AI Bersaing dengan Manusia untuk Buat Cerita Fiksi

Semakin banyak orang yang menggunakan AI untuk menulis cerita fiksi dan menyerahkannya ke penerbit

Artificial Intelligence (AI) kini tidak hanya digunakan oleh perusahaan besar, tapi juga oleh masyarakat awam. Seiring dengan semakin canggihnya teknologi AI, semakin banyak pula hal yang AI bisa lakukan, mulai dari mengedit foto, membuat game menjadi lebih aksesibel, hingga menulis berita dan cerita.

Sayangnya, kemudahan penggunaan AI juga menawarkan masalah tersendiri. Contohnya, hak cipta. Di dunia literasi, AI layaknya pedang bermata dua. Di satu sisi, AI bisa membantu penulis untuk menjadi lebih produktif. Di sisi lain, AI juga memperburuk masalah plagiarisme.

Konten Buatan AI yang Semakin Menjamur

Pada Februari 2023, Editor dari Clarkesworld Magazine, Neil Clarke, mengungkap bahwa lebih dari sepertiga cerita yang mereka terima merupakan tulisan AI. Clarkesworld Magazine merupakan majalah online untuk cerita fantasi dan science fiction.

Sejak dirilis pertama kali pada 2006, Clarkesworld Magazine telah membantu banyak penulis science fiction untuk membangun karir mereka. Clarkesworld juga sering menampilkan tulisan dari peserta atau bahkan pemenang dari Hugo Award, seperti Elizabeth Bear, Catheryne M. Valente, dan Peter Watts.

Clarkesworld Magazine. | Sumber: Clarkesworld Magazine

Di blog-nya, Clarke mengungkap, plagiarisme sebenarnya merupakan masalah lama. Namun, kemunculan AI yang dapat membuat cerita membuat semakin banyak orang tergoda untuk mengirimkan naskah buatan AI ke Clarkesworld Magazine. Padahal, tulisan buatan AI dianggap sebagai plagiarisme. Karena, biasanya, tulisan dari AI didasarkan pada dataset tulisan yang digunakan untuk melatih AI tersebut.

Clarke bercerita, pada dua minggu pertama Februari 2023, jumlah tulisan buatan AI yang Clarkesworld terima naik hingga lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan pada Januari 2023. Dalam satu hari, mereka bahkan pernah mendapatkan 50 tulisan buatan AI. Alhasil, Clarkesworld memutuskan untuk berhenti menerima naskah baru.

Lebih lanjut, Clarke mengatakan, keputusannya untuk tidak lagi menerima tulisan baru memang keputusan impulsif. Namun, dia percaya keputusannya sudah tepat. Pasalnya, dia tidak mau menghabiskan terlalu banyak waktu dan sumber daya untuk memilah antara tulisan buatan AI dan tulisan buatan manusia.

Tulisan AI vs Tulisan Manusia

AI kini memang sudah bisa membuat tulisan, tapi, Clarke mengungkap, kualitas dari konten buatan AI memiliki kualitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tulisan buatan manusia. Selain itu, dia menjelaskan, tulisan buatan AI biasanya punya pola tertentu. Namun, Clarke enggan untuk menjelaskan metode yang dia gunakan untuk membedakan tulisan buatan AI dengan karya buatan manusia.

Clarke khawatir, jika cara yang dia gunakan untuk memfilter tulisan buatan AI diketahui orang banyak, hal ini justru akan menjadi senjata makan tuan, membantu para pengguna AI untuk membuat cerita buatan AI melewati tes yang Clarke buat. Dia juga mengatakan, bagi orang-orang yang ketahuan telah mengirimkan cerita buatan AI, Clarkesworld akan memberikan hukuman berupa "ban". Sehingga, mereka tidak lagi bisa mengirimkan cerita ke Clarkesworld.

Clarkesworld bukan satu-satunya pihak yang menghadapi masalah berupa tulisan buatan AI. Individu dan entitas yang juga berkecimpung di bidang literasi juga menghadapi masalah yang sama. Dan hal ini memunculkan tools khusus untuk mendeteksi karya buatan AI.

Contoh alat untuk mendeteksi tulisan buatan AI. | Sumber: NPR

Sayangnya, Clarke merasa tools untuk mendeteksi tulisan buatan AI ini juga tidak efektif. Karena, tools itu tidak hanya membutuhkan biaya yang cukup mahal, alat deteksi tersebut juga masih kurang akurat. Jadi, mau tidak mau, Clarkesworld harus memisahkan karya buatan AI dan karya buatan penulis manusia secara manual. Masalahnya, proses ini memakan waktu yang cukup lama.

Mengingat AI bisa membuat tulisan dalam waktu singkat, Clarke khawatir, di masa depan, keberadaan AI justru akan mempersulit para penulis baru yang ingin membangun karir mereka.

Tren di Masa Depan

Memang, sekarang, kualitas tulisan buatan AI masih kalah dari karya buatan manusia. Dengan begitu, tulisan AI masih harus diedit oleh manusia. Namun, ke depan, kualitas dari tulisan buatan AI akan terus membaik. Tidak tertutup kemungkinan, karya buatan AI itu akan cukup baik untuk dirilis.

Meskipun begitu, Clarke mengaku, dia tidak berencana untuk merilis karya AI. Karena, dia merasa, merilis tulisan buatan AI tidak etis. Karena, tulisan buatan AI dianggap sebagai plagiarisme. Menurutnya, masalah plagiarisme itu hanya akan selesai jika AI memang dapat menulis cerita orisinal, tidak meniru tulisan yang digunakan untuk melatih AI itu sendiri. Jika AI bisa melakukan hal tersebut, Clarke percaya, AI akan bisa bersaing dengan penulis manusia. Tapi, dia tetap percaya, hal itu bukan jaminan bahwa  tulisan AI tidak akan selalu lebih baik dari karya buatan manusia.

Clarke lalu mengingatkan, walau kualitas tulisan AI mungkin tidak sebaik manusia, keberadaan AI tetap bisa menimbulkan masalah bagi penulis. Karena, AI bisa menghasilkan karya dalam waktu yang lebih singkat. Dengan begitu, karya buatan AI bisa membanjiri pasar, membuat karya buatan penulis manusia sulit untuk dilirik.

Sumber header: Pixabay