Persiapan metaverse sebagai dunia dan platform digital masa depan semakin dimatangkan oleh berbagai pihak di seluruh dunia, tak terkecuali pihak keamanan. Melalui pertemuan majelis umum mereka yang ke-90 di India, Interpol mendeklarasikan satuan penegakan hukum untuk dunia metaverse.
Pengguna yang sudah terdaftar nantinya bisa mengunjungi markas Interpol di Prancis. Menggunakan teknologi virtual reality, pengunjung bisa berinteraksi dengan polisi di sana secara real-time melalui avatar mereka. Bahkan mereka juga bisa mengambil kursus pelatihan, seperti pelatihan di bidang investigasi forensik atau pelatihan lainnya.
Lalu, tindak kriminal seperti apakah yang berpotensi terjadi di lingkungan metaverse? Bermitra dengan World Economic Forum, Meta, Microsoft, dan pihak-pihak lain, Interpol menjelaskan bahwa pelaku kejahatan sudah mulai mengeksploitasi metaverse, yaitu dengan melakukan scam, penyebaran berita bohong atau hoax, hingga ekstremisme.
Seiring perkembangan teknologi, tidak menutup kemungkinan juga di masa yang akan datang akan terjadi tindak kejahatan terhadap anak-anak, pencurian data, pencucian uang, penipuan, pemalsuan, ransomware, phishing, dan pelecehan seksual di lingkungan metaverse. Penanganan terhadap potensi kasus-kasus tersebut memiliki cara dan kesulitannya tersendiri.
“Dengan mengenali risikonya dari awal, kami bisa bekerja dengan para stakeholder untuk membentuk framework pemerintahan yang sesuai demi memutus ekosistem kriminal sebelum mereka terbentuk seutuhnya. Dengan membentuk diskusi seperti ini, nantinya kami bisa memberikan respons yang efektif,” ungkap Madan Oberoi, Direktur Eksekutif Interpol di bidang teknologi dan inovasi.
“Metaverse berpotensi untuk mengubah setiap aspek dari kehidupan kita sehari-hari dengan implikasi yang sangat luas, tak terkecuali di bidang penegakan hukum. Namun agar pihak kepolisian mampu memahami apa dan bagaimana metaverse bekerja, kami perlu mengalaminya terlebih dahulu,” lanjutnya.
Melalui demonstrasi di rapat tersebut, para ahli dari Interpol Capacity Building and Training Directorate mempresentasikan pelatihan untuk proses verifikasi dokumen dan screening terhadap penumpang bandara.
Direktur Biro Investigasi Pusat di India, Praveen Sinha, juga menyatakan bahwa monitoring terhadap cybercrime memiliki tingkat kesulitan yang tinggi akibat koneksi global dan koordinasinya. Ia menambahkan bahwa satu-satunya solusi adalah melalui kerjasama internasional, koordinasi, kepercayaan, dan pembagian informasi.
Sumber: Cointelegraph dan Interpol.