2021 tidak bisa dibilang sebagai tahun terbaik buat industri video game, apalagi mengingat pandemi masih menjadi hambatan terbesar bagi kalangan developer. Terlepas dari beberapa judul game yang cukup fenomenal, sebagian besar game yang dirilis tahun ini boleh dibilang tidak seistimewa di tahun-tahun sebelumnya.
Belum lagi ditambah beberapa judul game yang terkesan overhyped, yang ternyata kurang bisa memenuhi ekspektasi tinggi yang konsumen tetapkan setelah melihat pamor game tersebut, seperti Cyberpunk 2077 di tahun 2020. Di sisi lain, tentu saja ada game yang bernasib sebaliknya, yang sebenarnya sangat pantas direkomendasikan namun kurang terekspos ke publik, alias underrated.
Di artikel ini, saya telah merangkum 5 game yang paling overhyped sekaligus 5 yang paling underrated yang dirilis di tahun 2021. Tentu saja, berhubung ini merupakan topik yang amat subjektif, Anda bebas punya pendapat yang berbeda.
Game paling overhyped di tahun 2021
Outriders
Ibarat hasil kawin silang antara Gears of War dan Destiny, Outriders mampu menyuguhkan formula looter shooter dengan bumbu RPG secara cukup solid. Feel menembaknya memang tidak sememuaskan Bulletstorm (game lain bikinan developer yang sama), tapi setidaknya itu bisa ditutupi oleh berbagai build karakter yang bisa kita kreasikan di Outriders.
Kekurangan utama Outriders ada dua. Yang pertama adalah konten endgame-nya yang terbilang minimal sekaligus terasa repetitif. Kedua dan yang mungkin lebih krusial adalah tidak adanya mode offline. Layaknya Borderlands, Outriders memang akan lebih asyik jika dimainkan bersama teman. Namun terkadang saya juga ingin memainkannya sendirian, dan ini rupanya hanya bisa dilakukan selagi online. Masalahnya, Outriders kerap dilanda problem teknis dari sisi server, dan ketika itu terjadi, saya bahkan tidak bisa memainkannya sama sekali walaupun sendirian.
Biomutant
Dengan setting open-world yang indah dan karakter yang jauh dari kata konvensional, Biomutant tentu menawarkan premis yang menarik, apalagi setelah melihat sistem combat-nya yang menggabungkan persenjataan modern dengan aksi kungfu.
Namun sebagai sebuah RPG, Biomutant kurang begitu mampu bersaing karena terkesan terlalu formulaik, belum lagi ditambah deretan quest-nya yang terasa begitu generik sekaligus repetitif. Quest yang variatif dan memikat merupakan salah satu kekuatan utama RPG single-player, dan Biomutant justru terkesan seperti MMORPG terkait hal ini, yang sering kali hanya menjadikan quest sebagai alasan untuk grinding.
New World
Ada banyak sekali yang bisa Anda lakukan di New World, tapi entah kenapa, berenang bukanlah salah satunya, begitu juga dengan berkuda. Bosan membasmi monster atau beradu otot melawan pemain lain? Anda bisa menghabiskan waktu berjam-jam memasak atau crafting di game ini. Memasak bahkan merupakan salah satu cara tercepat untuk levelling di New World.
Namun banyak bukan berarti semuanya menarik untuk dilakukan, dan aspek PvE merupakan salah satu kelemahan utama New World, demikian pula variasi quest yang tersedia. Untuk game yang sudah dinanti-nantikan sejak tahun 2016, New World semestinya bisa memberikan lebih dari sekadar visual yang apik dan elemen PvP yang seru.
Battlefield 2042
Setelah hampir tiga tahun tidak ada game Battlefield baru, wajar apabila banyak yang menaruh harapan besar pada Battlefield 2042. Sayang sekali ekspektasi tinggi itu tidak bisa dipenuhi akibat berbagai kendala teknis, dan tidak sedikit pula yang menyayangkan absennya single-player campaign pada game tersebut.
Saya pribadi cukup menikmati Battlefield 2042 selama open beta, tapi tentu sesi singkat tersebut tidak bisa dijadikan acuan karena tidak merepresentasikan pengalaman bermain secara menyeluruh. Semoga saja ke depannya kondisi game ini bisa membaik.
