut. Karena itu, biasanya, kasus pencurian informasi rahasia perusahaan melibatkan peretasan atau pembobolan sistem keamanan siber yang perusahaan buat.

Awal Mula Threads

Meta sebenarnya sudah punya rencana untuk merilis aplikasi serupa Twitter sejak beberapa bulan lalu. Katalis yang mendorong Meta untuk meluncurkan Threads di awal Juli adalah keputusan Musk untuk membatasi jumlah tweet yang pengguna bisa lihat per hari.

Twitter mengalami banyak perubahan sejak Musk membeli media sosial tersebut. Head of Instagram, Adam Mosseri mengatakan, perilaku Musk yang sulit untuk ditebak membuka celah bagi Meta untuk menyediakan media sosial alternatif dari Twitter. Threads, ungkap Mosseri, didesain untuk menjadi platform "diskusi publik", sama seperti Twitter.

Head of Instagram, Adam Mosseri. | Sumber: NBC News

Meta percaya, Threads akan dicoba oleh puluhan juta orang hanya dalam waktu beberapa bulan setelah peluncuran. Meskipun begitu, Mosseri tetap merasa bahwa keputusan Meta untuk meluncurkan Threads sebagai aplikasi terpisah merupakan "keputusan berisiko".

Mosseri bercerita, Meta tidak serta-merta memutuskan untuk menjadikan Threads sebagai aplikasi mandiri. Pada awalnya, muncul debat internal tentang wujud Threads.

"Threads bisa hadir di feed Instagram, atau di tab baru, atau sebagai aplikasi yang berdiri terpisah," kata Mosseri pada The Verge. Namun, dia merasa, sistem komentar yang digunakan di Instagram dianggap tidak kondusif untuk diskusi umum, berbeda dengan Twitter yang menggunakan sistem tweets dan replies.

Model komentar di Instagram. | Sumber: Yoors

Mosseri mengaku, pengguna Instagram sebenarnya sudah membuat konten teks di media sosial itu. Namun, konten dalam bentuk teks tidak mendapatkan dukungan yang optimal. Lebih lanjut, Mosseri menjelaskan, alasan mengapa Meta tidak menghadirkan Threads sebagai tab di Instsagram adalah karena mereka tidak mau membuat Instagram menjadi terlalu penuh.

"Instagram sudah cukup kompleks sekarang," ujar Mosseri. "Kami justru sedang berusaha untuk menyederhanakan Instagram. Jadi, memasukkan Threads justru berkebalikan dari apa y ang sedang kami ingin lakukan."

Strategi Monetisasi dan Masalah Privasi

Sama seperti Twitter, Threads juga punya batas karakter maksimal, yaitu 500 karakter. Selain itu, pengguna juga bisa memasukkan foto dan video dengan durasi maksimal lima menit. Saat ini, Threads belum menampilkan iklan. Mosseri mengungkap, Meta baru akan memikirkan monetisasi Threads setelah platform itu mendapatkan pengguna dalam jumlah yang cukup banyak.

Sekarang, Threads juga belum menawarkan sistem verifikasi berbayar. Tapi, pengguna yang sudah mendapatkan blue checks di Instagram akan otomatis menjadi pengguna terverifikasi di Threads.

Untuk menggunakan Threads, Anda harus menggunakan akun Instagram. Namun, Mosseri mengungkap, apa yang terjadi pada akun Threads seseorang tidak akan mempengaruhi akun Instagramnya. Walau tetap, ada beberapa pengecualian, seperti ketika pengguna mengunggah konten pornografi anak.

Anda harus menggunakan akun Instagram untuk membuat akun Threads. | Sumber: Mashable

Walau Threads sukses untuk menarik 10 juta pengguna dalam waktu 7 jam, peluncuran aplikasi ini tidak sepenuhnya mulus. Pasalnya, para pengguna sadar bahwa akun Threads hanya bisa dihapus dengan menghapus akun Instagram. Memang, dalam Supplemental Privacy Policy, Meta menulis, "Anda bisa menonaktifkan profil Threads kapanpun Anda mau. Tapi, Anda hanya bisa menghapus profil Threads dengan menghapus akun Instagram Anda."