Grand Theft Auto: The Trilogy – The Definitive Edition
Dirilis 20 tahun setelah Grand Theft Auto III pertama kali meluncur di PS2, GTA Trilogy Definitive Edition bisa dibilang adalah salah satu yang paling besar hype-nya tahun ini meskipun hanya merupakan sebuah remaster. Namun kenyataannya jauh lebih pahit dari yang dibayangkan, sebab game ini dirilis dalam keadaan seperti belum rampung digarap.
Kabar baiknya, game ini masih bisa diselamatkan seiring berjalannya waktu mengingat sebagian besar problemnya cuma perkara teknis. Kalau secara konten, kualitas trilogi game legendaris ini tentu sudah tidak perlu diragukan lagi.
Game paling underrated di tahun 2021
It Takes Two
Fakta bahwa game ini harus dimainkan oleh dua orang setiap saat membuatnya jadi agak underrated. Namun kalau Anda tidak keberatan dengan persyaratan tersebut, Anda bakal hanyut dalam sebuah pengalaman bermain yang tidak akan pernah terlupakan.
It Takes Two menuntut kedua pemain untuk terus bekerja sama secara kreatif. Selagi ceritanya berjalan, berbagai mekanisme gameplay-nya juga akan berganti dan ikut menyesuaikan. It Takes Two bukan sekadar game paling inventif, melainkan juga salah satu game terbaik tahun ini.
The Ascent
Apa yang terjadi ketika Anda mengawinkan setting dunia cyberpunk dengan genre action RPG ala Diablo? The Ascent jawabannya. Game garapan studio kecil asal Swedia ini berhasil membuktikan bahwa Night City bukanlah satu-satunya lokasi dengan setting cyberpunk yang menarik untuk dieksplorasi. Meski disajikan dalam sudut pandang isometrik, The Ascent dapat dengan mudah membawa saya masuk ke dalam dunianya.
Kalau disuruh menyebut kekurangan terbesar game ini, saya akan bilang kontennya terlalu sedikit. Namun itu bukan berarti kontennya tidak banyak, melainkan lebih ke saya yang tidak bisa berhenti memainkannya. Setelah memainkan The Ascent, saya pun langsung teringat dengan Dredd, film dengan setting cyberpunk yang menurut saya juga termasuk underrated.
Eastward
Secara umum, ada dua alasan mengapa suatu game mengadopsi grafik bergaya pixel art. Yang pertama adalah karena keterbatasan dari sisi teknis, sedangkan yang kedua adalah karena itu memang arahan desain yang dituju oleh kreatornya. Eastward merupakan game yang masuk di kategori kedua tersebut.
Grafik di game ini benar-benar memukau, dengan pilihan palet warna yang terinspirasi karya-karya Studio Ghibli, dan berbagai efek lighting modern yang membuatnya kelihatan semakin hidup. Gameplay-nya memang tergolong simpel untuk ukuran sebuah RPG, tapi setidaknya itu bisa ditutupi oleh musik chiptune yang orisinal dan begitu membekas di telinga.
Knockout City
Dodgeball dengan sejumput bumbu kreativitas, Knockout City bisa menjadi opsi alternatif yang menyegarkan di tengah banyaknya game kompetitif ber-genre shooter. Dalam Knockout City, orang lain yang bermain bersama Anda bukan sebatas rekan satu tim, melainkan juga bisa menjadi senjata di saat-saat darurat.
Permainan pun jadi terasa semakin menyenangkan setelah mempelajari sejumlah trick shot yang tersedia, dan semua aksi yang Anda lakukan di dalam game ini bisa terasa semakin mantap berkat efek suara yang distingtif. Untuk sekarang, konten di Knockout City memang terbilang minim, namun sebagai sebuah live service game, isu tersebut tentu dapat diatasi seiring berjalannya waktu.
Ruined King: A League of Legends Story
RPG dengan sistem combat turn-based memang bukan untuk semua orang, namun Ruined King cukup berpotensi menjadi mainstream berkat dukungan popularitas League of Legends yang mengitarinya. Meski begitu, Anda tidak perlu menjadi penggemar salah satu MOBA terpopuler itu terlebih dulu untuk bisa menikmati game ini.
Seperti yang sudah bisa ditebak, kekuatan utama game ini terletak pada sistem combat-nya. Awalnya mungkin terkesan agak kompleks, namun kepuasan yang didapat setelah menguasainya betul-betul tidak tertandingi. Art style yang khas juga menjadi daya tarik lain dari game ini, kurang lebih sama kasusnya seperti serial animasi Arcane.