Begitu informasi itu tersebar, para pengguna pun protes. Mosseri lalu mengklarifikasi tentang cara untuk menghapus akun Threads. Dia menjelaskan, pengguna bisa menonaktifkan akun Threads mereka demi menyembunyikan profil dan konten yang sudah mereka unggah.

Selain itu, pengguna juga bisa membuat profil mereka di Threads tidak bisa dilihat orang lain. Mereka juga bisa menghapus konten yang telah mereka unggah ke Threads satu per satu, tanpa harus khawatir hal ini akan menghapus akun Instagram mereka.

Menghapus akun Threads akan menghapus akun Instagram. | Sumber: Business Insider

Sayangnya, sekarang, akun Threads memang terhubung dengan akun Instagram. Alhasil, jika pengguna menghapus Threads, maka akun Instagram mereka pun akan lenyap. Begitu juga sebaliknya. Kabar baiknya, Mosseri mengungkap, Meta akan berusaha untuk menyediakan cara agar pengguna bisa menghapus akun Threads secara terpisah, sehingga akun Instagram pengguna tidak ikut terhapus, menurut laporan TechCrunch.

Definisi Sukses Threads

Di sektor media sosial, Meta sangat sukses dengan Facebook dan Instagram. Namun, Mosseri percaya, kesuksesan itu bukan jaminan bahwa mereka juga akan sukses dengan Threads. Dia merasa, baik Musk maupun Twitter tidak bisa diremehkan. Dirilis pada 2006, Twitter kini sudah punya komunitas yang kuat.

Mosseri juga merasa, keputusan sejumlah brands untuk berhenti memasang iklan di Twitter tampaknya tidak merusak tingkat engagement di media sosial tersebut. Sebaliknya, dia menganggap, hal itu justru bisa membantu Twitter dalam jangka panjang.

Pengiklan sempat berhenti memasang iklan di Twitter. | Sumber: Blaze

"Setiap kali Anda membuat aplikasi dari nol, kemungkinan aplikasi itu gagal selalu lebih besar daripada kemungkinan sukses," kata Mosseri terkait Threads. Meskipun begitu, dia mengaku, kondisi Twitter yang tidak stabil memang merupakan kesempatan bagi Meta. "Orang-orang tertarik untuk mencari platform baru yang bisa mereka gunakan untuk mengadakan diskusi terbuka."

Mosseri menyebutkan, walau Twitter sudah punya komunitas yang kuat, Instagram juga punya komunitas kreator. "Kami merasa, tidak ada salahnya jika kami mencoba beberapa ide dengan tim kecil," katanya. "Dan setelah kami tahu arah yang ingin kami tuju, kami memutuskan untuk merealisasikan ide itu dan lihat apa yang akan terjadi."

Saat ditanya apakah kesuksesan Threads berarti kematian Twitter, Mosseri membantah. Selama ini, dia mengungkap, telah terbukti bahwa satu kategori media sosial bisa diisi oleh beberapa platform sekaligus. Dan hal ini justru akan memunculkan kompetisi di antara platform tersebut.

"Secara global, ada beberapa platform media sosial besar yang menawarkan fitur serupa, berupa kombinasi dari pesan, stories, dan feeds," ungkap Mosseri. "Contohnya, Brasil. Di Brasil, Instagram sangat populer, begitu juga dengan WhatsApp Status. Keduanya sangat populer dalam dua tahun terakhir. Padahal, dua aplikasi itu sudah sama-sama besar."

Facebook, Instagram, dan WhatsApp punya pasar masing-masing. | Sumber: Mint

Mosseri percaya, di masa depan, Twitter akan bertahan. Menurutnya, Threads akan sukses jika mereka berhasil membangun komunitas yang ramai, khususnya para kreator konten. Karena, di platform yang menawarkan ruang terbuka untuk berdiskusi, sebagian besar konten akan dibuat oleh para kreator konten, yang jumlahnya tidak banyak.

"Kami ingin membangun komunitas kreator yang beragam dan punya dampak pada budaya secara umum," ujar Mosseri. Dia tidak memungkiri, jika Threads digunakan oleh banyak orang, hal itu merupakan kesuksesan tersendiri. Tapi, Meta ingin agar Threads bisa relevan secara budaya dan dapat mengubah pandangan serta opini banyak orang.

Threads diluncurkan langsung di lebih dari 100 negara, termasuk Amerika Serikat. Namun, media sosial terbaru Meta ini tidak dirilis di negara-negara Uni Eropa. Ketika ditanya tentang hal ini, Mosseri mengaku bahwa regulasi yang Uni Eropa akan terapkan tahun depan cukup rumit. Jadi, Meta ingin memastikan bahwa Threads sudah sesuai dengan regulasi yang Uni Eropa tetapkan di masa depan. Mosseri meyakinkan, Threads akan dirilis di Uni Eropa. Namun, Meta membutuhkan waktu ekstra untuk memenuhi hal itu.

Masa Depan Threads

Pada Januari 2018, World Wide Web Consortium (W3C) merilis ActivityPub, protokol media sosial terdesentralisasi yang didasarkan pada format data ActivityStream 2.0. Diklaim, ActivityPub merupakan standar baru yang tidak hanya lebih terbuka, tapi juga lebih mengutaman para pengguna. Mosseri mengungkap, Meta berencana untuk mengintegrasikan ActivityPub ke Threads. Namun, untuk itu, mereka membutuhkan waktu beberapa bulan.

Mosseri mengatakan, alasan mengapa Meta tertarik untuk mengintegrasikan ActivityPub ke Threads adalah karena mereka percaya, di masa depan, netizens akan lebih suka dengan sistem yang terbuka. Dia mengaku, tren ini memang akan mempersulit platform yang sudah terlanjur besar. Tapi, sekarang, pengguna semakin sadar akan keuntungan dan bahaya dari media sosial. Karena itulah, mereka akan menuntut para platform untuk memberikan yang terbaik.

"Contohnya, kreator konten," ujar Mosseri. "Mereka menggunakan banyak platform. Dan kini, kreator jarang fokus sepenuhnya pada satu platform. Karena, mereka tidak ingin menggantungkan hidup mereka pada satu perusahaan, yang keputusannya tidak bisa mereka kendalikan."

Hal inilah yang membuat Mosseri percaya, di masa depan, media sosial akan dituntut untuk memenuhi standar yang lebih tinggi. Dan peluncuran aplikasi baru, Threads, memungkinkan Meta untuk melakukan hal itu. "Akan sulit bagi kami untuk mengintegrasikan aplikasi yang sudah ada, seperti Instagram," ungkapnya.

Kesimpulan

Setelah sukses dengan Facebook dan Instagram, Meta ingin mencoba untuk membuat media sosial baru dengan Threads, yang akan menjadi pesaing langsung dari Twitter. Meta akhirnya memutuskan untuk merilis Threads karena mereka melihat kesempatan. Pasalnya, setelah diakuisisi oleh Elon Musk, Twitter memang menjadi penuh dengan drama.

Meta memutuskan untuk merilis Threads sebagai aplikasi mandiri. Karena, mereka tidak ingin membuat Instagram terlalu penuh. Walau, mereka juga sadar, meluncurkan Threads sebagai aplikasi mandiri akan memperbesar risiko aplikasi itu gagal.

Saat ini, Meta percaya, Threads akan digunakan oleh puluhan juta orang. Dan memang, Threads merupakan media sosial dengan pertumbuhan paling cepat sekarang. Sayangnya, masih belum diketahui apakah hal itu akan bertahan.

Sumber header: TechCrunch